Malam begitu sunyi cukup terasa di jalan belakang asrama putri saat ini, pencahayaan yang sangat minim membuat jalan itu tampak sedikit gelap.
"Ustadz, kenapa lewat jalan ini sih, gelap banget tau," dumel Ulfi lagi-lagi melepas genggaman tangan Ammar.
Entah sudah berapa banyak kata yang keluar dari mulut gadis itu hanya untuk mengomel tidak jelas.
"Katanya takut di lihat orang, nah hanya jalan ini yang sepi dari orang," jawab Ammar.
"Terserah deh ustadz, mending saya kembali ke asrama deh, ustadz pulang saja sendiri."
Ulfi menghentikan langkahnya, lalu berbalik untuk kembali ke asrama, namun langkahnya terhenti saat Ammar dengan cepat mencekal tangannya.
"Ulfi, kamu lupa status kamu sekarang, hah?"
"Saya tahu ustadz, tapi memikirkan saya harus kesana kemari untuk tinggal di dua tempat membuat saya pusing sendiri, saya ingin hidup tenang. Lagi pula usia saya belum genap 17 tahun ustadz, saya belum siap hidup seperti ini,"
"Jadi menurut kamu, saran saya agar kamu tinggal bersama saya itu memberatkan? Saya tahu usia kamu belum cukup 17 tahun, itu sebabnya saya tidak akan berbuat apa-apa, kecuali atas persetujuan kamu."
"Maaf, saya bukannya ingin mendikte kamu, tapi saya hanya ingin menjaga kamu, memenuhi tanggung jawab dan amanah saya, dan itu akan lebih mudah jika kamu tinggal bersama saya."
Ammar kali ini berbicara dengan gaya tegasnya, membuat Ulfi terdiam dan tak bersuara lagi.
"Sekarang saya kasi kamu pilihan, mau ikut saya atau mau tinggal di asrama? Jika memang kamu memilih tinggal di asrama maka saya tidak bisa berbuat apa-apa," ucap Ammar kemudian.
Ulfi sejenak merenungi perkataan suaminya.
"Apakah yang ku lakukan ini sudah benar?" batinnya kemudian membuang napas kasar.
"Ya sudah, malam ini saya akan coba tinggal di rumah ustadz, jika saya merasa tidak nyaman tolong jangan paksa saya," cicit Ulfi setelah berpikir sejenak.
Ammar membuang napas kasar, sejujurnya ia tidak setuju dengan perkataan Ulfi, namun ia sadar bahwa memaksa hanya akan menbuat Ulfi semakin menjauh.
"Baiklah, kalau begitu ayo," ucap Ammar lalu kembali berjalan dan Ulfi mengikut di sampingnya.
Tidak terasa, akhirnya mereka tiba di rumah Ammar, karena rumah kakek Hasan sudah tertutup, maka mau tidak mau Ulfi harus ikut melewati pintu depan rumah bersama pria itu. Untungnya suasana asrama mulai tampak sepi.
"Apa kamu sudah makan?" tanya Ammar setelah mereka masuk ke dalam rumah.
"Belum," jawab Ulfi singkat sambil berjalan pelan masuk ke dalam rumah, ia juga bingung apa yang harus ia lakulan saat ini. Apakah ia harus duduk di ruang tamu atau masuk ke dalam kamar.
"Tunggulah disini, saya akan membuatkan makanan untukmu." Ammar menunjuk ke arah sofa di ruang tamu itu untuk mempersilahkan Ulfi duduk lalu ia pergi ke dapur.
Tak lama kemudian, pria itu datang dengan membawa sepiring nasi goreng dengan telur dadar di atasnya.
"Maaf, hanya itu bahan makanan yang ada disini, biasanya saya akan makan di kantin," ucapnya.
"Iya terima kasih." Ulfi menerima makanan itu dan langsung memakannya berhubung dia memang sudah sangat lapar.
"Ustadz tidak makan?" tanya Ulfi, ia melirik sekilas ke arah suaminya yang hanya duduk sambil memainkan ponselnya.
"Saya sudah makan tadi di rumah kakak saya."
"Oo." Ulfi hanya membulatkan mulutnya tanpa bersuara lalu kembali melanjutkan makannya dengan lahap.
Setelah acara makannya selesai, Ulfi masuk ke dalam kamar. Sejenak ia berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan tempat tidur yang ukurannya tidak selebar tempat tidur di rumah kakek Hasan.
"Apa aku dan ustadz akan tidur berdua disini? OMG jangan sampai terjadi, aku belum siap," batin gadis itu menjerit
"Kenapa berdiri disini?" tanya Ammar yang tiba-tiba sudah berada di belakang tubuh Ulfi dan cukup membuat gadis itu terkejut.
"Astaga, ustadz ngapain sih disitu? Bikin kaget aja," dumel Ulfi langsung masuk ke dalam kamar.
"Lah, saya kan mau masuk juga, tapi kamu malah berdiri menutupi jalan masuk," jawab Ammar santai.
"Ustadz kok masuk disini juga sih?"
"Memangnya salah saya masuk ke dalam kamar saya sendiri?"
"Iya tapi kan saya ada disini ustadz, jadi ustadz cari kamar lain aja, ada 2 tuh kamar yang nganggur." Ulfi menunjuk ke arah pintu dimana di hadapan kamar itu terdapat kamar lain.
"Iya, memang kamar lain ada, tapi yang ada kasurnya yah cuma kamar ini," jawab Ammar lalu masuk ke dalam kamar tanpa mempedulikan tatapan protes istrinya.
"Tenang saja, saya tidak akan ngapa-ngapain kamu, jika kamu keberatan saya tidur di tempat tidur ini, saya akan tidur melantai, saya punya kasur lipat kok," ujar Ammar lagi yang mengerti akan kekhawatiran Ulfi.
"Beneran yah." Ulfi memastikan dan di jawab anggukan oleh Ammar dengan tatapan serius.
Dan merekapun melewatkan malam itu dengan tidur nyenyak di tempat masing-masing.
💮💮💮
Keesokan harinya, Ulfi dan teman-temannya sudah berada di sekolah. Seperti kemarin, ia masih sibuk menghafalkan doa sholat yang di tugaskan Ammar beberapa hari yang lalu.
"Eh guys, kalian tahu nggak, ada ustadzah baru loh, pagi ini pasti akan datang di kelas kita karena dia adalah guru nahwu seperti ustadz Ammar." Lisa membagikan infonya dengan gaya yang begitu heboh.
"Dapat info dari mana kamu Lis?" tanya Ira.
"Tadi aku ke kantor mengantar amanah ustadzah Fauziyah, terus aku lihat deh ustadzah baru itu, cantik banget loh, mana akrab banget tadi cerita sama ustadz Ammar," jawab Lisa.
Ulfi yang mendengar nama suaminya langsung menghentikan aktivitasnya sejenak, namun sesaat kemudian ia kembali melanjutkan aktivitasnya tak acuh.
Tak lama setelah itu bel tanda masuk sekolah pun berbunyi.
"Assalamu 'alaikum," ucap Ammar masuk ke dalam kelas. Dan benar saja, kali ini dia datang tidak sendirian. Seorang wanita cantik nan anggun berjalan di belakangnya.
"Wa'alaikum salam," jawab semua santri yang ada di dalam kelas.
Sinta mencolek Sarah yang saat ini raut wajahnya tampak sedang cemburu.
"Ssst." Sarah memberikan isyarat kepada Sinta agar tidak mengusiknya dulu karena jujur dia merasa tidak nyaman melihat ustadz yang saat ini berada di hadapannya dekat dengan wanita lain.
"Hari ini saya akan memperkenalkan ustadzah baru yang akan membantu saya mengajarkan mata pelajaran nahwu mulai sekarang, namanya ustadzah Maryam, beliau lulusan Universitas Al-Azhar Cairo," ucap Ammar memperkenalkan wanita yang bernama Maryam, sementara Maryam tampak selalu melemparkan senyuman kepada Ammar, meski pria itu lebih sering menunduk.
"Ulf, sepertinya ustadzah baru itu menyukai ustadz Ammar deh," lirih Fira kepada Ulfi yang masih acuh tak acuh dengan apa yang ada di hadapannya saat ini.
"Suka gimana maksudmu Fir? Definisi suka kan banyak." Ulfi ikut memperhatikan ustadzah baru itu.
"Astaga kamu ini, tidak usah mencari penjelasan rasa suka seperti apa, cukup lihat matanya Ulf," tukas Fira.
Ulfi mengikuti arahan Fira, dan benar saja ia dapat melihat tatapan lain yang terlihat di sorot mata ustadzah itu saat menatap ke arah suaminya.
"Ck, apa-apan sih dia."
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Waahh calon PELAKOR tuh..
2024-01-18
1
Qaisaa Nazarudin
Tempat ternyaman isteri adalah di sisi suami Ulfi,Belajarlah untuk menerima suami kamu..Redho Allah adalah Redho nya Suami kamu,ingat itu..
2024-01-18
1
meE😊😊
calon saingan y ulfi nii
2023-01-24
1