Holdest : Buku Besar Count Morlist

Luke berdiri di tengah gang yang kumuh, dikelilingi oleh dinding-dinding kayu usang dan atap yang hampir roboh. Cahaya matahari sore yang mulai redup menyusup masuk di antara celah-celah tembok, menciptakan bayangan-bayangan yang bergerak di sekitarnya. Dia memperhatikan setiap detail dengan hati-hati, mencari tanda-tanda keberadaan Sheila di sekitar sana. Setelah beberapa saat, dia memutuskan untuk duduk, mendekatkan dirinya ke dinding kayu yang kasar. Dengan hati-hati, dia membuka tudungnya, mengekspos wajahnya yang tegang oleh pemikiran yang dalam. Bayangan di wajahnya mencerminkan kegelapan di sekitarnya, tetapi matanya memancarkan kegigihan yang tak tergoyahkan. Luke menatap ke kejauhan, matanya terfokus pada dinding yang rapuh di depannya, namun pikirannya melayang jauh, ke masa lalu yang gelap dan terang sekaligus.

Luke mulai berbicara dengan dirinya sendiri, suaranya bergema di dalam gang yang sunyi. Dia mengingat bagaimana Sheila, dalam kehidupan lalu, telah berjuang mati-matian untuk membantu rakyat Holdest. Setiap langkahnya penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, dan Luke tidak bisa melupakan betapa kerasnya dia bekerja, betapa bangganya dia membantu mereka yang kurang beruntung.

"Dalam kehidupan lalu, Sheila telah menjadi cahaya dalam kegelapan," pikirnya dengan penuh penghormatan. "Dia berjuang keras untuk rakyat Holdest, dengan hati yang penuh dengan belas kasihan dan pengorbanan yang tak terhitung."

Namun, yang paling mengesankan bagi Luke adalah sisi lembut dan berbelas kasihan dari Sheila. Dia ingat bagaimana air mata sering mengalir di wajahnya ketika dia melihat penderitaan rakyat Holdest. Itu adalah tanda kepedulian yang dalam dan hati yang lembut, sisi dari Sheila yang jarang terlihat di hadapan bangsawan di ibu kota.

Luke merenung, membiarkan kenangan-kenangan itu mengalir memenuhi pikirannya. "Dia tidak pernah ragu untuk menangis saat melihat penderitaan orang lain. Itu adalah bukti kekuatan dan kelembutan hatinya, dua sisi yang jarang ditemukan dalam diri seorang bangsawan dengan status tinggi sepertinya."

Dalam hening yang terasa semakin menyelubungi gang-gang kumuh itu, Luke melanjutkan dengan nada penuh rasa miris.

"Dia, Herlick Morlist yang serakah itu, dengan sombongnya memperlakukan rakyat kecil di kota kecil Holdest sebagai alat untuk mencapai tujuannya sendiri. Count Morlist telah kehilangan moral terhadap orang-orang kecil ini, menempatkan diri nya seolah lebih hebat dari seorang Putra Mahkota, bahkan di atas kemanusiaan itu sendiri."

Dengan setiap kata yang diucapkannya, rasa kebencian dalam suaranya semakin jelas terasa.

"Count Morlist duduk dengan nyaman di kursi kekuasaan nya, menyiksa rakyat kecil di Holdest seolah mereka hanya anjing liar yang tidak memiliki tuan yang mengurus mereka, memandang jijik pada rakyat Holdest yang seharusnya dia layani sepenuh hati. Apa dia menganggap dirinya seorang dewa?! mengabaikan nasib rakyat tanpa belas kasihan."

Dalam gelapnya gang-gang itu, Luke bisa merasakan semakin memanasnya tekadnya.

"Aku ingin sekali menghancurkan rencana busuk nya. Dia sudah terlalu lama menikmati kursi empuk di mansionnya dan menikmati anggur mahal, sementara rakyatnya bermimpi buruk setiap waktu. Aku tidak ingin membiarkan keserakahan memerintah di Kota Holdest."

Luke kembali berbicara pada dirinya sendiri dengan nada yang semakin tajam, penuh emosional.

"Count serakah ini hanya karena keberuntungan terlahir dari rahim seorang bangsawan, dia tidak menyadari bahwa gelar Count itu merupakan kehormatan leluhurnya yang dengan dedikasi melindungi rakyat wilayahnya. namun, Dia hanya mampu menggoyangkan ekor dan menjulurkan lidah nya dengan menjijikkan pada Kaisar, mengikuti setiap permainan dan perintah kaisar yang sudah Iseng. Herlick Morlist bahkan tidak malu bersembunyi di balik tirai Kuil Dewa, berharap dengan memberi persembahan nya yang kotor itu dapat meredakan kemarahan Dewa."

Dengan setiap kata yang diucapkannya, rasa jijik terhadap perilaku para munafik itu semakin terasa dalam suaranya. "Mereka berpikir bahwa dengan memberi sumbangan uang, mereka dapat membeli ampunan dan rahmat Dewa. Bahkan Dewa sendiri pasti merasa mual dengan tindakan munafik mereka."

Dalam kegelisahan yang semakin mendalam, Luke tersenyum kecut. Dia tahu bahwa perjuangannya melawan keserakahan dan ketidakadilan tidak hanya melibatkan manusia, tetapi juga memerangi ketidakmurnian moral yang terus merusak fondasi kehidupan di Holdest dan juga Kekaisaran Hopsburg.

Setapak demi setapak, Luke melangkah meninggalkan gang-gang yang kumuh dan gelap, menuju kembali ke penginapan. Di kegelapan malam yang semakin dalam, langkahnya terdengar seperti serangkaian desiran yang hampir tak terdengar, seolah-olah menjadi getaran kecil dalam keheningan.

Sesekali, cahaya remang-remang lampu jalan yang redup menerangi langkahnya, memantulkan bayangan-bayangan bangunan kumuh dan dinding yang serba gelap di sekitarnya. Udara malam terasa dingin, menambahkan rasa dingin dan kesepian di dalam hati Luke.

Dalam perjalanannya, Luke tidak bisa menghindari untuk terus memikirkan segala kekacauan dan ketidakadilan yang terjadi di Holdest. Pikirannya terus dipenuhi oleh visi-visi yang mengerikan tentang kemunafikan dan keserakahan yang telah merusak kota yang pernah indah itu.

Namun, di balik semua itu, ada api perlawanan yang membara di dalam dirinya. Api yang membakar tekadnya untuk menghadapi dan mengubah takdir Holdest menjadi lebih baik. Dengan setiap langkahnya, tekadnya semakin kuat, dan dia siap untuk menghadapi segala rintangan yang mungkin menghalangi jalan menuju perubahan.

***

Henry berdiri di depan pintu kamar Sheila dengan sikap yang sopan dan penuh hormat. Dia mengetuk pintu dengan lembut, membiarkan suaranya menggema di lorong penginapan yang sunyi. Setelah sejenak menunggu, Henry memanggil dengan suara yang tenang namun jelas,

"Permisi, Nona. Bolehkah saya masuk?" Suara Henry terdengar seperti hembusan angin yang lembut, memecah keheningan ruangan dengan lembutnya. Tatapannya yang penuh penghargaan terpancar dari matanya yang cemerlang, mencerminkan kesetiaan dan dedikasi yang ia miliki terhadap tugasnya.

"Tentu, silahkan masuk, Henry."

Dengan hormat, Henry masuk ke dalam kamar Sheila setelah mendapat izin. Matanya terarah pada Sheila yang duduk anggun di tengah kamar, menikmati suasana sepi dengan segelas anggur merah di tangannya. Henry, tanpa menunggu perintah lebih lanjut dari Sheila, dengan cepat melaporkan hasil penyelidikan dan pengamatannya terhadap Count Morlist. Dia dengan tegas menyampaikan bahwa telah berhasil mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk menjerat Count Morlist atas tuduhan pencucian uang dan kegiatan perdagangan budak serta tanaman obat terlarang.

"Terima kasih, Nona. Saya ingin memberikan laporan terkait penyelidikan terhadap Count Morlist."

"Tentu, Henry. Apa yang kau dapatkan?"

"Saya telah berhasil mengumpulkan bukti yang cukup kuat terhadap kesalahan Count Morlist. Bukti ini dapat digunakan untuk menangkapnya atas dugaan pencucian uang dan melakukan bisnis ilegal seperti perdagangan budak dan tanaman terlarang."

"Bukankah ini berita yang luar biasa, Henry? Apa buktinya?"

"Saya telah mendapatkan dokumen dan catatan transaksi yang menunjukkan aktivitas mencurigakan Count Morlist. Selain itu, saya juga memiliki saksi yang bersedia memberikan kesaksian terhadap tindakannya."

Henry menyerahkan sebuah buku besar yang berisi catatan transaksi keuangan kepada Sheila. Buku itu tampak kuno dan terawat dengan baik, namun isi di dalamnya mengungkapkan kebusukan yang tersembunyi di balik kekayaan Count Morlist. Sheila menatap buku catatan dengan serius, matanya menyelusuri setiap halaman dengan teliti. Henry berdiri di sampingnya, menunggu dengan penuh harapan akan reaksi Sheila terhadap bukti yang dia bawa. Setelah beberapa saat, Sheila mengangkat pandangannya dan bertemu dengan mata Henry yang penuh dengan harapan.

"Dengan ini, kita memiliki bukti yang cukup kuat untuk menjerat Count Morlist," ucap Sheila, suaranya terdengar mantap namun juga penuh dengan kepedulian akan nasib rakyat Holdest.

Henry mengangguk, ekspresi wajahnya mencerminkan perasaan lega. "Benar, Nona. Bukti ini bisa menjadi kunci untuk membawa keadilan bagi mereka yang telah menjadi korban tindakan Count Morlist."

Sheila mengangguk setuju, lalu menatap Henry dengan tulus. "Terima kasih, Henry. Kerja kerasmu dalam menyelidiki ini sungguh berharga. Kita harus segera mengambil tindakan untuk memastikan bahwa kebenaran akan terungkap."

Henry tersenyum bangga. "Saya selalu siap membantu Nona dalam menjalankan tugas ini. Bersama-sama, kita akan memberikan keadilan bagi rakyat Holdest." Keduanya lalu melanjutkan perencanaan mereka, membicarakan langkah-langkah selanjutnya untuk menghadapi Count Morlist dan membawa kasus ini ke pengadilan.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!