Suasana kantin yang awalnya tenang dan damai seketika menjadi riuh saat salah satu santriwati berulah.
"Hei, kamu mengambil tempatku," tegur salah satu santriwati di bagian depan kepada seorang gadis dengan gaya arogan dan tatapan tajamnya.
"Tempatmu? Enak saja, kamu pikir ini tempat nenek moyangmu apa," ketus Ulfi.
"Eh songong sekali, minggir," gertak santriwati itu lalu menggeser tubuh Ulfi.
"Nggak!" ucap Ulfi balik menggertak.
"Dasar tidak tahu aturan, minggir," desis santriwati itu lalu mendorong tubuh Ulfi ke samping hingga ia sedikit terhuyung.
"Ck.. Berani sekali kamu." Ulfi balik mendorong santriwati itu dengan kuat, hingga aksi baku dorong pun terjadi.
Mendengar keributan di bagian depan, Sarah dan Sinta akhirnya maju untuk melihat apa yang terjadi, sementara yang lain tetap di tempat untuk menjaga tempat antrian mereka, tentu saja sambil mencuri kesempatan untuk memperhatikan kejadian di depan mereka.
"Afwan Mel, ada apa ini?" tanya Sarah kepada santriwati tersebut yang bernama Amel, sementara Sinta segera menahan Ulfi agar berhenti mendorong.
"Eh Sarah, kamu kenal dia? Masa dengan santainya dia menerobos antrian di depanku, dasar tidak tahu aturan!" sarkas Amel
Sarah sejenak melihat ke arah Ulfi yang terlihat sangat kesal dan nafas yang memburu karena emosi. Ia lalu membuang napas perlahan.
"Afwan Mel, dia santriwati baru disini jadi dia belum tahu aturannya," ujar Sarah berusaha tenang.
"Oh pantas kurang ajar, bawa dia ke tempatnya semula, aku muak melihat wajah sok arogannya itu," sarkas Amel lagi.
"Apa?" Ulfi yang tidak terima dengan perkataan Amel kembali hendak menghampirinya, namun Sinta kini memasang tubuhnya di hadapan Ulfi.
"Stop Ulfi!" lirih Sinta.
Sarah membantu Sinta untuk membawa Ulfi ke tempat mereka semula.
Ulfi hanya diam saat dibawa pergi oleh Sarah dan Sinta, namun sorot matanya tampak sangat kesal kepada santriwati itu.
"Ulfi, aturan di pesantren ini adalah 'budayakan antri', jadi harus banyak sabar agar semuanya lancar," ucap Sarah sambil mengusap lengan Ulfi lembut saat mereka telah tiba di tempat mereka semula.
"Ah, tau! Kesal banget aku, mau makan cepat pun tidak bisa, dasar aturan menyebalkan," umpat Ulfi.
Sarah membuang napas berusaha sabar menghadapi Ulfi, "Sabar Ulfi." Hanya itu yang bisa di katakan Sarah, ia tidak ingin banyak bicara sebab ia tahu, menasehati saat emosi sedang memuncak tidak akan sampai pada hati dan pikirannya
"Sabar sabar, nanti juga kamu akan terbiasa," ucap Ira seraya mengelus punggung Ulfi.
Satu jam telah berlalu, kini ke tujuh gadis penghuni kamar satu kembali ke kamar mereka dengan raut wajah bahagia karena sudah kenyang, hanya satu saja gadis yang tampak kesal. Yah, siapa lagi kalau bukan Ulfi.
"Kamu kenapa lagi Ulfi? Tanya Sarah yang ikut duduk di teras kamar tepat samping Ulfi dan teman-teman lainnya
"Kesel aku, udan antri lama, makanannya cuma tahu tempe, sudah itu porsinya dikit banget lagi.'
Mendengar Ulfi yang sejak tadi hanya menggerutu membuat Fira menggelengkan kepalanya.
"Yang sabar Ulf, tinggal di pesantren memang seperti itu, kita di didik untuk selalu bersyukur atas semua rezeki dari Alah tanpa mengeluh, di latih agar bisa makan apapun yang halal karena roda kehidupan itu selalu berputar, kadang di atas, kadang di bawah, hari ini mungkin kita bisa makan ayam, daging, tapi hari esok tidak ada yang tahu. Jika kita tidak membiasakan diri makan makanan yang ada, bagaimana kita bisa menghadapi kemungkinan dimana kita berada di bawah?" papar Fira panjang lebar. Semua gadis di kamar itu tercengang melihat Fira yang berbicara panjang lebar.
"Guys, itu tadi yang ngomong Fira kan?" celetuk Lisa dengan hebohnya.
"Ho'o, apakah kita lagi mimpi? Cubit aku guys," timpal Sinta, "aauuuuw," pekik Sinta saat Ira benar-benar mencubit pipinya.
"Bagaimana? Sakit?" tanya Ira menahan tawanya.
"Sakit banget, ini bukan mimpi guys," cicit Sinta sambil mengusap pipinya yang kemerahan akibat cubitan Ira.
"Kalian heboh banget sih, biasa aja kali." Ulfi merasa heran dengan sikap teman-temannya itu yang suka heboh.
"Ya ampun Ulfi, kamu belum tahu aja bagaimana iritnya Fira saat bicara, kadang aku kesel sendiri kalau bicara dengan dia, kita bicara 1 paragraf, di balasnya 1 kata, paling banyak 3 kata," seloroh Lisa, Fira yang menjadi topik utama kali ini hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ets, udah-udah.. Karena hari ini hari libur panjang terakhir kita, yuk kita bersih-bersih," ujar Sarah selaku ketua kamar.
"Siap," jawab semua gadis itu kecuali Ulfi yang begitu tidak bersemangat.
Kini semua gadis-gadis itu membersihkan kamar mereka, ada yang menyapu, ada yang mengepel, ada yang buang sampah, ada yang membersihkan kaca jendela, ada yang mencuci peralatan makan dan minum di kamar, ada yang membakar sampah. Sementara Ulfi sudah mendengkur di tempat tidurnya.
Sinta yang mendapati Ulfi tertidur pulas, kini berkacak pinggang. Ia menarik napas dalam sebelum ia mulai mengeluarkan mode emak-emak, yah siapa yang tidak tahu dengan ras terkuat di Indonesia itu? namun tidak jadi saat Sarah menepuk pundaknya.
"Biarkan saja dia dulu, hari ini adalah hari pertama dia masuk pesantren, jadi sebaiknya kita tidak melakukan sesuatu yang bisa membuatnya merasa tidak nyaman," lirih Sarah, Sinta membuang napas kasar, ia akhirnya mengangguk lemah lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.
Tidak terasa adzan sholat Dzuhur berkumandang, memenuhi pelataran pesantren itu.
"Guys, siapa yang lagi M lapor ke aku supaya saat di absen kalian nggak alfa, bahaya kalau ada yang alfa, kita semua bisa kena hukuman." Sarah memperingatkan sambil memakai mukenahnya.
"Sepertinya belum ada yang M menstruasi, yang ada itu M malas," sindir Sinta sambil mengedikkan dagunya ke arah Ulfi yang masih terlelap dalam tidurnya.
Sarah menepuk jidatnya, lalu berjalan ke arah tempat tidur Ulfi.
"Ulf, bangun, Assholatu khaoirum minan nauum," (sholat lebih baik dari tidur), gumam Sarah sambil menggoyangkan tubuh Ulfi.
"Kalian pergi aja, aku ngantuk," ucap Ulfi dengan suara seraknya masih dengan memejamkan mata.
"Nggak bisa gitu Ulf, aturan di pesantren ini, sholat harus dilakukan di masjid secara berjamaah, jika salah satu dari kita tidak pergi, kita bisa di hukum sekamar loh," tukas Sarah.
"Hissss lagi-lagi aturan, aturan dan aturan, basi tahu nggak," kesal Ulfi karena di ganggu saat lagi nyenyaknya tidur.
"Tapi Ulf..-"
"Astaga, kalian bisa tidak sih biarin aku tidur sebentar aja, aku capek tahu, nanti aku juga bakal ke masjid kok, merepotkan sekali aturannya," gerutu Ulfi memotong perkataan Sarah, membuat Sarah kesal hingga langsung pergi meninggalkan tempat Ulfi tanpa berkata apapun.
"Ish, capek apaan, orang dari tadi kerjaannya tidur mulu," sindir Sinta yang juga mulai kesal kepada gadis itu.
Tak ingin ribut, Sarah, Ira, Lisa, Sinta, Ika dan Fira akhirnya memutuskan untuk pergi lebih dulu ke masjid karena sholat akan segera di mulai.
Sholat berjama'ah di masjid putri pun dimulai dengan di pimpin oleh kakak kelas yang menjabat sebagai ketua putri Organisasi Pelajar di pesantren itu.
Hingga tak terasa sholat dan dzikir pun berakhir, kini tiba saatnya untuk mengabsen santriwati di tiap kamar asrama putri.
"Eh, Ulfi sudah datang kan?" bisik Sarah ingin memastikan dengan menelisik ke seluruh sudut masjid.
"Datang kok, tapi dalam mimpi," jawab Ira asal.
"Hufth, menghadapi santriwati baru memang sulitnya minta ampun, apalagi kalau orangnya kayak Ulfi, manja, malas, pemilih, bar-bar dan.." lirih Sinta namun terpotong.
"Huss, jangan gibah," sela Ika lirih.
"Oops, sorry, keceplosan, habisnya Ulfi ngeselin."
"Dia begitu karena kebiasaannya sebelum masuk pesantren, lambat laun juga akan berubah kok, kamu juga dulu kayak gitu," celetuk Ika.
"Ekhem, mau sampai kapan kalian bergosip?" tegur salah satu kakak pengurus.
"Afwan kak, nggak lagi," ujar Sarah tersenyum kikuk sambil menatap temannya satu per satu.
"Oke, sekarang giliran kamar satu, dengarkan nama kalian,"
"Siti Sarah Faradiba." "Hadir."
"Sinta Anastasya." "Hadir."
"Namira Husein." "Hadir."
"Lisa Mardani." "Hadir."
"Zulaikha Odelia Rahim." "Hadir."
"Zafirah Putri Harun." "Hadir."
"Lutfiyah Salamah Rasyid."
Tidak ada sahutan dari pemilik nama itu.
"Lutfiyah Salamah Rasyid?" ulangnya. Namun tidak ada sahutan dari si pemilik nama.
Menyadari Ulfi tidak datang, keenam gadis dari kamar satu itu hanya bisa tepuk jidat pasrah.
"Ya salaaam, welcome hukuman," gumam mereka bersamaan.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
juli8ri
jadi ingat masa masa asrama dulu
2023-02-05
1
meE😊😊
crta y bgus tp kok yg like dkit y?? lnjut maratonn
2023-01-24
1
Mommy QieS
semua gara² Ulfi 😂😂...dua kuntum gift 🌹🌹 dan satu tips iklan untuk Ulfi dan teman2nya😘😘
2023-01-17
1