Ulfi merasa mobil yang ia tempati saat ini tidak berjalan lagi. Perlahan ia membuka matanya.
"Hoaam," ia menguap sambil meluruskan tubuhnya yang agak pegal.
"Apa sudah sampai pak?" tanya gadis itu sembari menoleh ke tempat supir, namun ia tidak mendapati supir tadi di tempatnya.
Ulfi mulai mengedarkan pandangannya ke segala arah. "Loh, itu kan rumah kakek, eh itu dia supirnya," gumam Ulfi saat melihat supir yang tadi membawanya sedang berbicara dengan pria berusia senja yang tidak lain adalah kakeknya.
"Ustadz killer," ucap Ulfi saat melihat supir itu berbalik dan berjalan menuju rumahnya sendiri yang tidak jauh dari rumah sang kakek.
"Sepertinya usahaku kabur gatot alias gagal total, lagi-lagi aku di jebak sama kakek," monolognya lesu saat ia melihat kakek Hasan berjalan ke arahnya.
"Ulfi, keluarlah, kakek ingin bicara," ucap kakek Hasan dengan raut wajah serius, membuat Ulfi sedikit takut.
"I-iya kek," jawabnya kemudian, lalu turun dari mobil.
Ia berjalan perlahan di belakang sang kakek sambil menunduk, hingga kakek Hasan berhenti saat mereka sudah berada di dalam rumah.
"Sekarang kakek ingin meminta penjelasan darimu," ujar kakek Hasan setelah duduk di sofa, sementara Ulfi masih berdiri dengan tangan yang saling bertautan di depan tubuhnya.
"Pe-penjelasan apa kek?"
"Kakek rasa kamu sudah cukup pintar untuk memahami apa maksud kakek." Ulfi semakin takut saat melihat tatapan tajam sang kakek yang berada di hadapannya saat ini.
"Maaf kek, Ulfi hanya ingin menghirup udara segar kemarin jadi Ulfi keluar sebentar," Ulfi menjawab dengan jawaban yang tidak sepenuhnya bohong dan juga tidak sepenuhnya benar.
"Hanya itu?"
"I-iya kek."
Kakek Hasan perlahan menarik napas lalu membuangnya, ia merasa sedikit kecewa karena Ulfi tidak jujur padanya, namun ia tidak ingin menuntutnya kali ini.
"Karena kamu sudah keluar pesantren tanpa izin, maka kakek akan menghukummu secara langsung mewakili pembina asramamu."
"A-apa? Tapi kek..-"
"Tidak ada tapi-tapian, sekarang pakailah kerudung ini," ujar kakek Hasan sambil memberikan sebuah kerudung berwarna merah kepada Ulfi. "Ini adalah kerudung simbol pelanggaran, karena pelanggaranmu kali ini terhitung berat yaitu keluar tanpa izin hingga bermalam di luar pesantren, maka kamu akan memakai kerudung merah ini selama satu minggu," lanjutnya.
"Hah? Hukumannya cuma pakai kerudung ini?" Ulfi menganggap hukuman yang di berikan kepadanya sangatlah mudah.
"Hukuman memakai kerudung merah ini akan memperlihatkan kepada orang-orang bahwa kamu baru saja melanggar, rasa malu akan muncul pada dirimu sehingga kamu akan merasa risih untuk melanggar lagi. Jika kamu masih melakukan kesalahan yang sama dengan begitu entengnya, itu artinya rasa malu telah hilang darimu."
Ulfi hanya diam mematung mendengar penjelasan sang kakek, namun dalam hatinya ia bersorak riang karena hukuman yang di berikan sangat mudah di lakukan.
"Dan bukan hanya itu hukumanmu, kata ibu dan ayahmu, kamu tidak tahu mengaji, maka hukuman tambahanmu kali ini adalah menghafal huruf hijaiyah beserta tanda bacanya, setor hafalan kamu itu minggu depan langsung kepada kakek."
Mata Ulfi seketika membelalak, "tapi kakek, hukuman Ulfi kenapa di tambah?" protes gadis itu.
"Hukuman kerudung untuk menumbuhkan rasa malu kamu, dan hukuman yang kedua ini untuk menambah ilmu kamu," jawab kakek Hasan.
Kini Ulfi hanya bisa membuang napas kasar, tidak ada artinya protes, sebab kakeknya ini memiliki watak tegas, sekali berbicara maka tidak ada negosiasi lagi. Jangankan kepadanya, kepada ayahnya saja kakek begitu tegas. Kehadiran Ulfi di pesantren saja sudah cukup menjadi bukti ketegasan sang kakek, sebab tidak mungkin sang ayah maupun ibunya rela melepasnya ke pesantren dan hidup jauh darinya.
Memikirkan mengenai ayah dan ibu, Ulfi seketika merindukan sosok kedua orang tuanya. Meski masih ada rasa kesal karena telah membohonginya, tapi itu tak mampu untuk menutupi rasa rindu di hati gadis itu.
"Sekarang pergilah sekolah," titah sang kakek kemudian, namun Ulfi bergeming. Ia justru tampak betah di tempatnya.
"Ada apa Ulfi? Tanya kakek Hasan.
"Kakek, apa boleh Ulfi pinjam ponsel kakek? Ulfi kangen sama ibu dan ayah," ucap gadis itu dengan mata yang mulai berembun.
"Maaf Ulfi, ini belum cukup seminggu sejak kamu datang kemari, lakukan dulu hukumanmu lalu kemarilah minggu depan, kakek akan mengizinkanmu menghubungi kedua orang tuamu," jawab kakek Hasan, membuat Ulfi membuang napas lesu.
Setelah pembicaraannya dengan kakek Hasan, kini Ulfi keluar dari rumah dan langsung menuju ke sekolah, mengingat waktu telah menunjukkan pukul 07.00 pagi.
Gadis cantik itu berjalan gontai masuk ke dalam kelas, dimana kini ia menjadi pusat perhatian, sebab kerudung yang ia kenakan saat ini.
"Ulfi, oh ya ampun, darimana saja kamu semalam? Terus kenapa kamu pakai kerudung merah ini?" tanya Lisa heboh sembari menghampiri Ulfi yang sudah duduk di kursinya.
"Yaa karena pelanggaran berat lah, paling dia mau kabur," cetus Amel yang sedang berkumpul bersama teman sekamarnya.
Ulfi menoleh dengan tatapan tajam ke arah Amel yang kini sedang mencebikkan bibir. Ia lalu menoleh ke arah Furdaus yang sejak tadi hanya sibuk membaca buku. Tanpa berbicara lagi Ulfi beranjak menghampiri Firdaus.
"Hey manusia kutub, apa kamu yang melaporku pada kakekku?" tanya Ulfi dengan tatapan tajam.
"Iya," jawabnya singkat tanpa menoleh ke arah Ulfi.
Merasa geram dengan sikap Firdaus, Ulfi langsung menarik buku yang sedang di baca Firdaus dengan kasar.
"Apa kau tidak tahu attitude berbicara dengan orang, hah?" sungut Ulfi.
Kelas seketika hening, semua teman kelas Ulfi saat ini diam tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan Ulfi kepada Daus, si laki-laki dingin.
"Attitude?" Firdaus tersenyum kecut lalu berdiri sehingga Ulfi langsung mendongak melihat laki-laki bertubuh tinggi yang berada tepat di hadapannya itu.
"Ku rasa sebelum kamu menegur attitude seseorang, perbaiki dulu attitudemu sebagai santriwati di pesantren ini," tegas Firdaus dengan tatapan tajamnya ke arah Ulfi, namun hanya sebentar, ia langsung keluar kelas meninggalkan Ulfi yang tentu saja merasa tertohok oleh perkataannya.
Sarah, Lisa, Sinta, Ika, Ira dan Fira yang melihat itu langsung menghampiri Ulfi.
"Kamu ada masalah apa sama Daus?" tanya Sinta penasaran.
"Iya, baru kali ini aku melihat Daus berbicara panjang sekaligus marah," timpal Lisa.
"Sudah sudah, nanti saja di kamar kita bicarakan ini, sebentar lagi ustadz Ammar masuk," sela Sarah, membuat mereka bertujuh segera kembali ke tempatnya.
Tak lama setelah itu, Daus kembali masuk kelas, di susul ustadz Ammar. Jam pelajaran pertama pun akhirnya di mulai, ustadz Ammar menjelaskan materi yang ia bawakan dengan sangat jelas, tidak ada satupun santri yang berani berbicara jika ustadz itu mulai menjelaskan, selain karena terkenal keras, ustadz Ammar terlihat tegas dan penuh wibawa. Jadi tidak heran, meskipun dia keras atau galak, tapi tetap saja banyak santriwati yang mengidolakannya.
Lalu bagaimana dengan Ulfi? Tentu saja gadis itu hanya diam menunduk, ia tak lagi berani meladeni ataupun menatap ustadz itu sejak ia tahu bahwa yang membawanya kembali ke pesantren adalah ustadz Ammar. Rasa malu, tidak enak hati, bahkan rasa kesal kini bercampur jadi satu di dalam hatinya.
💮💮💮
Setelah sholat dzuhur dan makan siang, Ulfi dan ke enam teman sekamarnya duduk bersama dimana mereka semua kini menatap Ulfi seolah minta penjelasan atas semua yang terjadi.
Ulfi pun menceritakan semua yang terjadi, mulai dari sang kakek yang membawamya ke rumah sakit pesantren hingga ia di antar pulang kembali oleh ustadz Ammar.
Sejenak semua temannya menganga tidak percaya, bagaimana mungkin Ulfi yang baru 3 hari di pesantren bisa terlibat dengan Firdaus maupun ustadz Ammar yang notabenenya memiliki wajah sangat tampan namun karakternya yang sulit di hadapi. Firdaus yang dingin dan Ammar yang keras.
"Astaga aku jadi speechless guys," gumam Lisa memecah keheningan.
"Aku penasaran, bagaimana ceritanya sampai ustadz Ammar yang menjemputmu," ujar Sarah.
"Jangan cemburu beb," goda Sinta membuat raut wajah Sarah seketika merona merah.
"Huss, jangan berisik kamu Sinta," ujar Sarah.
"Eh Ulfi, apa kamu tidak ada perasaan gimana gitu setelah berurusan dengan dua makhluk tampan itu?" tanya Lisa.
"Perasaan apaan maksud kamu, kalau kesal iya, mereka itu sangat menyebalkan," jawab Ulfi santai.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
teti kurniawati
waduh merah.. 😁
2022-12-13
1
teti kurniawati
he he lucu..
2022-12-13
1
teti kurniawati
hadir nyicil🙏😊
2022-12-12
1