Ibu, ayah, dulu kalian selalu ada untukku, memanjakanku dengan kasih sayang, semua yang ku inginkan kalian berikan. Meski kadang jauh, namun perhatian tak pernah luput dari kalian.
Sayangnya, saat kalian membutuhkanku, aku justru berkeliaran bersama teman-temanku, aku justru sibuk dengan urusanku sendiri, dan kalian tidak pernah protes akan hal itu.
Semenjak masuk di pesantren ini, hal pertama yang membuatku menyesal adalah menyia-nyiakan kesempatanku bersama kalian, kedua orang tuaku. Tempat ku berbagi keluh-kesah, tempatku kembali di saat orang lain menjauhiku, dan tempatku bermanja di saat diriku merasa rapuh.
Ibu, ayah, maafkan aku yang tidak tahu diri ini, maafkan kekuranganku yang kerap kali membuat kalian merasa malu, maafkan aku atas setiap masalah yang ku ciptakan. Jika kelak aku di tanya mengenai kalian, maka aku akan menjawab bahwa aku sangat bahagia dan bangga bisa menjadi putri kalian, sungguh kalian adalah anugerah terindah dan bentuk kasih sayang Allah kepadaku.
Ibu, ayah, aku mencintai kalian, sangat mencintai kalian, jika aku disuruh memilih antara nyawaku atau kebahagiaan kalian, maka ku relakan nyawaku demi kebahagiaan kalian. Tidak, bahkan nyawaku pun tak mampu mengganti setiap tetes darah, keringat dan air mata yang telah kalian tumpahkan demi membesarkanku.
Terima kasih ibu dan ayah, Ulfi sangat mencintai kalian, semoga Allah selalu melindungi dan menjaga kalian dengan rahmat dan kasih sayangnya.
(Lutfiyah Salamah Rasyid)
💮💮💮
Tanpa berbicara, Ulfi langsung menghambur memeluk sang ibu yang sangat ia rindukan. Tangisannya seketika pecah, tubuhnya bergetar hebat, entah seberapa besar beban yang selama ini ia tahan di dalam hatinya, rasanya saat memeluk sang ibu beban itu seolah terbang seketika.
"Ibu, Ulfi rindu sama ibu, hiks," ucapnya di tengah tangisan.
"Iya sayang, ibu juga sangat merindukan kamu nak," ucap ibu Hana sambil mengusap kepala Ulfi begitu lembut. "Bagaimana kabarmu sayang? Apa kamu sehat?" lanjutnya bertanya sambil melepas pelukannya dan mengusap lembut pipi putri kesayangannya yang kini telah basah oleh air mata.
Ulfi mengangguk cepat, "baik ibu," jawabnya sesegukan. "Ibu sendiri bagaimana kabarnya?" lanjutnya.
"Ibu juga baik nak," jawab ibu Hana.
"Ekhem, apakah ayah sudah dilupakan?" seorang pria berkacamata muncul di balik pintu.
"Ayah!" Ulfi langsung turun dari tempat tidur dan memeluk sang ayah yang juga sangat ia rindukan.
"Akhirnya ayah bisa memeluk putri kesayangan ayah ini," ucap ayah Rasyid sembari mengecup kening Ulfi dengan sayang.
"Ulfi sangat merindukan ayah dan ibu," cicit Ulfi lalu kembali memeluk ayahnya.
"Ayah dan ibu memang sengaja yah mau kasi surprise ke Ulfi? Kemarin kan bilangnya tidak bisa," tanya Ulfi kemudian, membuat ayah Rasyid dan ibu Hana langsung saling memandang lalu kemudian mengangguk pelan.
Sejujurnya kedatangan mereka kali ini karena titah kakek Hasan malam itu yang begitu mendadak. Karena mengejar waktu, mereka terpaksa menggunakan helikopter milik teman ayah Rasyid yang mendarat di sebuah lapangan yang tidak jauh dari pesantren.
"Apa sudah lepas rindunya? Sekarang bersiaplah untuk sholat subuh, karena acaranya akan dilaksanakan setelah sholat subuh," ujar kakek Hasan yang saat ini sedang berdiri dekat pintu lalu pergi.
"Iya ayah," jawab ayah Rasyid dan ibu Hana kompak.
"Acara apa?" tanya Ulfi bingung.
Ayah Rasyid dan ibu Hana kembali saling memandang. "Cepatlah sholat, nanti ibu akan jelaskan," jawab ibu Hana.
Mereka pun akhirnya melaksanakan sholat subuh, dimana ayah Rasyid dan kakek Hasan sholat di masjid, sedangkan ibu Hana dan Ulfi sholat bersama di rumah.
Setelah sholat dan berdoa, ibu Hana langsung mengeluarkan sebuah pakaian kebaya berwarna putih sederhana namun terlihat sangan indah.
"Ibu, itu baju apa?" tanya Ulfi penasaran.
Ibu Hana terdiam sejenak, memikirkan kata yang tepat agar sang putri tidak salah paham atau bahkan mengamuk.
"Ulfi, begini sayang, berhubung ayah dan ibu tinggal berjauhan dari kamu, dan kakek juga sudah tua untuk selalu menjagamu, maka kami sepakat untuk memilihkanmu dengan seorang imam yang bisa menjaga kamu selama 24 jam selama berada di pesantren ini," terang ibu Hana, membuat Ulfi mengernyitkan alisnya.
"Maksud ibu apa? Ulfi nggak ngerti, imam? Imam apa?" cecar Ulfi yang menuntut penjelasan lebih karena perasaannya seketika tidak enak dan jantungnya berdebar tanpa alasan.
"Kamu akan menikah sayang, nanti suami kamu yang akan menjagamu selama disini."
"Apa? menikah? Ibu bercanda kan?"
Ibu Hana menggeleng pelan, "tidak sayang, ibu serius dan itu alasan kami berada disini sekarang." Jawaban ibu Hana seketika membuat tubuh Ulfi melemas, jantungnya berdetak kencang.
Tidak lama setelah itu, kakek Hasan dan ayah Rasyid yang baru pulang dari masjid masuk ke dalam kamar dimana Ulfi dan ibu Hana berada.
"Kenapa kalian begitu egois? Selalu mengambil keputusan tanpa melibatkan Ulfi?" cicit Ulfi dengan suara yang kembali bergetar.
Ibu Hana yamg bingung menjawab, akhirnya menoleh ke arah mertuanya. Berharap ayah mertuanya yang akan menjawab.
Kakek Hasan membuang napas perlahan laku mendekati Ulfi.
"Menikahlah nak, maka ada yang akan menjagamu, dan kamu tidak akan lagi merasa kesepian di pesantren ini, kakek sudah tua, kakek tidak bisa menjagamu 24 jam," ujar kakek Hasan lembut.
"Tapi kenapa harus menikah sekarang? Ulfi bahkan masih 16 tahun," protes Ulfi.
"Kakek terpaksa mengambil jalan ini, mengingat sudah dua kali kamu berusaha kabur dari pesantren ini," jawab kakek Hasan kemudian yang tidak biaa lagi menutupi alasan sebenarnya.
Degh
"A-apa? Karena Ulfi sering kabur?" kakek Hasan hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan sang cucu.
Ulfi menunduk sejenak, air matanya kembali mengalir, bagaimana biaa nasibnya selalu seperti ini, seolah dirinya selalu saja di jebak pada sebuah keputusan yang tidak bisa di negosiasi lagi.
Ia kemudian teringat mengenai ucapannya malam tadi saat dalam keadaan takut.
Kakek, Ulfi takut, maafkan Ulfi yang kembali melanggar aturan kakek, Ulfi janji, kalau Ulfi selamat Ulfi akan nurut apa kata kakek.
Perlahan Ulfi menarik napas dalam lalu menghembuskannya.
"Siapa calon suami Ulfi kek?" tanya Ulfi kemudian.
"Dia sudah di depan nak, bersiaplah lalu keluar agar aqadnya bisa segera dimulai," jawab kakek Hasan lalu keluar bersama ayah Rasyid menyisakan Ulfi dan ibunya.
"Apa kamu menerima pernikahan ini dengan ikhlas nak?" tanya ibu Hana sembari membanu Ulfi berganti pakaian.
"Bukannya Ulfi tidak punya pilihan lain selain berusaha ikhlas ibu?" ucap Ulfi sembari tersenyum kecut.
"Maafkan kami sayang." Hanya itu yang bisa di katakan ibu Hana saat ini. Ia kemudian memolesi wajah Ulfi dengan make up sederhana yang natural, meski begitu kecantikan putrinya itu begitu terlihat. Setelah semuanya siap termasuk jilbab dan mahkota, mereka langsung berjalan keluar bersama.
Kini mereka telah tiba di ruang tamu rumah kakek Hasan yang cukup luas, dimana disana sudah berkumpul ustadz dan ustadzah di pesantren itu, termasuk ustadzah Fauziyah.
Masih menyisir seluruh ruang tamu itu, pandangan Ulfi kini tertuju pada sosok pria yang terlihat begitu tampan dengan dengan balutan jas hitam dan peci hitam yang hanya menunduk namun itu tidak bisa menyembunyikan ketampanannya.
"ustadz killer? Mampus aku, jangankan mau kabur, melanggar hal kecil saja pasti tidak bisa," batin gadis itu yang mulai frutrasi sendiri.
Kini semua sudah berkumpul di ruangan itu, dan acara aqad nikah pun di mulai setelah sebelumnya di buka dengan bacaan ayat suci Al-Qur'an yang di bawakan oleh Ammar langsung, sangat merdu dan indah, bahkan Ulfi sampai memejamkan mata saking menikmati keindahan suara dari calon suaminya itu.
Calon suami? Ulfi tertawa sendiri dalam hatinya, ia tidak mampu membayangkan seperti apa nanti rumah tangganya bersama ustadz killer itu. Yang ia tahu pernikahan ini terjadi tanpa cinta di dalamnya, mungkin saja ia akan menerima siksaan demi siksaan batin dari ustadz killer itu.
Ulfi segera menggelengkan kepalanya cepat, menepis semua pikiran buruknya itu.
Suasana hening seketika saat ayah Rasyid mulai menyebutkan kalimat aqad yang langsung di sambung oleh Ammar dengan begitu lantang dalam satu tarikan nafas, namun Ulfi justru menahan napasnya.
"Sah"
Suara ucapan syukur seketika membuat Ulfi membuang napasnya kasar.
"Welcome aturan baru yang lebih mengikat," batin gadis itu lesu.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Makanya jadi anak itu jangan bandel,Ini sih juga berpunca kedua ortunya Ulfi sendiri,Org kaya mah selalu mengejar harta duni,padahal mereka orang pandai agama,mereka pasti tau harta dunia itu adalah godaan syaitan yg paling nyata,Hingga ada yg melakukan perkara yg di tantang oleh agama..
2024-01-18
1
juli8ri
ustad itu asli romantis, bukan hanya di dunia novel aja
2023-02-05
2
💞Amie🍂🍃
Suka sama ceritanya , untukmu thor🌹🌹
2023-01-27
1