Langit pagi terlihat begitu cerah, sinar matahari turut menghangatkan qalbu, menjadi bukti cinta Sang Khaliq bagi setiap ciptaanNya. Hari ini menandai awal kisah seorang gadis kota harus hidup jauh dari kedua orang tuanya dan meninggalkan zona nyamannya.
Waktu baru menunjukkan pukul 6 pagi, setelah tadi malam Ulfi tidur di rumah guru tempat sang kakek tinggal, setelah sholat subuh tadi ia sudah di antar oleh kakek Hasan ke sebuah asrama putri yang akan menjadi tempat tinggalnya selama beberapa tahun ke depan.
Merasa tidak nyaman berada di kamar yang cukup sempit itu, Ulfi memutuskan untuk keluar dari kamar itu. Karena tidak memiliki arah dan tujuan lain, Ulfi hanya bisa terduduk lesu di bawah rindangnya pohon ketapang yang berada di samping kamar asrama putri, sebuah pesantren yang cukup terkenal di kawasan Timur Indonesia yang tidak lain adalah milik kakek Hasan bersama sahabatnya bernama Ghafur.
Tes
Satu tetes air mata berhasil lolos ke pipinya, tatkala ia mengingat kedua orang tuanya, bagaimana bisa kedua orang tua dan kakeknya bersekongkol untuk menyekolahkan Ulfi di pesantren tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu, benar-benar sangat mengecewakan.
"Ku pikir air mataku sudah habis setelah semalaman menangis, ternyata stoknya masih ada." Ulfi menghapus air mata sambil tersenyum kecut.
Besok adalah hari pertamanya sekolah di kelas 2 SMA, namun rasanya ia sama sekali tidak memiliki semangat untuk itu, jangankan sekolah, menginjakkan kakinya ke asrama saja ia masih enggan. Padahal sejak ia tiba di asramanya sebuh tadi, sang kakek sudah membantunya untuk memasukkan barang-barangnya ke asrama.
"Apa ada jalan lain untuk keluar dari penjara ini yah? Aku harus bisa keluar dari sini tanpa sepengetahuan kakek," gumamnya sambil melihat ke segala arah yang sebagian tempatnya di tumbuhi pepohonan yang rimbun.
Saat sedang sibuk mencari jalan, tiba-tiba matanya menangkap sosok pria tampan dengan baju koko dan sarung lengkap dengan peci sedang berjalan melintas tidak jauh dari tempat Ulfi saat ini.
"Wih gila, ganteng banget tuh cowok," pujinya. Saking terkesimanya Ulfi, ia sampai lupa jika tadi ia sedang bersedih.
“Assalamu ‘alaikum,” ucap seseorang berhasil mengagetkan Ulfi lalu menoleh ke arah sumber suara.
“Wa-wa’alaikum salam,” jawab Ulfi sembari memperhatikan sosok gadis cantik dalam balutan jilbabnya yang tampak anggun sedang berdiri di hadapannya.
“Kamu santriwati baru yang tinggal di kamar satu yah? Kok sendiri aja disini?” tanya gadis itu.
“Iya, aku masih malas masuk, disini lebih nyaman,” jawab Ulfi datar.
“Jangan malas, mau sampai kapan kamu disitu? kemarilah biar aku membantumu berkenalan dengan teman sekamar kita,” ajak gadis itu lalu menarik tangan Ulfi, sehingga mau tidak mau ia mengikuti gadis itu ke asrama.
Dan disinilah Ulfi sekarang, berada di antara enam gadis yang memakai jilbab panjang, berbeda dengan dirinya yang masih memperlihatkan rambut panjangnya. Padahal kata sang Kakek, semua pakaian muslimah telah di simpan di dalam koper yang ia bawa, tepatnya di koper yang ia sangka berisi oleh-oleh untuk sang kakek. Ulfi yang memang masih belum bisa menerima kenyataan, hanya menyimpannya dan enggan memakainya.
"Nama kamu siapa?" tanya salah seorang di antara mereka.
"Ulfi, Lutfiyah Salamah Rasyid," jawabnya datar.
"Ulfi, kenalkan namaku Sarah, Siti Sarah Faradiba, ketua kamar disini" ucap Sarah memperkenalkan diri dengan begitu ramah.
"Yang ini Ira, Namira Husein, si paling rapi dan bersih di kamar ini. Lalu yang ini Sinta, Sinta Anastasya, si paling cerewet, kadang baik dan kadang pemarah," ucap Sarah membuat Sinta mendengus.
"Yang ini Ika, Zulaikha Odelia Rahim, si kutu buku dan paling pintar di kamar ini." Ika tersenyum manis kepada Ulfi.
"Itu hanya penilaian sementara kok, semuanya bisa saja berubah kapanpun itu," kilah Ika.
Kalau yang ini Lisa Mardani, si paling heboh di kamar ini dan yang terakhir ini Fira, Zafirah Putri Harun, si paling pendiam di kamar ini," ucap Sarah mengakhiri perkenalannya.
"Oh hai," ucap Ulfi singkat.
Ke enam teman sekamar Ulfi hanya tersenyum membalas sapaan Ulfi.
"Kalian sejak kapan masuk disini?" tanya Ulfi penasaran.
"Sejak SMP," jawab Ira.
"Kok betah, kamarnya kan sempit terus gerah lagi?" tanya Ulfi lagi sambil menyisir seluruh sudut kamar dengan tatapan malas.
"Bagaimanapun keadaannya kalau dinikmati semua kekurangan ini pasti tidak terasa, ini malah akan menjadi sesuatu yang kelak akan dirindukan jika sudah tamat nanti," terang Ika.
Ulfi sama sekali tidak mengindahkan perkataan Ika, ia hanya sibuk mengipas wajahnya dengan satu tangannya karena mulai gerah.
"Oh iya, jika kamu ingin istirahat, itu tempat tidur kamu, dan di depannya itu lemari kamu," ucap Sarah menunjukkan tempat tidur bertingkat, dimana Ulfi akan menempati tempat tidur bagian bawah dan di depannya sudah ada lemari dan kopernya.
"Iya, terima kasih," ucap Ulfi lalu pergi ke tempat tidurnya dan langsung membaringkan tubuhnya, tak lupa ia menutup matanya dengan lengan tangan kanannya.
Namun, baru beberapa detik matanya terpejam suara Sarah kembali membangunkannya.
"Ulfi, jangan tidur dulu, ayo sarapan," ajak Sarah.
"Mau sarapan dimana? Disini nggak ada warung makan, aku juga nggak bisa masak," ujar Ulfi tanpa membuka mata.
"Ulfi, hello.. Ini itu pesantren yah, jadi kita tidak masak sendiri, warung makan pun tidak ada, yang ada itu mat'am alias kantin, jadi tinggal datang, terus terima pembagian makanan terus makan deh," celoteh Sinta.
"Betul tuh, dan salah satu yang bikin aku betah tinggal disini adalah ini, tinggal makan aja, nggak usah capek-capek masak," seloroh Lisa, membuat teman-temannya hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Hmm, iya iya." Ulfi bangkit lalu mengikat rambut panjangnya, berhubung pagi ini ia sudah sangat lapar, maka ia tidak ingin banyak protes. "Ayo," lanjutnya seraya berdiri dan berjalan ke arah pintu kamar.
"Eh, tunggu tunggu, kamu mau ke kantin dengan penampilan seperti itu?" celetuk Lisa sedikit heboh saat melihat penampilan Ulfi dari atas sampai bawah.
"Iya, memangnya kenapa?" tanya Ulfi santai.
"Ya ampun mana boleh seperti itu, pakai jilbabmu dulu, terus ganti celanamu dengan rok, nanti kamu bisa kena hukum loh," imbuh Sinta.
"Benar Ulfi, ini itu pesantren, sudah sepatutnya kita memakai pakaian yang sopan sesuai aturan yang berlaku disini," giliran Sarah ikut menimpali, membuat Ulfi memutar bola mata malas.
"Ampun deh, belum juga genap satu hari disini, rasanya seperti mau mati aja di cekik sama aturan," dumel Ulfi dalam hati.
"Baju aku udah sopan kok, lihat nih, semuanya tertutup kan, aku nggak mau pake jilbab, panas tahu," kilah Ulfi sambil menunjuk baju kemeja lengan panjang dan celana jeans ketat yang ia gunakan sejak kemarin.
"Aduh beb, pakaian sopan di pesantren itu beda, untuk santriwati harus pakai jilbab, baju longgar dan rok, serta kaos kaki, jadi yang boleh kelihatan itu cuma muka dan telapak tangan," jelas Ira.
"Kok gitu sih, ini namanya penyiksaan tahu nggak," sanggah Ulfi tak ingin kalah.
"Wanita itu perhiasan, tubuhnya sangat berharga untuk di pertontonkan kepada sembarang orang yang bukan mahram, laksana berlian, di perlihatkan akan mengundang niat jahat, di tutup membuatmu merasa aman, aku yakin, jauh dalam hati kecilmu membenarkan itu," terang Ika.
Ulfi terdiam sejenak, betul yang dikatakan Ika, hati kecilnya membenarkan semua perkataan temannya, namun egonya tak ingin kalah, cukup lama ia terdiam, dimana akal sehat dan egonya bergejolak tak ingin ada yang kalah. Hingga akhirnya ia menarik napas dalam lalu mengehembuskannya secara perlahan.
"Baiklah, ajari aku menggunakan jilbab," ucapnya kemudian.
Senyum bahagia kini terukir di wajah semua teman sekamarnya. Ira dengan sigap langsung maju membantu Ulfi memakai jilbab.
"Masya Allah, guys, sepertinya kamar kita kedatangan bidadari dari kahyangan," celoteh Sinta dengan mata berbinar saat melihat Ulfi yang kini tampak begitu cantik dalam balutan jilbab dan pakaian muslimah.
"Bidadari dari kahyangan apaan, yang ada itu bidadari dari comberan," seloroh Ulfi, seketika mereka semua terkekeh geli.
Ulfi dan ke enam temannya kini telah berada di kantin. Sesuai aturan, mereka harus antri untuk mengambil nasi dan sayur, lalu menerima pembagian lauk.
Sambil antri, keenam gadis itu saling bercerita hingga tidak menyadari Ulfi yang kini telah berpindah tempat.
"Hei, kamu mengambil tempatku," tegur salah satu santriwati di bagian depan kepada seorang gadis dengan gaya arogan dan tatapan tajamnya.
"Tempatmu? Enak saja, kamu pikir ini tempat nenek moyangmu apa."
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
bunda syifa
aq paling suka baca novel berlatar pesantren yg ada cerita kehidupan asrama dn persahabatan d dalam nya, karena bukan orang yg beruntung yg bisa ngerasain hidup d pesantren
2023-08-29
1
Mommy QieS
Ulfi😊😊
2023-01-17
1
Mommy QieS
aku jadi membayangkan suasana yang ada di asrama beneran, kak.😊
2023-01-17
1