"Sebaiknya ibu pulang saja deh ke kampung halaman. Cari pengobatan di sana, sama dukun kek atau pak kyai kek," saran Faiz melihat ibunya tersiksa dengan suaranya yang tiba-tiba hilang. Dia juga tidak mau ibunya bersikap yang aneh-aneh di rumahnya itu.
[Iya Nak hari ini rencananya saya akan pulang ]
Tulis Bu Lela pada kertasnya. Wanita itu saat ini mengantongi kertas dan pulpen kemana saja sebab itulah satu-satunya cara dia berkomunikasi agar lebih mudah dibandingkan harus menggunakan bahasa isyarat yang sama sekali belum dikuasainya.
Bu Lela bernafas lega mendengar Faiz sendiri yang meminta dirinya untuk pulang. Jadi dia tidak perlu mengarang alasan kepada Karmila sebab sudah yakin Faiz dan Karmila tidak akan percaya dengan cerita keanehan yang terjadi padanya semalam. Karmila terlalu percaya pada Faiz sedangkan Faiz sekarang sikapnya sudah berubah dari sebelum tinggal di rumah ini.
Sudah kalau begitu tolong bawa semua makanan ini ke kamar kami! Saya dan Karmila akan menunggunya di sana."
[Iya Nak]
Faiz mengangguk, berbalik dan berkata, "Tapi jangan lama-lama ya Bu, Karmila dan bayinya bisa kelaparan kalau ibu sampai kelamaan."
Bu Lela mengangguk dan Faiz langsung meninggalkan wanita itu sendirian di dapur.
Saat Bu Lela hendak membawa piring tersebut ternyata piring tersebut melompat.
"Auw!" Ingin rasanya Bu Lela berteriak tetapi tidak berdaya.
Bu Lela menghembuskan nafas berat lalu mengumpulkan tenaga untuk menangkap piring dan baskom yang bergerak naik turun seperti menari di atas meja.
"Ada apa lagi ini? Kenapa rumah ini selalu aneh?" Bukan piring saja yang bergetar tetapi, tubuh Bu Lela pun sama. Rasa takut menyergap kembali.
Bu Lela mencoba menangkap pirang berisi nasi itu tetapi, piring-piring tetap bergerak beraturan seakan mengikuti irama sebuah lagu. Bersamaan dengan itu lagu horor tiba-tiba berputar entah dari mana suaranya berasal.
Bu Lela mengusap tengkuknya yang tiba-tiba merasa dingin lalu mencoba menyingkirkan perasaan takutnya dan langsung beralih menangkap baskom. Dia tidak mau kuah yang ada di dalamnya tumpah jika benda tersebut terus bergerak cepat.
Ya Tuhan jangan sampai tumpah, Faiz bisa marah padaku.
"Bu Kok lama sekali, dan apa yang berisik itu?" teriak Faiz dari depan kamarnya.
Tiba-tiba saja piring-piring yang bergerak tadi berhenti serentak dan musik horor itu pun berhenti mendadak.
Benar-benar aneh.
Bu Lela menghembuskan nafas panjang sebelum akhirnya menaruh piring-piring dan baskom ke dalam nampan dan membawanya keluar dari dapur menuju kamar anak menantunya itu.
"Lama sekali sih Bu?" protes Faiz.
Bu Lela tidak menjawab, tetapi meletakkan piring dan baskom di atas meja dan menaruh nampan bersandar pada dinding.
"Sudahlah Bang, kita makan saja," ujar Karmila agar Faiz tidak terlalu banyak protes pada Bu Lela.
"Baiklah kita makan sekarang!" ajak Faiz dan menggeser kursi mendekat ke arah ranjang dan juga menggeser meja dengan pelan agar kuah tidak tumpah. Pria itu lalu duduk. Pria itu langsung mengambilkan piring beserta sop daging kemudian memberikannya pada Karmila.
"Apa aku suapi saja?" tanya Faiz menawarkan diri saat Karmila seperti masih tidak bertenaga.
"Nggak usah, saya bisa makan sendiri Bang," tolak Karmila.
"Bang Faiz makan saja sendiri."
"Baiklah," ujar Faiz lalu mengambil piringnya sendiri.
"Ayo Bu kita makan!" ajak Karmila pada Bu Lela.
Bu Lela mengangguk lalu mengambil piring kemudian ikut makan.
Hening.
Suasana di rumah tersebut tampak lengang. Hanya suara jarum jam dan sesekali denting suara piring beradu dengan sendok dengan intensitas kecil yang terdengar.
Ketiga manusia yang ada dalam kamar tersebut fokus makan dan tidak ada satupun yang berbicara. Mereka makan sambil larut dengan pikiran masing-masing yang tentu saja, satu sama lain pikirannya tidak sama.
"Bang ibu katanya mau pulang," kata Karmila saat menyudahi makan mereka.
"Iya nanti saya akan antar ibu setelah mengontrol keadaanmu ke rumah sakit," sahut Faiz dengan suara datar.
"Abang mengizinkan ibu pergi?" tanya Karmila tidak percaya.
"Iyalah Dek, ibu kan juga punya aktivitas di kampung jadi tidak mungkin kan berlama-lama di tempat ini?"
"Tapi Bang ... ah sudahlah terserah," kata Karmila pasrah.
"Kamu tenang saja, nanti aku carikan pembantu untuk kita. Jadi selama kehamilanmu, dirimu tidak perlu melakukan tugas rumah tangga, cukup jaga kesehatan diri dan janin kita."
Karmila mengangguk. Dia tidak mungkin memaksa Bu Lela untuk tetap tinggal di sini bersamanya mengingat Bu Lela juga mempunyai pekerjaan yang tidak bisa ditinggal.
"Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Faiz untuk memastikan perasaan Karmila baik-baik saja ataukah tidak.
"Hah?" tanya Karmila tidak paham dengan pertanyaan Faiz.
"Maksudku tidak masalah kalau ditinggal ibu?"
Karmila mengangguk. "Yang penting ada yang menemaniku di rumah kalau Bang Faiz sedang bekerja. Kalau masalah pekerjaan rumah Karmila bisa kok melakukannya sendiri."
"Untuk sementara jangan dulu sebab kondisi kehamilanmu belum kuat!"
"Baiklah."
Bu Lela bangkit dari duduknya dan membereskan peralatan makan di atas meja.
"Beristirahatlah, nanti sore kita ke dokter!"
Faiz bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah dapur. Melihat-lihat apa gerangan yang akan dilakukan Bu Lela saat menaruh peralatan makan. Faiz tidak mendekat dan hanya mengawasi Bu Lela dari jauh sampai wanita itu selesai mencuci piring dan perabotan lainnya yang digunakan oleh Faiz tadi pagi untuk membuat sarapan Karmila dan dirinya sendiri.
Saat melihat Bu Lela berbalik dan hendak kembali ke ruang tengah, Faiz pergi terlebih dahulu agar tidak diketahui bahwa dirinya tengah mengawasi perempuan itu.
"Siapa itu? Kenapa aku merasa tengah diawasi oleh seseorang?" batin Bu Lela.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments