Hari sudah semakin sore, tujuh santriwati dari kamar satu kini tengah berbaris rapi di depan kamar mereka sambil menunduk, kecuali Ulfi yang sejak tadi hanya menatap tajam ke arah kakak pengurus yang sedang berdiri di depan mereka. Pasalnya, saat ia masih asyik tidur, salah satu kakak pengurus itu memaksanya bangun untuk sholat, padahal ia sendiri lupa bagaimana caranya sholat. Dan sekarang, ia malah di suruh berdiri bagaikan patung
"Siapa namamu?"
"Ulfi,"
"Asal?"
"Jakarta!"
Kakak pengurus itu hanya bisa menarik napas dan membuangnya pelan saat mendapat jawaban dari Ulfi, pasalnya alih-alih mendapat jawaban yang lemah lembut atau setidaknya suara pelan, ia justru mendapat jawaban dengan suara yang lantang untuk setiap pertanyaannya.
"Ulfi, aku tahu kamu santriwati baru disini, tapi perlu kamu ketahui bahwa saat ini kamu sedang berada di pesantren, tempat yang mengikat santri dengan aturan ketat demi menjaga attitude dan kedisiplinan , kamu harus patuhi itu jika kamu tidak ingin bermasalah," ujar kakak pengurus itu dengan nada tegas.
Ulfi hanya memandang kakak pengurus itu datar tanpa ekpresi kali ini, ia enggan menyahuti perkataan kakak pengurus itu karena dalam hatinya ia ingin berbuat semaunya agar ia bisa di keluarkan dari pesantren ini, secepatnya.
"Baiklah, karena ada salah satu teman kalian yang melanggar aturan, maka hukuman kalian adalah membersihkan kamar mandi sekolah besok, SEMUANYA!"
Bagai pepatah yang mengatakan satu berbuat, semua kena batunya.
"Yaa," sahut ke enam santriwati itu dengan lesu kecuali Ulfi yang memang tidak berniat melakukannya.
💮💮💮
Keesokan harinya
Ulfi dan keenam teman kamarnya kini berjalan bersama menuju sekolah mereka yang letaknya tidak begitu jauh dengan asrama mereka.
Ulfi yang pada dasarnya memiliki paras cantik jelita, membuat beberapa santriwati maupun santri yang sudah berada di sekolah sedikit terhipnotis akan kecantikan parasnya.
Namun, bagi Ulfi, hal seperti itu sudah biasa, bahkan dulu dalam sehari ia bisa menerima pengakuan cinta dari 5 orang sekaligus di sekolah lamanya, belum lagi di luar sekolah.
Yah, disekolahnya dulu, Ulfi bagaikan primadona, tidak hanya kaya dan berkelas, ia juga sangat cantik dan pintar. Tak heran jika yang mengejarnya juga dari kalangan berkelas, namun tentu saja langsung di hempaskan dengan manja oleh Ulfi.
Ulfi merasa masih terlalu kekanak-kanakan untuk menjalin sebuah hubungan, itu sebabnya dia belum tertarik kepada laki-laki manapun.
"Assalamu 'alaikum.." ucap Sinta saat memasuki kelas yang kini sudah ada beberapa teman mereka di dalam, baik laki-laki maupun perempuan.
Yah, khusus untuk jenjang SMA, kelas santri dan santriwati di gabung, berbeda dengan jenjang SMP dimana kelas santri dan santriwati dipisah.
"Teman-teman, kenalkan ini teman baru kita, namanya Ulfi," ucap Sarah memperkenalkan Ulfi di depan kelas.
"Halo Ulfi, kenalkan namaku Bahar," ucap seorang santri yang tampak hitam manis sambil menangkupkan kedua tangannya.
"Aku Syafri," ucap teman di samping Bahar dengan cara yang sama.
Semua santri di kelas itu tampak antusias memperkenalkan diri kecuali santri yang sejak tadi hanya membaca Al-Qur'an tanpa mempedulikan Ulfi dan yang satu seorang santriwati yang tampak sedang kesal menatap Ulfi saat ini. Dia adalah Amel, santriwati yang sempat baku dorong dengan Ulfi kemarin saat di kantin.
Melihat Ulfi menatap ke arah santri cuek yang sejak tadi menunduk, Syafri yang mengerti langsung berdiri dan memperkenalkan santri itu.
"Oh iya, kalau kamu penasaran siapa anak itu, namanya Daus, Firdaus As-Siddiq, dia memang orangnya begitu, dingin bagaikan kulkas dan datar bagaikan dinding, hahaha," ujar Syafri lalu tertawa renyah, namun terasa garing di kelas itu sebab tak ada yang ikut tertawa. Tawa itu perlahan memudar dari wajahnya, satu tangannya kini menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Oh," jawab Ulfi singkat lalu duduk di tempat yang kosong tepat di samping Fira.
Tak lama kemudian, jadwal pelajaran pun bermula, seorang ustad muda dan tampan memasuki kelas itu.
"Sar, ustad idola kita udah datang," bisik Sinta dari belakang sambil menepuk pundak Sarah.
Beberapa santriwati kini tampak antusias saat ustad muda itu mengajar, termasuk Ulfi yang cukup terpesona dengan ketampanan ustad itu. Bagaimana tidak, ustad itu memiliki mata indah, alis tebal, hidung mancung dan rahang tegas. Belum lagi tubuhnya yang tinggi dan tegap dengan kulit putihnya yang di balut dengan baju koko membuat aura ketampananmya semakin terlihat.
"Fir, siapa nama ustad itu?" bisik Ulfi lepada Fira.
"Oh, namanya ustad Ammar," jawab Fira ikut berbisik.
"Oh." Ulfi membulatkan bibirnya. "Masih lajang? Umurnya berapa? Asli mana? Dia tinggal dimana? Apa dia bel..."
"Ekhem, kalau mau bicara, bicaralah di koridor sekolah agar lebih leluasa," tegur ustad itu saat mendengar suara Ulfi yang seperti berbisik namun terdengar sampai ke telinganya.
"Emangnya boleh ustad tampan?" celetuk Ulfi polos, semua teman-teman Ulfi dalam kelas itu kompak melihat ke arah Ulfi dengan mata membola tidak percaya, baru kali ini ada yang berani menggombal ustad itu.
Ustad Ammar mengerutkan keningnya melihat santriwati yang tampak asing di matanya.
"Apa kamu santriwati baru?"
"Iya ustad, kok tahu?"
Semua teman Ulfi hanya bisa menahas napas mendengar keberanian Ulfi, satu yang Fira lupa katakan kepada Ulfi, bahwa ustad tampan itu adalah salah satu ustad tergarang di pesantren ini.
Dengan sorot mata tajam, ustad itu berjalan menghampiri meja Ulfi yang berada di belakang.
"Kok tahu?" desis ustad Ammar mengulangi perkataan Ulfi, namun Ulfi justru mengangguk santai dan jangan lupakan senyuman sok manisnya itu.
Plak
Sebuah tongkat kecil yang selalu di pegang ustad itu mendarat dengan begitu keras di meja Ulfi, membuat si empunya meja terperanjat tentu saja dengan raut wajah yang berubah 180 derajat.
"Berdiri di depan kelas sampai kamu bisa membedakan mana sikap untuk guru dan mana untuk temanmu," titahnya dengan suara tegas.
"Tapi pak..-"
"Tidak ada tapi-tapian!" tegas ustad Ammar sebelum Ulfi menyelesaikan perkataannya.
Merasa sangat kesal, Ulfi berdiri dengan tatapan tajamnya ke arah ustad muda itu.
Sementara yang di tatap memilih kembali ke tempat duduknya tanpa rasa bersalah.
Ulfi hanya berdiri diam bagaikan patung, namun sangat jelas dari matanya memperlihatkan tatapan marah pada ustad yang saat ini sudah mengajar.
Tak terasa, kini jam sekolah telah berakhir. Sesuai hukuman, sebelum pulang ke asrama, Ulfi dan teman-teman sekamarnya harus membersihkan semua toilet di sekolahnya sebelum waktu sholat dzuhur.
Dan kini mereka semua telah berada di toilet, kecuali Ulfi tentu saja.
"Hah sudah ku duga, pasti dia akan menghilang lagi," gerutu Sinta sambil menyikat lantai toilet.
"Hah sudah ku duga kamu akan menggerutu Sinta," celoteh Lisa.
"Dan sudah ku duga kamu akan berceloteh saat mendengarku menggerutu Lisa," cetus Sinta.
"Hei, sudah ku duga kalian akan berdebat lagi," sela Sarah membuat kedua gadis itu terdiam sambil melempar tatapan satu sama lain lalu tertawa renyah.
"Lagi-lagi kita harus melakukan sesuatu tanpa Ulfi, si gadis bandel nan manja itu," umpat Sinta kemudian.
💮💮💮
"Uhuk uhuk uhuk.. duh siapa lagi yang mengumpatku, kurang kerjaan sekali dia," gumam Ulfi sambil berbaring di depan teras depan rumah tempat sang kakek tinggal karena kakek Hasan masih belum pulang dari masjid.
Ulfi berbaring begitu santai sambil menatap langit-langit rumah itu. Dengan berbantalkan lengan tangan kanannya, dan kaki yang saling bertumpu, membuat Ulfi merasa begitu nyaman, di tambah hembusan angin yang begitu sejuk membuat matanya seketika terasa berat.
Dalam waktu sekejap, gadis itu sudah masuk di dunia mimpinya dan tanpa Ulfi sadari, ia telah menjadi pusat perhatian bagi para santri yang lewat di dekat rumah itu. Yah, rumah yang saat ini di tinggali kakek Hasan dan sahabatnya ini berada di kawasan asrama putra, sehingga banyak santri putra maupun para ustad yang lalu-lalang.
"Hei.. Kenapa ada santriwati disini?" suara bariton seorang pria sontak membuat Ulfi terbangun dan langsung bangkit dari tidur santainya. Masih berusaha mengumpulkan kesadarannya, Ulfi memicingkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya secara mendadak, beberapa saat kemudian mata Ulfi membola sempurna saat melihat siapa yang ada di hadapannya saat ini.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
meE😊😊
sarah dkk pda lucu yaa😂😂
2023-01-24
1
💞Amie🍂🍃
Syafri langsung peka ya, Sampek se detail itu memperkenalkan si daus
2022-12-31
2