BAB 13

Setelah melalui sesi aqad dan pemasangan cincin pernikahan, serta sesi lainnya, semua ustadz dan ustadzah kini kembali ke tempat mereka masing-masing mengingat pagi ini sekolah akan berjalan seperti biasa.

Ulfi dan Ammar yang baru saja mendapat nasehat pernikahan dari kakek Hasan, kakek Ghafur, serta orang tua Ulfi, mereka kini sudah masuk ke kamar bersama tentunya. Ammar duduk di kursi dan Ulfi duduk di pinggir tempat tidur dengan memasang wajah kesalnya.

Meski ia sudah di beri nasehat pernikahan, namun ia tidak memaksa hatinya yang belum bisa menerima pernikahan ini, apalagi di usianya yang masih belum genap 17 tahun, ia masih ingin bebas.

Suasana canggung kini menyelimuti keduanya.

"Ekhem, maaf ustadz, saya mau siap-siap ke sekolah," ujar Ulfi hendak beranjak dari kursinya.

"Kita perlu bicara," ucap Ammar akhirnya menghentikan pergerakan Ulfi.

"Bicara apa?" tanya Ulfi masih dengan nada ketusnya.

Ammar menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan berusaha tetap sabar.

"Ganti panggilan kamu ke saya saat hanya ada kita berdua."

Ulfi mengerutkan keningnya, "memangnya ustadz mau di panggil apa?"

"Terserah kamu, asal baik," jawab Ammar.

"Hmm, kakak?"

"Saya bukan kakak kamu."

"Mas?"

"Sama saja."

"Om?"

"Saya tidak pernah menikah sama tante kamu."

"Astaga apa sih maunya orang ini? Panggil suami? Yakalii, aku belum siap dengan itu. Lalu sayang? oh no, aku belum sayang apalagi cinta sama dia," gerutunya yang tentu saja hanya dalam hati.

"Ustadz sajalah, karena saya ingin merahasiakan pernikahan ini, jika saya memiliki panggilan lain untuk ustadz saya takut keceplosan saat bersama teman-teman saya," ujar Ulfi kemudian.

"Terserah kamu saja kalau begitu, oh iya saya mau kamu tinggal bersama saya mulai saat ini," ujar Ammar.

"Yaa nggak bisa gitu dong ustadz, ustadz kan tahu sendiri kalau pernikahan ini masih dirahasiakan, kalau saya tidak tinggal di asrama, nanti teman-teman saya curiga," protes Ulfi, ia memperhatikan Ammar yang diam sejenak dengan kening yang mengerut.

"Tapi bagaimana pun, kamu harus tinggal bersama saya karena saya bertanggung jawab atas kamu sekarang, saya tidak mau kamu kabur lagi," ujar Ammar.

"Ya ampun ustadz, saya sudah kapok kabur lagi, pada akhirnya juga pasti kembali kesini."

Ammar terdiam sejenak, ia bingung harus berkata agar gadis yang kini menjadi istrinya mau tinggal bersamanya meski tidak setiap hari.

"Hmm gini saja deh ustadz, saya tinggal di asrama senin sampai sabtu, tinggal disini hari minggu, gimana ustadz?"

"Nggak bisa," tegas Ammar.

"Ck, kumat lagi menyebalkannya ustadz killer satu ini," batinnya berdecak kesal.

"Jadi ustadz maunya gimana?" tanya Ulfi.

"Tiga hari di asrama, empat hari disini," jawab Ammar.

"Tapi ustadz...-"

"Nggak usah protes, saya suami kamu, dan saya berhak menentukannya." Kali ini pria itu tidak ingin dibantah.

Ulfi hanya bisa mendengus kesal.

"Gimana? Mau ikuti penawaran saya atau setiap hari disini?"

Ulfi mengusap wajahnya kesar, "terserah ustadz sajalah.

"Bagus."

Suasana kamar pun kembali hening.

"Kalau gitu saya mau siap-siap ke sekolah dulu," ujar Ulfi hendak beranjak dari duduknya.

"Tunggu!"

"Apa lagi ustadz?" jawabnya malas.

"Jangan lupa gunakan kerudung merah ini saat ke sekolah nanti, itu hukumanmu karena kabur lagi, dan hukuman tambahanmu adalah menghafal seluruh bacaan sholat." Ammar meletakkan kerudung merah di atas meja.

"Loh? Masih dihukum juga?" tanya Ulfi tidak percaya.

"Kenapa? Kamu pikir dengan menikah sama saya maka kamu tidak akan di hukum? Kamu salah, selama kamu masih berstatus santriwati maka kamu akan di perlakukan sama dengan yang lainnya," jelas Ammar, membuat Ulfi semakin kesal.

"Percuma dong saya nikah dengan anda jika pada akhirnya semuanya sama," gerutu Ulfi dengan suara pelan.

"Apa kamu bilang tadi?"

"Nggak ustadz, kalau begitu saya mau mandi dulu," ucap Ulfi lalu berjalan cepat memasuki kamar mandi.

Ammar yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya lalu pergi ke rumahnya sendiri untuk bersiap-siap.

"Ish, dasar ustadz killer menyebalkan," umpatnya dalam hati saat memasuki kamar mandi.

Kini Ulfi tampak sudah siap untuk pergi sekolah, namun sebelum ke sekolah, ia berencana akan ke asramanya dulu untuk mengambil tas dan bukunya.

"Ulfi mau ke sekolah dulu," pamitnya kepada kakek Hasan, kakek Ghafur yang kini ia panggil ayah, serta kedua orang tuanya lalu mencium punggung tangan mereka secara bergantian.

"Belajar yang baik yah sayang," ucap ibu Hana.

"Ingat, sekarang statusmu adalah istri, jadi jaga batasanmu," imbuh ayah Rasyid.

"Dan ingatlah untuk selalu memperlakukan suamimu dengan sangat baik," timpal kakek Hasan dan di angguki kakek Ghafur.

"Iya, kalau begitu Ulfi langsung berangkat yah, assalamu 'alaikum," ucapnya lalu berangkat lebih dulu.

Lagi-lagi Ulfi harus menahan rasa malunya hari ini hingga satu minggu ke depan karena harus mengenakan kerudung merah yang baru saja lepas satu hari darinya.

Ulfi terus berjalan menuju kamarnya sambil menunduk saat semua santriwati menatap aneh kepadanya.

"Assalamu 'alaikum," ucapnya saat memasuki kamar di saat semua teman kamarnya juga sedang bersiap ke sekolah.

"Wa'alaikum salam, Ulfi.. Ya Allah, darimana saja kamu semalaman? Kamu tahu, semalaman kami khawatir memikirkanmu," ujar Lisa menghebohkan kamar itu pagi ini, diikuti oleh keempat teman kamar lainnya yang langsung datang menghampiri Ulfi.

"Ulfi, kamu dari mana saja? Kenapa baru pulang sekarang? Terus kenapa kamu pake kerudung merah lagi? Apa kamu kabur lagi semalam? Lalu..." Kali ini Sinta memberondong Ulfi pertanyaan bagai kereta api namun langsung dipotong Ulfi.

"Satu-satu tanyanya beb," sela Ulfi, "aku keluar tanpa izin lagi semalam dan aku pulang ke rumah kakek Hasan, tapi tetap saja aku pakai kerudung ini lagi," lanjutnya menjawab dengan jawaban yang tidak sepenuhnya bohong dan tidak sepenuhnya jujur.

"Ooh gitu, tapi by the way, kamu cantik banget pake kerudung merah itu loh Ulf, kulitmu yang putih merona berpadu kerudung merah menyala, aduhai, tambah silau saja mata yang memandang," celetuk Ika.

"Iya, aku setuju, Ulfi cantik banget pake kerudung merah," timpal Ira.

"Bilang aja kalian suka lihat aku di hukum pake jilbab merah kayak gini," seloroh Ulfi membuat mereka tertawa.

"Sarah mana? Tumben nggak ada di kamar?" tanya Ulfi kemudian.

"Sarah lagi di kamar ustadzah Fauziyah, paling sebentar lagi keluar, nah itu dia." Sinta menunjuk ke arah kamar ustadzah Fauziyah dimana Sarah baru saja keluar dari sana.

"Hey, Ulfi kamu sudah datang? Kenapa pakai kerudung merah lagi?" tanya Sarah.

"Sudahlah Sarah, biasalah Ulfi," ujar Lisa sambil menaik turunkan alisnya menatap ke arah Ulfi, membuat Ulfi menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil nyengir bodoh.

"Oke, karena kita sudah lengkap ayo kita ke sekolah sekarang," ajak Sarah.

Mereka pun berangkat ke sekolah sambil sesekali tertawa bersama.

Kini mereka memasuki kelas mereka, dimana disana sudah ada Amel dan teman sekamarnya beserta Syafri dan teman satu asramanya.

"Sepertinya dia memang hobi pakai kerudung merah yah," sindir Amel.

"Urus dirimu sendiri," ketus Ulfi tak ingin meladeni gadis bermulut seribu itu.

"Ulfi, apa tugas nahwu mu udah selesai?" tanya Fira yang duduk dì samping Ulfi.

"Emang ada?"

"Ada, semalam kita kerjakan sama-sama, tapi kamu nggak ada."

"Ya ampun aku lupa, aku contek punya kamu yah," ujar Ulfi lalu menarik buku Fira.

Namun, baru saja akan menulis, ustadz yang memegang mata pelajaran itu masuk ke dalam kelas.

-Bersambung-

Terpopuler

Comments

teti kurniawati

teti kurniawati

bonus kabur🤭

2022-12-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!