"Apa yang terjadi padamu?" tanya nenek itu lagi menyadari ada yang tidak beres dengan Bu Lela.
Bu Lela menggeleng.
"Apa ibu ini tidak bisa bicara? Apa yang telah dilakukan Bu Lela? Nenek itu mencecar Bu Lela dengan pertanyaan sebab wanita itu hanya menjawab pertanyaan dengan gelengan kepala saja.
Bu Lela mengangguk.
Nenek itu memandang wajah Bu Lela dengan intens kemudian berkata, " Ya sudahlah ibu lebih baik makan saja sekarang."
Nenek itupun bangkit dari duduknya dan berjalan ke belakang. Beberapa saat kemudian kembali ke sisi Bu Lela dengan 2 piring di tangannya. Satu piring berisi nasi putih bercampur beras jagung dan satu piring lagi berisi ikan asin dengan sambel terasi di sampingnya.
"Makanlah, cuma ini yang saya punya!" Nenek itu menaruh kedua piring di hadapan Bu Lela dan beranjak lagi ke dapur untuk mengambilkan air minum.
Nenek itu kembali lagi dengan gelas dan ceret berisi air hangat.
Bu Lela mengangguk dan langsung menyuapkan nasi dan ikan asin ke mulutnya sendiri. Awalnya Bu Lela terlihat tidak berselera, tetapi pada kunyahan kedua dia malah merasa makanan buatan nenek tersebut lumayan enak.
"Makanlah aku tinggal dulu! Kalau ingin air yang dingin kamu bisa menuangkan dari kendi itu."
Nenek itu bangkit dari duduknya lagi dan berjalan ke luar. Entah apa yang dilakukan nenek tua itu Bu Lela sama sekali tidak perduli. Yang dia inginkan sekarang adalah cepat-cepat menyelesaikan makannya dan segera pergi dari daerah itu lalu pulang ke kampung.
Bu Lela baru menyelesaikan makannya saat melihat nenek itu kembali dengan segenggam ranting kayu setengah kering di pangkuan dan mencecer kayu itu di halaman rumahnya agar kering dan bisa dijadikan kayu bakar.
Melihat hal itu Bu Lela merasa simpati dan bertanya-tanya dalam hati kenapa nenek tersebut hanyalah tinggal seorang diri.
"Kemana keluarganya? Atau nenek itu hanya sebatang kara?" Bu Lela menggeleng, sepertinya kalimat apapun tidak akan bisa keluar dari mulutnya sebab beberapa kali mencoba bicara tidak berhasil juga.
Bu Lela menuangkan air dari dalam kendi ke dalam gelas dan langsung meneguknya. Setelah itu turun dari rumah panggung dan mendekat ke arah nenek tersebut.
"Ada apa?"
Bu Lela mencoba untuk menjawab pertanyaan dengan suara ternyata belum berhasil juga. Akhirnya wanita itu mencoba menggunakan bahasa isyarat walaupun sangat kaku.
"Kau mau pulang?" Ternyata nenek itu mengerti dengan bahasa tubuh Bu Lela.
Seperti biasa Bu Lela menjawab dengan anggukan.
"Pulanglah dan bawa menantumu pergi dari rumah itu!"
Bu Lela terkejut dalam hati bertanya-tanya apakah nenek tersebut mengetahui kejadian yang menimpanya semalam.
Sekali lagi Bu Lela mengangguk. Dia memang berniat untuk mengajak anak dan menantunya itu pergi dari rumah tersebut mengingat sudah ada kejadian yang tidak beres di sana.
Pertama hilangnya suster Anita dan ditemukan dalam keadaan yang sudah meninggal tidak jauh dari rumah yang ditempati Faiz dan Karmila saat ini dan yang kedua hadirnya sosok perempuan dengan pakaian pengantin berlumuran darah yang mengganggunya semalam.
Bu Lela tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya tapi perempuan itu menebak bahwa sosok tak kasat mata yang tiba-tiba menampakkan diri di sana semalam pasti tidak ikhlas ada yang menempati rumah tersebut selain dirinya sendiri.
"Tapi perkara balas dendam yang dikatakan semalam itu apa? Dan nenek ini juga yang telah memberikan kesaksian bahwa paman dari Karmila bukanlah pembunuh dari suster Anita. Ada apa ini sebenarnya? Jangan-jangan nenek ini tahu perkara rumah itu dan bahkan terlibat di dalamnya?"
"Kenapa bengong begitu?!" bentak nenek tua tersebut.
Bu Lela tersentak mendengar pertanyaan nenek tersebut yang seketika membuyarkan lamunannya. Nenek tersebut terlihat marah pada Bu Lela. Sepertinya wanita tua itu tahu Bu Lela telah berburuk sangka kepada dirinya.
Bu Lela mengatupkan dua tangannya di depan dada sebagai ganti ucapan permohonan maaf lalu menunjuk nenek tua itu sebelum akhirnya menunjuk ke arah rumah yang ditempati anak dan menantunya sekarang.
"Kalau kamu bertanya soal itu aku tidak tahu. Tanyakan pada yang lainnya saja!" ujar nenek itu dengan suara yang ketus.
Bu Lela menggaruk kepalanya, bingung kenapa nenek tua itu tiba-tiba ngegas.
"Yang perlu kamu lakukan sekarang hanyalah membujuk anak dan menantumu untuk pergi dari tempat ini," saran nenek itu lagi.
Bu Lela mengangguk lalu mengambil dompet yang ia selipkan di dalam bra-nya dan mengambil beberapa lembar uang sepuluh ribuan lalu menyodorkan pada nenek tua itu sebagai ungkapan terima kasih telah menolong sekaligus memberi tumpangan makan padanya.
"Tidak perlu saya ikhlas membantu lagi pula saya masih punya cukup uang untuk biaya hidup saya sendiri," tolak nenek tua itu.
Bu Lela tetap memaksa dengan cara menaruh uang di tangan nenek itu dan menutup genggaman nenek tersebut sedikit memaksa.
"Sudah kubilang tidak perlu." Nenek itu melempar uang tesebut ke dada Bu Lela hingga wanita itu terpaksa memungut uangnya kembali.
"Kalau begitu saya langsung pamit Nek," pamit Bu Lela tentu saja kalimat ini hanya bisa diucapkannya dalam hati dan Bu Lela menggunakan bahasa tubuh untuk menyampaikan hal itu kepada nenek tersebut. Bu Lela lalu menyalami tangan nenek itu.
"Oh ya sebentar, saya akan mengambil kembalian uangmu," ujar nenek itu lalu berbalik hendak mengambil uang di dalam rumahnya.
"Tidak perlu Nek, kembalian uang itu untuk Nenek saja," ucap Bu Lela dalam hati sambil menggerakkan tangan memberi kode bahwa dirinya menolak uang itu dikembalikan.
"Baiklah terima kasih. Ingatlah kau harus berusaha membujuk anak menantimu untuk segera pergi dari rumah itu!" Nenek tersebut memperlihatkan Bu Lela untuk terakhir kalinya.
Bu Lela mengangguk dan langsung berbalik. Wanita itu berjalan menjauh dari rumah panggung milik nenek tua itu menuju rumah Faiz. bolehlah memaksakan diri untuk kembali ke sana meski perasaan takut masih menghantuinya bagaimanapun dia harus melakukan apa yang diperingatkan oleh nenek tadi karena memang rumah yang ditempati oleh Faiz dan Karmila saat ini benar-benar mengandung keanehan di dalamnya.
Sampai di rumah Karmila kaget saat mengetahui bahwa ibu mertuanya kembali dalam keadaan bisu.
"Ibu kenapa?" tanya Karmila.
Bu Lela memberikan kode agar Karmila memberikan dirinya buku tulis dan pulpen.
"Ibu minta apa? Maaf Karmila tidak mengerti." Karmila benar-benar tidak paham dengan gerakan yang ditunjukkan ibu mertuanya di hadapan dirinya.
Bu Lela mencoba sekali lagi. Dia menggambar benda datar persegi empat di udara lalu menggerakkan tangan di atas benda yang berhasil dilukisnya itu dalam angan-angan seperti menulis sesuatu.
"Maksud Ibu, Ibu meminta kertas dan pulpen begitu?" tanya Faiz mencoba menerka-nerka.
Bu Lela langsung mengangguk antusias.
Faiz pun segera mengambil kertas dan pulpen lalu diberikannya pada Bu Lela.
Ketika kertas dan pulpen sudah ada di tangan Bu Lela, wanita itu menulis supaya Faiz dan Karmila segera meninggalkan tempat tersebut.
"Kenapa kami harus meninggalkan tempat ini kami sudah susah membeli rumah ini masa dibiarkan kosong?" tanya Karmila.
Bu Lela mau menulis bahwa dirinya mengalami hal aneh semalam di rumah tersebut. Namun, tangannya tiba-tiba tidak bisa digerakkan sehingga Bu Lela akhirnya merubah menulis bahwa itu atas himbauan nenek tua kalau Faiz dan Karmila ingin selamat.
"Pesan nenek tua?" tanya Faiz meremehkan.
Bu Lela mengangguk.
"Sudahlah ibu tidak perlu mempercayai wanita tua itu. Nenek itu adalah orang gila yang omongannya hanya ngawur saja," pungkas Faiz.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments