Kata orang, pesantren adalah surganya para penuntut ilmu agama, rumah sekaligus sekolah bagi para santri dan tempat berkumpulnya para ahli agama untuk menyalurkan ilmu kepada penerus bangsa.
Tapi tidak dengan gadis cantik berambut panjang itu, baginya pesantren tidak lebih dari sebuah penjara yang konon orang sebut penjara suci, tempat para pendosa dan pemuja kebebasan mengasingkan diri dari lingkungan luar dan dari pergaulan bebas.
Gadis cantik bermata coklat dengan tubuh mungil itu kini hanya bisa menatap nanar lingkungan yang tampak asing di matanya, dimana di pintu gerbang yang cukup besar itu terdapat tulisan,
Ahlan wa sahlan fii Ma'had Jihadul Islam (selamat datang di pesantren Jihadul Islam)
Ulfi tentu tidak tahu arti dari tulisan yang menggunakan huruf hijaiyah itu, jangankan mengetahui arti, ia bahkan lupa bagaimana membacanya.
"Ini bukan rumah kakek," gumamnya sambil kembali mengingat bagaimana ia bisa sampai di tempat yang memiliki pagar cukup tinggi itu.
Yah, pagi itu setelah Ulfi di jemput oleh sekretaris ayahnya dari kantor polisi, ia langsung di bawa pulang ke rumah untuk menunggu kedatangan orang tuanya.
Sambil berbaring di atas kasurnya yang sangat empuk, Ulfi menoleh ke samping menatap bingung ke arah asisten rumah tangganya yang sedang sibuk mengemas pakaian Ulfi ke dalam koper.
"Bi, kenapa pakaian Ulfi di masukkan ke dalan koper?"
"Tadi tuan Rasyid bilang katanya nona mau di bawa berlibur ke rumah kakek."
"Hah? Benarkah?" pekiknya terkejut.
"Iya non."
"Berarti ayah dan ibu tidak marah kepada Ulfi karena kejadian semalam," batinnya sambil memandangi langit-langit kamarnya.
Tak lama setelah itu, asisten rumah tangganya yang lain datang ke kamar Ulfi dengan membawa sebuah koper baru.
"Permisi nona," ucap asisten itu sambil berdiri di depan pintu kamar Ulfi.
"Loh, itu koper apa lagi bi?" tanya Ulfi bingung.
"Nggak tahu non, tadi sekretaris tuan datang membawanya, katanya untuk di berikan kepada kakek," jawab asisten itu.
"Ooh." Ulfi ber oh ria, ia sama sekali tidak menaruh curiga dengan isi koper itu, palingan juga isinya hanya oleh-oleh untuk sang kakek, begitu pikirnya.
Karena masalah semalam, Ulfi saat ini merasa begitu lelah dan mengantuk, hingga akhirnya ia terlelap dalam tidurnya hanya dalam beberapa menit saja setelah berbicara.
Hari tampak teduh sore itu, matahari semakin condong ke arah barat. Ulfi terbangun saat ia merasa tubuhnya berada di tempat yang bergoyang, perlahan ia mengedarkan pandangannya ke seluruh arah hingga akhirnya ia sadar bahwa saat ini ia sedang berada di dalam mobil yang melaju di jalan raya dimana kedua orang tuanya berada di depan.
"Ayah dan ibu kapan datang?" ucapnya pelan dengan suara serak bangun tidur.
"Ulfi, akhirnya kamu bangun juga sayang, kami baru saja tiba tadi saat kamu sedang tertidur lelap," ujar ibu Hana sambil menoleh ke belakang tempat Ulfi duduk saat ini.
"Apa kita akan liburan ke rumah kakek?" tanya Ulfi ingin memastikan.
"Iya sayang, sebentar lagi kita akan tiba di bandara," jawab ayah Rasyid yang sedang mengemudikan mobil.
Mobil mereka kini tiba di bandara, ayah Rasyid dengan sigap menurunkan 2 koper yang tadi sudah di siapkan sebelumnya untuk Ulfi.
"Ini tiketmu nak, masuklah," ucap Rasyid seraya memberikan sebuah tiket pesawat kepada Ulfi.
Ulfi mengernyitkan alisnya melihat tiket yang berada di tangannya saat ini. "Kenapa cuma Ulfi? Ayah dan ibu bagaimana?" Mendengar pertanyaan Ulfi, Rasyid terdiam sejenak lalu menoleh ke arah sang istri.
Hana hanya memalingkan wajahnya dari Ulfi agar air matanya tidak terlihat, rasanya begitu sakit melepas putri kesayangannya seperti ini, tapi tidak ada cara lain.
"Ayah dan ibu masih sibuk, jadi untuk liburan ini kamu akan pergi sendiri, setelah urusan kami selesai, kami akan usahakan untuk menyusulmu," jawab Rasyid kemudian.
"Ya sudah, liburannya nanti saja kalau ayah dan ibu sudah tidak sibuk lagi, biar kita pergi sama-sama," ucap Ulfi.
"Pergilah lebih dulu nak, kakekmu sudah menunggu," pinta ayah Rasyid sambil memegang kedua pundak Ulfi.
Meski awalnya Ulfi bersikeras tidak ingin pergi sendiri, namun setelah dibujuk oleh ayah Rasyid dengan berbagai macam alasan yang meyakinkan, Ulfi akhirnya setuju.
Kini Ulfi melambaikan tangannya ke arah kedua orang tuanya sebelum akhirnya ia masuk dan menghilang di balik gerbang keberangkatan.
Sementara itu, tangis ibu Hana seketika pecah saat sang putri tidak terlihat lagi. Rasyid hanya bisa menghela napas berat melepas kepergian putrinya dengan mata yang sudah memerah dan berembun.
💮💮💮
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 8 jam, Ulfi akhirnya di turunkan oleh supir mobil yang telah di perintahkan kakek Hasan untuk menjemputnya di bandara sore tadi. Saat pertama kali turun dari mobil, Ulfi memperhatiakan sekelilingnya, ia seketika merasa dirinya tersesat dan salah alamat tatkala menyadari bahwa tempat dimana ia berdiri saat ini bukanlah rumah kakeknya seperti dulu dan ia sama sekali tidak mengenal tempat itu.
Ulfi mulai merasa panik, jantungnya mulai berdebar dengan nafas yang tidak beraturan lagi, sungguh pikirannya saat ini tidak tenang, rasa takut kini mulai menghampirinya, namun kepada siapa ia harus minta tolong, sementara kini waktu telah menunjukkan pukul 11 malam. Hari semakin gelap dan sunyi, hanya ada dia sendiri yang berada di depan pintu gerbang yang menjulang cukup tinggi itu.
"Ayah, ibu, kakek dimana?" gumamnya mencoba menyalakan senter di ponselnya sekalian ingin menghubungi kedua orang tuanya. Namun sayang, sepertinya nasib baik belum berpihak kepadanya, sebab ponselnya kini sudah kehabisan baterai.
Perlahan ia berjalan ke dekat gerbang kemudian berjongkok sambil memeluk lututnya sendiri, berharap ada yang bisa menolongnya. Tiba-tiba sebuah cahaya senter dari seseorang terlihat dari kejauhan, membuatnya merasa sedikit lega. Semakin lama cahaya senter itu semakin mendekat ke arahnya, Ulfi sendiri tidak bisa melihat siapa orang yang membawa senter itu.
"Assalamu 'alaikum, Ulfi," suara pria berusia senja menyapanya. Ulfi memicingkan matanya untuk melihat siapa orang yang berada di balik cahaya senter itu.
"Kakek?" pekik Ulfi tanpa menjawab salam kakeknya saat wajah kakeknya kini mulai terlihat jelas di hadapannya.
"Kalau ada yang salam, di jawab dulu nak," sela kakek Hasan lembut.
"Iya, wa'alaikum salam kek," jawabnya girang.. "Kakek, Ulfi kesal sekali sama supir mobil itu, dia menurunkan Ulfi di alamat yang salah," adunya seraya mendekat ke arah kakek Hasan.
Kakek Hasan hanya tersenyum lalu berjalan menuju pintu gerbang besar itu.
"Loh, kok kakek mau masuk? Ayo kita pulang ke rumah kakek, disini menyeramkan," ujarnya sambil menarik tangan kakek Hasan hingga langkahnya terhenti.
"Disinilah tempat kakek sekarang,"
Sejenak Ulfi diam sambil mengamati gedung yang ada di dalam sana, gedung yang cukup besar dan tidak hanya satu, namun terdiri dari beberapa bangunan dan masjid, terlihat dari kubahnya yang tinggi dan berkilauan.
"Tidak, ini bukan rumah kakek," jawab Ulfi cepat sambil menggelengkan kepalanya dengan kaki yang melangkah mundur perlahan.
"Masuklah dulu maka kakek akan ceritakan kepada kamu semuanya," titah kakek Hasan lalu kembali melangkah masuk.
Dengan berat hati, Ulfi mengikuti langkah kakeknya hingga mereka masuk melewati gerbang yang cukup tinggi itu.
Kakek Hasan lalu mengunci gerbang itu setelah memastikan Ulfi telah masuk, ia lalu berbalik ke arah sang cucu yang masih terlihat bingung.
"Dengarkan kakek baik-baik, kakek memang sekarang tinggal disini bersama sahabat kakek, ini adalah pesantren, dan mulai saat ini kamu akan tinggal disini, sekolah disini dan ibadah disini, ayah dan ibumu telah menyetujui semuanya."
"Mulai saat ini kartu atm kamu akan di blokir oleh ayahmu, jika kamu butuh uang, maka datanglah ke kakek, ponselmu juga akan kakek sita untuk sementara waktu," lanjut kakek Hasan.
"Apa?" pekik Ulfi tidak terima, bahkan kedua alisnya hampir bertautan saat memandang ke arah kakek yang telah memberinya nama saat baru lahir. Tubuhnya seperti baru saja tersengat listrik, tak mampu bergerak, seolah apa yang ia alami saat ini hanyalah mimpi namun nyata.
Sementara kakek Hasan diam sejenak menatap sang cucu.
"Ulfi," panggil kakek Hasan kemudian.
"Kakek, jangan bercanda dengan Ulfi," cicitnya dengan suara yang mulai bergetar.
"Apa kakek terlihat bercanda saat ini Ulfi?"
Glek
Ulfi hanya bisa menelan salivanya saat melihat sorot mata sang kakek yang terlihat begitu tegas, perlahan ia menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan sang kakek lalu menunduk.
"Kalian jahat!" ucap Ulfi mulai terisak
"Hiks, kalian jahat, kalian menjebak Ulfi, kata ayah dan ibu, Ulfi akan berlibur saja di rumah kakek, tapi apa sekarang kakek malah membawa Ulfi ke pesantren, bukan kah itu terlihat kejam dan egois, menjebak Ulfi hanya untuk kepuasan kalian," lanjut Ulfi dengan rahang yang mengeras dan tangan yang mengepal kuat. Ulfi benar-benar marah sekaligus kecewa dengan keluarganya saat ini.
"Kami tidak pernah merasa menjebakmu Ulfi, kakek memang tinggal disini. Lagipula, jika orang tuamu mengatakan bahwa kamu akan di bawa ke pesantren, tentu kamu akan menolak bukan? Anggap saja ini adalah cara kami untuk membujukmu."
Ulfi bergeming, nafasnya memburu dengan air mata yang semakin menganak sungai membasahi pipi mulusnya. Dadanya terasa sesak dan entah kenapa lidahnya terasa kelu, seolah ia sama sekali tidak di izinkan untuk berbicara.
"Ulfi, maafkan kami, tapi ini semua demi kabaikanmu. Selama ini kamu sudah cukup bebas, hidup tanpa melihat aturan, oleh karena itu, kakek berharap kamu bisa perlahan-lahan menguasai dirimu dari nafsu kebebasanmu itu, keluarlah dari zona nyaman dan beralihlah ke zona baru meski tidak mudah."
"Ingat, mulai saat ini, kamu akan menjalani kehidupan yang baru di balik penjara suci bernama pesantren, di belenggu oleh borgol bernama aturan fiqih dan aqidah serta di beri makanan berupa Al-Qur’an dan hadits."
-Bersambung-
Terima kasih telah mampir, mohon dukungannya dengan meninggalkan jejak favorit/subscribe, like, komen, hadiah dan votenya yah agar author semakin semangat dalam berkarya. 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Mbak R
keputusan orang tua ulfi memang benar. dan Q setuju soal itu,, jika sekiranya kau tak mampu mendidik anak mu. Didiklah ia lewat jalur pesantren.
2023-01-19
2
Mommy QieS
dua kuntum gift 🌹🌹 untuk karya baru mu, Kak.😊😘
2023-01-02
1
Mommy QieS
Maa syaa Allah ... karya yang sangat luar biasa kak.
2023-01-02
1