Siang itu, hari terasa semakin terik, namun tak juga menyurutkan langkah kaki Ulfi menuju rumah kakek Hasan. Rencananya ia ingin kembali menghubungi orang tuanya untuk menanyakan langsung alasan mereka tidak bisa menjenguknya. Jika alasan biaya, itu sangat tidak masuk akal, sebab bolak balik keluar negeri setiap hari pun tak akan membuat keuangan orang tuanya bergeser.
Perkataan Amel siang itu cukup membuatnya tidak tenang dan was-was. Ulfi sadar diri bahwa selama ini ia memang tidak pernah membuat kedua orang tuanya merasa bangga, ia lebih sering membuat masalah daripada membuat prestasi. Apalagi masalahnya kemarin yang tertangkap polisi sudah pasti mempermalukan kedua orang tuanya.
Ulfi terus melangkahkan kakinya mendekati rumah kakek Hasan, namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat ia melihat cukup banyak orang di rumah itu.
Karena tak ingin mengganggu, Ulfi akhirnya memutuskan untuk memutar haluan menuju kantin putri dan duduk di gazebo yang berada di halaman kantin.
Begitu banyak yang ia pikirkan saat ini. Mulai dari melihat cara makan teman-temannya yang sepiring bersama, membuatnya merasa sangat tidak nyaman bahkan bisa dikatakan ia merasa jijik makan seperti itu, pasalnya selama ini ia selalu makan sendiri dan tidak pernah sekalipun ia makan bersama dengan seseorang dalam satu piring, termasuk kedua orang tuanya. Belum lagi ia sangat lelah mendengar keluhan teman-temannya yang dihukum karena ulahnya, di tambah aibnya yang memalukan sudah di ungkapkan Amel, rasanya kali ini ia sudah kehilangan muka di hadapan teman-temannya, lalu apa gunanya ia bertahan bersama mereka disini?
Tak lama setelah itu, masih di tengah keresahannya, sebuah mobil pick up datang di halaman kantin. Ulfi memperhatikan mobil itu sambil menyenderkan kepalanya di tiang gazebo, rupanya itu adalah mobil yang mengantar bahan makanan setiap harinya ke pesantren. Terlihat sang supir yang mengeluarkan satu per satu bahan makanan dari bagian deck mobil yang tertutup tarpal.
Melihat bagian deck mobil yang mulai kosong, Ulfi kembali berpikir untuk kabur, dengan begitu ia bisa sedikit merasa lega karena terbebas dari belenggu penjara suci yang sungguh menyiksa lahir dan batinnya.
Dengan mengendap-endap, Ulfi berjalan ke belakang mobil pick up tersebut lalu menyusup masuk ke dalam deck mobil yang tertutup tarpal sebelum sang supir kembali ke mobilnya.
Hingga beberapa saat kemudian, mobil pick up tersebut mulai melaju meninggalkan pesantren.
💮💮💮
Malam kini menjemput, kakek Hasan beserta kakek Ghafur dan anak bungsunya masih asik berbincang santai setelah tadi mereka melakukan pembicaraan serius.
Namun, tiba-tiba ponsel kakek Hasan berdering dimana nama ustadzah Fauziah kembali terpampang di layar ponselnya.
"Kira-kira apalagi yang cucuku itu lakukan sampai pembina asramanya kembali meneleponku," gumamnya dalam hati sembari menatap layar ponselnya, jantungnya sedikit berdebar-debar, berharap cucunya tidak lagi melakukan sesuatu yang melanggar.
"Assalamu 'alaikum?" ucap kakek Hasan setelah menggeser ikon telepon warna hijau di ponselnya.
"..."
"Apa? Lagi?" pekiknya kakek Hasan sambil menepuk jidatnya.
"..."
"Baiklah, saya akan mencarinya, terima kasih, assalamu 'alaikum," Kakek Hasan mengakhiri panggilannya.
"Ada apa Hasan?" tanya kakek Ghafur penasaran.
"Cucuku, dia kabur lagi," ucap kakek Hasan lesu. "Kemana lagi dia kali ini?" lanjutnya dengan suara bergetar.
"Hasan, tenanglah, saya akan menghubungi anak saya, siapa tahu cucumu datang lagi kesana," usul kakek Ghafur lalu menghubungi nomor ibu Firdaus. Beberapa saat kemudian panggilannya berakhir.
"Cucumu tidak ada disana," cicitnya kemudian.
"Astaghfirullah, dimana kali ini saya harus mencarinya?"
"Izinkan saya membantu mencarinya pak," usul anak bungsu kakek Ghafur yang sejak tadi diam.
"Terima kasih nak," ucap kakek Hasan.
Mendengar usulan sang putra bungsu, tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikiran kakek Ghafur.
"Hasan, aku punya ide, bagaimana jika rencana kita tadi siang itu kita majukan, siapa tahu dengan begitu cucumu tidak akan kabur lagi."
Kakek Hasan tampak terdiam, sejenak ia berpikir sambil mengetukkan jarinya di atas meja.
"Sepertinya apa yang kau katakan ada benarnya, bagaimana menurutmu nak?" Kakek Hasan bertanya kepada putra bungsu sahabatnya itu.
"Kalau saya mana baiknya saja pak," jawabnya.
💮💮💮
Suhu yang dingin di atas mobil membangunkan seorang gadis yang tertidur di dalam deck mobil yang tertutup tarpal.
Merasa mobil yang tadi ia tumpangi berhenti, Ulfi beringsut keluar dari deck mobil itu.
"Ya ampun aku dimana sekarang?" monolonya saat melihat keadaan sekitar mobil yang sangat sepi. Hanya ada satu rumah di tempat itu, namun rumah itupun sudah gelap. Satu-satunya yang menjadi penerang disitu adalah lampu jalan yang jaraknya tisak terlalu jauh dari tempat parkir mobil tersebut.
Perlahan gadis itu melihat arloji yang setia melingkari pergelangan tangannya. " Ya ampun, sudah jam 12 malam, tapi dimana jalan rayanya? ya ampun aku takut." Ulfi merutuki kebodohannya yang tidak sengaja tertidur, jika saja ia tidak tertidur tentu ia masih memiliki kesempatan untuk mencari mobil yang bisa membawanya ke kota, dengan begitu ia bisa langsung menuju bandara untuk terbang ke Jakarta.
Masih berdiri di dekat mobil, tiba-tiba Ulfi melihat seseorang dari jauh sedang berjalan ke arahnya. Dengan cepat, ia kembali masuk ke deck mobil yang di tutupi tarpal.
"Ya ampun siapa orang itu, kenapa jam segini dia berkeliaran? Apa jangan-jangan dia pencuri?" batin Ulfi dengan tubuh yang mulai bergetar.
Semakin lama suara langkah kaki semakin terdengar mendekatinya.
"Kakek, Ulfi takut, maafkan Ulfi yang kembali melanggar aturan kakek, Ulfi janji, kalau Ulfi selamat Ulfi akan nurut apa kata kakek," ucapnya dalam hati semakin ketakutan.
Kini terdengar suara tarpal yang sedang di buka talinya.
"Ya ampun aku takut sekali, apa aku pura-pura ko it saja kali yah?" batinnya lagi lalu segera menutup matanya saat seseorang membuka tarpal mobil itu.
"Ulfi? kamu kenapa?" ucap seorang pria sambil menggoyangkan tubuh Ulfi.
"Kenapa orang ini mengenaliku? Apakah berita kemarin sangat viral hingga membuatku terkenal?" batinnya masih mempertahankan aktingnya karena sangat takut.
Karena tak merespon, akhirnya orang itu memutuskan untuk mengangkat tubuh Ulfi.
"Ya ampun habislah aku, mau di bawa kemana aku?" batin Ulfi meronta-ronta.
Ulfi merasa kini tubuhnya di dudukkan di sebuah tempat yang ia yakini adalah mobil, dan sesaat kemudian mobil itu mulai berjalan.
Perlahan Ulfi membuka sedikit matanya, untuk melihat siapa yang membawanya saat ini, jika ia lolos setidaknya ia bisa menjelaskan ciri-ciri orang itu di hadapan polisi. Namun, belum juga matanya melirik ke arah pria yang membawanya, suara bariton pria itu lebih dulu mengagetkannya.
"Sudah bangun?" tanya pria itu.
Namun, Ulfi tak menjawab, ia memilih kembali berakting karena sangat terkejut.
"Sudahlah, berhenti berakting, kamu itu santriwati, bukan artis."
Mendengar kata santriwati, Ulfi akhirnya langsung membuka matanya dan menoleh ke arah pria itu.
"Astaga ternyata ustadz killer, kenapa tidak bilang dari tadi kalau itu ustadz, saya hampir koit karena takut loh ustadz," seloroh Ulfi menutupi keterkejutannya.
"Salah siapa hobi kabur, hah?"
"Yaa.. yaa salah.. salah..-" Ulfi menghentikan perkataannya karena ia sendiri bingung siapa yang harus ia kambing hitamkan saat ini.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
dineeeey
semangatzzzzzz
2023-02-16
1
💞Amie🍂🍃
MasyaAllah Ulfi, kelakuan mu lohhhh
2023-01-27
1
meE😊😊
ank bungsu y kakek ghofur itu ustd killer kn??🤭
klo iya brrti dia sodraan ma si daus kn daus cucu y kakek ghofur
2023-01-24
1