BAB 9

Aku memang sering jauh dari orang tuaku saat mereka sedang dalam perjalanan bisnis, meski di tinggal berhari-hari itu tidak masalah bagiku.

Tapi semenjak masuk di penjara suci ini, aku merasa ada sesuatu yang hilang saat tidak melihat kedua orang tuaku, rasa rindu yang sangat dalam menyeruak masuk ke dalam hatiku.

Di penjara suci ini, aku mulai menyadari betapa berharganya waktu dan kebersamaan bersama orang tua yang kadang selama ini aku sia-siakan.

(Lutfiyah Salamah Rasyid)

💮💮💮

Hari demi hari berganti, dengan bantuan teman sekamarnya, Ulfi mulai menghafalkan huruf hijaiyah beserta tanda bacanya.

Tepat di hari ke tujuh, sepulang sekolah dan setelah sholat dzuhur, Ulfi kembali mengunjungi rumah kakek Hasan. Dengan begitu lancar, Ulfi menghafalkan huruf-huruf hijaiyah beserta tanda bacanya di hadapan sang kakek.

Kakek Hasan cukup lega, sebab pada akhirnya Ulfi mampu melaksanakan hukuman yang ia berikan. Keinginannya untuk berbicara dengan kedua orang tuanya mampu mendorong Ulfi untuk menyelesaikan hukuman itu secara maksimal.

"Bagus, hari ini hukuman kamu sudah berakhir," ucap kakek Hasan, membuat Ulfi langsung tersenyum senang.

"Yes, sekarang giliran kakek memenuhi janji kakek," ucap Ulfi antusias, ia sangat berharap setelah menghubungi orang tuanya, mereka akan segera datang menjenguknya.

"Baiklah, pakai ponsel kakek untuk menghubungi mereka," ujar kakek Hasan sembari menyerahkan ponselnya kepada Ulfi.

Ulfi akhirnya melakukan video call. Dan tanpa ia sadari, air matanya menentes tatkala wajah kedua orang tuanya muncul di layar ponsel itu. Cukup lama Ulfi berbicara, ia bahkan menumpahkan semua keluh kesahnya kepada kedua orang tuanya mengenai hidupnya di pesantren.

Bahkan ia meminta kedua orang tuanya untuk menjemputnya pulang ke Jakarta, namun tentu saja kedua orang tuanya tidak bisa berbuat apa-apa. Jangankan menjemput, menjenguk saja mereka tidak bisa, sehingga hal itu membuat Ulfi kembali merasa kecewa.

💮💮💮

Setelah menerima telepon dari sang putri, Hana kembali menangis sesegukan, entah sudah berapa kali ia menangis sejak Ulfi di masukkan ke pesantren, ia benar-benar khawatir memikirkan nasib putrinya disana.

Rasyid yang berada di sampingnya bahkan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun kecuali menguatkan sang istri. Jika saja ia tidak terikat janji dengan sang ayah untuk tidak menjenguk Ulfi sampai di bulan ke enam Ulfi berada disana, mungkin setiap hari ia akan datang untuk menjenguknya, tidak peduli berapa banyak biaya yang harus ia keluarkan asal ia dapat sering mengunjugi putrinya itu.

💮💮💮

Ulfi kini berjalan kembali ke asramanya, namun saat di tengah jalan, ia melihat teman kamarnya yang berada di kantin sedang melambaikan tangan ke arahnya. Ulfi yang merasa lapar, akhirnya pergi menyusul mereka di kantin.

"Bagaimana Ulf, sukses setorannya?" tanya Sarah.

"Gagal," jawab Ulfi malas.

"Kok gagal, bukannya kamu lancar banget tadi waktu masih di kamar?" tanya Sinta.

"Setoranku sukses, tapi tujuanku gagal."

"Tujuan kamu?" kali ini Ira yang penasaran.

"Iya, aku itu menghafal karena aku ingin menghubungi kedua orang tuaku untuk menjengukku, tapi mereka malah tidak bisa."

"Mungkin kamu udah di buang," celetuk Amel yang melewati mereka dan mendengar perkataan Ulfi. Tentu saja hal itu membuat ketujuh gadis itu menatap ke arah Amel, apalagi Ulfi yang menatapnya dengan tajam.

"Eh kalau ngomong jangan sembarangan dong," ucap Ulfi yang langsung menghampiri Amel dan mendorongnya hingga gadis itu tersungkur di lantai.

Ulfi bahkan ingin kembali menghampiri Amel namun segera di tahan oleh Sinta dan Sarah.

"Kenapa kamu marah, harusnya kamu intropeksi diri, mungkin orang tuamu muak melihat anak gadis sepertimu yang bar-bar plus malu-maluin karena pernah di tangkap polisi, iya kan?" sarkas Amel, membuat Ulfi terdiam, ia tidak menyangka berita tentang dirinya yang pernah di tangkap polisi bisa sampai di telinga Amel.

"Kenapa diam? jadi benarkan kalau kamu memang pernah masuk pen..-"

"Cukup Mel?" sanggah Sarah menghentikan perkataan Amel, ia kini melihat ke arah Ulfi yang tampak begitu marah dengan tangan yang sudah mengepal kuat.

"Lisa, Ira, tolong antar Ulfi ke kamar, siang ini kita makan di kamar saja, sekali-kali makan di kamar nggak apa-apa kali yah," ucap Sarah pelan kepada teman sekamarnya.

"Asal nggak ketahuan aja," imbuh Ika ikut berbicara pelan.

Dan akhirnya, Lisa, Ulfi, dan Ira telah kembali ke kamar lebih dulu. Sementara Sarah, Ika, Fira dan Sinta sedang bernegosiasi dengan mbak kantinnya agar bisa membawa makanan dengan porsi lebih untuk setiap orang.

Tak menunggu lama, Sinta yang memang sangat pandai bernegosiasi akhirnya berhasil mendapatkan makanan 2 porsi per orangnya. Dengan menyembunyikan makanan yang mereka bawa di balik kerudung besarnya serta jalan dengan cepat tanpa menimbulkan kecurigaan, kini mereka berhasil tiba di kamar mereka dengan makanan yang masih utuh. Untuk menjaga keamanan mereka dari pembina asrama, Sinta dengan sigap menutup pintu dan gorden jendela.

Kini mereka telah berkumpul membentuk lingkaran di bagian belakang kamarnya yang memang sedikit luas dan lebih aman karena terhalang lemari jika di lihat dari depan kamar.

"Tunggu dulu, rasanya ada yang kurang deh," gumam Lisa lalu beranjak dari duduknya dan pergi mengambil sesuatu di dalam lemarinya.

"Tadaaa, makan dengan ini pasti lebih berasa nikmatnya," ujar Lisa sambil memperlihatkan sebuah nampan besar.

"Wah benar banget," timpal Sinta lalu menuangkan semua makanan yang di bawanya ke dalam nampan itu.

Dan tentu saja itu membuat Ulfi bingung. "Hey, apa yang kalian lakukan?" tanya gadis itu.

"Kita akan makan sepiring bertujuh Ulfi," jawab Ika.

"Iiiihh, kok gitu sih, jorok tahu," protesnya.

"Yaa nggak joroklah, kamu pikir kita apaan bilang jorok, ini tuh cara makan paling nikmat, makan sepiring bersama, iya kan guys?" tukas Sinta.

"Betoooool," timpal Lisa sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.

"Kemarilah Ulf, coba dulu, suatu saat kamu pasti akan merindukan ini," ajak Sarah.

Meski ragu, Ulfi tetap mencobanya, ini pertama kalinya ia makan sepiring bersama dengan orang, dan itu cukup membuatnya tidak nyaman.

"Aku kenyang ah." Ulfi meletakkan sendoknya di suapan ketiga saat keenam temannya masih asik makan.

"Yakin udah kenyang?" tanya Ira memastikan.

"Iya," jawab Ulfi lalu beranjak dari tempatnya dan duduk sejenak di tempat tidurnya.

Sarah yang masih asik makan sesekali menoleh ke arah Ulfi yang tampak begitu gelisah, entah apa yang gadis itu pikirkan saat ini, yang jelas ia seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat, dan itu terlihat jelas dari keningnya yang mengerut dan matanya yang tampak berembun.

Gadis itu kemudian berdiri dan membuka lemarinya selama beberapa saat, kemudian ia memakai jilbabnya hendak keluar.

"Ulf, mau kemana?" tegur Sarah.

"Keluar sebentar," jawab Ulfi tanpa menghentikan langkahnya.

Sarah hanya mengedikkan bahunya lalu kembali melanjutkan aktivitas makannya yang tertunda.

💮💮💮

Tak terasa, malam kembali menyongsong, adzan maghrib kembali terdengar di seluruh penjuru pesantren, membuat semua santri maupun santriwati bersiap-siap untuk menunaikan ibadah itu.

"Guys, Ulfi mana sih? Jujur yah aku udah lelah tahu di hukum terus gara-gara tuh anak nggak ikut sholat berjamaah," celetuk Sinta sambil memakai mukenahnya.

Yah, sudah seminggu lebih Ulfi tinggal di pesantren, dan selama itu pula, Ulfi sering sekali bolos sholat berjama'ah dengan berbagai alasan yang tentu saja tidak di terima oleh kakak pengurus mereka. Alhasil, hukuman mereka kian menumpuk, mulai dari membersihkan toilet, halaman belakang asrama, hingga membersihkan masjid harus mereka terima bersama. Dan Ulfi, gadis itu hanya sesekali ikut melaksanakan tugasnya, sisanya ia lebih banyak duduk dan jadi penonton.

"Eh iya juga, sejak siang tadi dia keluar, dimana dia?" imbuh Sarah.

"Di rumah kakeknya kali," ujar Lisa.

"Atau jangan-jangan...-" Sinta menghentikan perkataannya sambil menatap wajah teman-teman kamarnya seolah sedang berkomunikasi memakai ilmu telepati.

"Huss, jangan su'udzhon dulu, kita tunggu saja dia sampai jam 9, kalau lagi-lagi dia belum kembali maka kita harus melapor ke ustadzah Fauziyah," ujar Sarah.

-Bersambung-

Terpopuler

Comments

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Emak kalau doa yang baik- baik ya

2023-01-27

1

teti kurniawati

teti kurniawati

intinya harus ikhlas.. he he.. doa emak juga ngaruh sama anak..

2022-12-13

1

teti kurniawati

teti kurniawati

emak.. biasanya begitooh.. 😁

2022-12-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!