AYO SADAR ECHA!
"Halah." Echa mendorong keras dada Givan. Sampai rangkulan nya terlepas, lalu bergeser sedikit menjauh untuk membuat jarak. Dia berhasil mempertahan kan raut wajah nya agar tidak konyol setelah isi dada nya hampir di obrak abrik itu. "Gak usah sok buaya deh. Ngajak gue nongkrong aja pake bawa bawa tukang martabak."
Setelah suara kekehan singkat dari Givan, tidak ada suara lagi. Hanya ada tenang, dan suara dari bintang malam seperti jangkrik dan kodok yang saling bersahutan.
Sebenar nya, Echa ingin berterima kasih pada Givan, karena sudah membawa nya ke sini untuk ... menghibur nya? Meski pun entah kenapa Givan melakukan seperti kata nya, tetapi jelas itu cukup membantu untuk membuat Echa merasa lebih baik.
Coba jika Givan tidak membawa nya ke sini. Pasti sekarang Echa sedang menangis di kamar sendirian, sambil menelpon Zia, di depan scrapbook hasil jerih payah nya yang batal di berikan hari itu.
Eh, omong omong soal scrapbook.
Echa melihat Givan di samping nya yang sedang menatap lurus ke depan. Seperti nya dia juga harus berterima kasih atas itu. Jika saja Givan tidak mengacau kan hari itu, pasti scrapbook nya berhasil Echa berikan ke Kaivan yang ternyata sudah berpacaran dengan Dita -tapi belum go public.
Bilang terima kasih jangan, ya?
"Givan," panggil Echa membuat laki laki itu menoleh, menatap nya.
Melihat sepasang mata itu, melihat satu alis Givan yang terangkat, kok Echa merasa sedikit salah tingkah begini, ya?
"Lo tadi beli minuman kaleng kan?" Itu benar, mereka sempat mampir ke minimarket tadi. Sementara Echa menunggu di motor karena malas kaki nya tertiup AC, Givan masuk ke dalam membeli sesuatu. "Gue tadi titip minuman kaleng, mana minuman gue?"
Jadi nya hanya itu saja yang keluar dari mulut Echa, bukan ucapan terima kasih seperti yang ada pada rencana awal nya.
Givan mengambil plastik putih yang sedari tadi tergeletak di samping dan memberi kan itu ke Echa.
Setelah Echa membuka plastik putih yang semula di tali, dia menghela nafas kencang kencang. "Gue tadi pesen apa sih sama lo?" suara nya terdengar kesal.
"Minuman kaleng."
"Ya minuman kaleng itu maksud nya yang seger bersoda klubuk klubuk gitu bukan ... Astaga." Echa tidak bisa berkata kata, dia mengambil satu minuman kaleng dari plastik dan menunjuk kan nya ke wajah Givan. "Bukan larutan penyegar buat bocah sariawan yang gambar nya Doraemon jatuh dari langit."
Givan tertawa melihat reaksi Echa.
Dia mengambil minuman kaleng itu dari tangan Echa, mengetuk sisi nya dengan ujung kuku hingga terdengar suara dentingan kecil.
"Itu bahan nya apa? Kaleng kan?"
"Givandra Galaxy." Echa menatap nya sangat kesal. "Lo ngeselin sampe ke tulang iga ya."
***
Echa baru saja turun dari motor Givan yang berhenti di depan rumah nya, dia melepas kan helm dan menyerah kan benda itu ke Givan.
Sambil merapi kan rambut dan poni nya yang beranta kan. "Lo bener bener udah bilang kan sama Bunda kalau bawa gue?" tanya Echa memasti kan dengan takut takut.
Echa belum pernah berpacaran, jadi belum pernah keluar dengan cowok lain selain Alkana -yang suka menjemput nya jika ada tugas sekolah.
Jadi, ini pertama kali nya dia keluar malam jauh jauh dengan cowok. Tanpa di rencana kan.
"Jam berapa sekarang?" tanya Echa. Saking mendadak nya, dia tidak membawa ponsel. Karena rencana awal, dia hanya ingin mengantar kan seragam milik Givan.
"Sepuluh, gue udah bilang. Tenang aja."
Echa mengangguk, dia merasa cukup tenang. Mungkin karena Bunda nya mengenal Givan dan
... menyayangi nya juga. Seperti nya akan aman, Echa tidak akan di marahi karena pulang malem.
"Oh iya jaket," kata Echa yang baru sadar kalau dia masih memakai jaket milik Givan. "Atau gue cuci dulu?"
"Terserah lo." jawab Givan.
Echa berpikir sebentar, lalu memutus kan. "Kayak nya gue cuci dulu aja," putus nya yang tidak jadi membuka jaket Givan.
Dia bingung mau mengata kan apa lagi sementara Givan tidak kunjung menyala kan motor dan pulang ke rumah nya yang ada di seberang.
Malah Givan membuka helm nya, turun dari motor lalu berdiri di depan Echa. Kan aneh. Mau apa lagi?
"Jadi, karena cowok itu punya kepribadian hangat?" tanya Givan tiba tiba membuka pembahasan yang Echa pikir sudah berakhir sejak mereka melewati gerbang kompleks.
Echa mengerjap.
Selama perjalanan tadi, Echa terus di pancing sampai akhir nya dia banyak bercerita tentang kenapa dia menyukai Kaivan.
Dan Echa mencerita kan hampir semua nya, dari kapan mula dia menyukai Kaivan, lalu alasan dia menyukai nya.
"Dia baik waktu MPLS sama lo, dan suka nyapa lo setiap ketemu. 'Hai Echa' gitu?"
Sadar tidak sih Givan sambil berbicara dia melangkah maji mendekati Echa? Sampai gadis itu perlu mengambil satu langkah mundur untuk tetap menjaga jarak.
Tetapi sebelum menjauh, Givan berhasil menahan masing masing bahu Echa. "Iya?" tanya terdengar mendesak.
Echa mengangguk, dengan gugup yang tiba tiba menyergap.
'Ih, kenapa sih gugup terus? Kayak lagi di suruh baca UUD aja pas lagi upacara.'
"Oca."
Suara nya membuat Echa mendongak, menatap mata nya langsung.
"Gimana kalau mulai sekarang gue bersikap baik dan hangat sama lo?"
Hah?
Echa perlu memasti kan berkali kali untuk menyakin kan kalau yang barusan bilang akan bersikap baik dan hangat ke pada nya itu ... benar benar seorang Givandra Galaxy? Anak laki laki yang pernah dia panggil panggil Gunung Es?
Tidak salah Gunung Es itu baru saja bilang mau bersikap hangat pada nya? Heu, emang nya Echa bakal ke tipu!
Ingat, setelah jadi Gunung Es dia jadi Cowok Sialan!
"Apaan sih, hangat hangat?" Echa berdecak. "Simpen pantat lo di atas kompor sana, jadi hangat. Bukan hangat lagi, panas, kenakaran, gosong, item."
Terdengar suara decakan pelan dari Givan.
Tidak mempeduli kan itu, Echa mengidik kan bahu nya untuk menyingkir kan tangan Givan yang memaku nya di sana.
Baru Givan akan membuka mulut, Echa sudah mencubit mulut Givan, menjaga nya tetap terkatup rapat. "Sekali lagi lo ngomong gue rate bintang satu dengan keterangan banyak bacot."
Echa menatap nya penuh peringatan. "Lagian ke surupan apaan sih lo? Gak biasa nya ngomong terus," kata Echa sambil melepas kan tangan nya dari mulut Givan. "Kirimin foto City Light yang gue ambil tadi. Bye!"
Setelah mengata kan itu Echa berbalik untuk pergi ke rumah nya. Tetapi, baru dua kali melangkah, tangan nya di raih, tubuh nya di balik, kemudian di tarik sampai gadis itu menghadap dan menabrak Givan dengan keras.
Setelah tak di izin kan menjauh pergi, punggung Echa di tekan, Echa benar benar di tahan dalam posisi itu. Kedua tangan Echa ada di depan dada Givan, menahan agar tidak benar benar menempel satu sama lain. Sementara wajah nya sekarang benar benar ada di depan leher Givan.
Echa mendongak sedikit, di depan nya langsung dagu laki lako itu.
Ya ampun, sumpah. Lagi apa sih ini? "Ngapain sih lo?" Echa menyuara kan isi kepala nya sambil menatap lurus ke depan.
Pertanyaan tak terduga, yang membuat Echa yakin kalau Givan kesurupan tiba tiba saja terdengar. "Lebih hangat siapa, gue atau cowom itu?"
"Lebih hangat ketek ayam!"
***
Sudah pukul 06:45 sekarang.
Sekitar dua puluh menit lagi bel masuk berbunyi dan Echa masih berdiri di depan gerbang. Dia menunggu Zia.
Alasan nya tentu karena ada yang ingin dia cerita kan, tentang apa yang menjadi ke resahan nya semalam hingga tadi pagi.
"Zizi!" teriak Echa begitu melihat Zia masuk dengan motor nya.
Di motor yang masih berjalan, di balik kaca helm nya, Zia meringis. Dia selalu benci di panggil Zizi Echa tentu tahu itu. Sama seperti Echa yang benci di panggil Tweety.
Saat Zia baru memati kan mesin motor matic merah muda nya, Echa segera bergerak mendekat, dan langsung berbicara padahal Zia belum membuka helm nya.
"Lo harus denger ini. Gimana menurut lo---"
"Bisa gak gibah nya setelah gue lepas helm dulu?" Zia menginterupsi. "Gue bukan Pororo yang akan jalan kaki ke mana mana pake helm ya!"
Echa mengangguk dan mengatup kan mulut nya kembali rapat rapat padahal sudah tidak kuat ingin berkata kata.
Jia mengait kan helm nya ke motor dan turun setelah mencabut kunci nya.
"Motor lo masih di bengkel?" tanya Zia basa basi sambil membenar kan ikat rambut nya, mereka sudah berjalan meninggal kan tempat parkir sekarang.
"Masih, nanti akhir minggu di ambil." jawab Echa cepat. "Jadi gini---"
"Gibah nya mau di sini banget? Sambil jalan di koridor? Gak akan di kelas?" Zia merasa perlu mengata kan nya, jika yang akan di sampai kan Echa ini begitu penting, harus nya Echa mencerita kan nya di kondisi yang nyaman.
.
.
.
...Bersambung......
MOHON DUKUNGAN NYA BIAR AUTHOR MAKIN SEMANGAT UP NYA🤗 NANTI TAK USAHAIN UP SEHARI 2/3 BAB
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Aina Aina
gemezz banget deh
2022-12-05
1
January
suka banget kak novelnya, semangat ya buat lanjutin
2022-12-05
2