Givan bilang. "Karena wajah anak itu kayak Tweety." Iya, karakter kartun berwarna kuning yang berasal dari Amerika Serikat. Lucu, sebenar nya. Tidak ada yang salah. Memang nya Givan ada dendam apa sih sama Tweety?
Untung nya Givan pindah sekolah tak lama kejadian itu, sekaligus pindah rumah ke Jakarta karena keluarga nya memulai bisnis di sana. Tapi, dampak nya bagi Echa begitu membekas. Dia jadi di juluki Si Tweety sampai lulus SD.
Lalu, sekarang Givan kembali?
"Pagi anak anak semua, hari ini Ibu datang bersama teman baru kalian." kata Bu Dewi dengan senyum riang nya, tidak tau kalau ada dua gadis yang sedang ketar ketir di pojok kan, baris paling kiri jajaran ke empat. "Silah kan perkenal kan diri kamu."
Bu Dewi tersenyum pada Givan, yang hanya di balas dengan anggukan singkat dan senyum tipis. Tipis sekali, tidak sampai ke mata dan tidak terlihat tulus.
"Hallo gue----- saya Givandra Galaxy."
Hanya itu yang keluar dari mulut nya, tapi Geng Cewek Centil di pojokan kanan menyambut nya dengan sorak kan. "Wuihhh."
"Pindahan dari mana dong kalo boleh tahu, ganteng." celetuk Yuyun, salah satu dari Geng Cewek Centil itu.
"Jakarta," jawab Givan singkat.
"Baik. Perkenalan nya di cukup kan. Mm Givan duduk di sana ya." kata Bu Dewi sambil menunjuk bangku kosong yang ada di depan dua gadis yang sama sama tertunduk.
Givan mengangguk dan berjalan ke sana.
Di bangku kosong itu ada laki laki yang menyambut nya dengan senyum lebar, yang senang karena dia mendapat teman sebangku lagi.
"Hai, gue Alkana," kata nya sambil memperkenal kan diri dan menyodor kan tangan.
Senyum Alkana terlalu lebar untuk berhadapan dengan tatapan Givan yang terlalu datar. Givan tidak menyambut uluran tangan itu, lama kelamaan membuat Alkana kikuk juga.
"Gue bisa baca name tag lo." kata Givan dengan dingin membuat Alkana mengerjap.
"Oh iya," Alkana meraba dada nya, tempat name tag itu terpasang. "Iya juga." lalu Alkana mempersilah kan Givan untuk duduk ke bangku mereka, duduk di kursi dekat tembok. Sekali lagi, dekat di depan Echa.
Setelah duduk Givan melihat ke bangku belakang, mengernyit melihat kedua gadis yang sama sama tertunduk, lalu kembali menghadap ke depan dan memutus kan tidak peduli. Memusat kan fokus nya pada Bu Dewi yang sudah memulai pembahasan hari ini.
Sementara di bangku belakang, Echa dan Zia mengatur nafas nya setenang mungkin.
Merasa aman sekarang karena Givan keliatan nya tidak mengenali mereka, tapi tidak tahu nanti.
***
Selesai jam pelajaran Bu Dewi, Echa dan Zia buru buru meminta permisi untuk ke toilet pada Alkana, yang merupakan ketua kelas mereka.
Begitu di izinkan, mereka melewati bangku Givan sambil berlomba lomba menyembunyi kan wajah lalu lari terbirit keluar kelas.
Menahan gugup dan cemas sedari tadi ternyata membuat kedua gadis itu melepas kan hormon adrenalin. Memacu ginjal nya menjadi lebih aktif hingga bekerja lebih dan berujung ingin buang air kecil.
Setelah selesai dengan urusan nya masing masing, di wastafel depan bilik kamar mandi mereka bertemu, menghela nafas lega sambil bercuci tangan.
"Si Beruang Kutub itu-----"
"Bukan Beruang Kutub lagi Cha," kata Zia merevisi umpatan yang hendak di lontar kan Echa. "Julukan nya berubah pas udah dia lempar bola futsal dan manggil lo Tweety. Lo lupa harus panggil dia apa?"
"Bocah Tengil!" Echa mengatakan nya dengan kesal. Tangan nya mengepal sambil menatap tajam pantulan diri nya di cermin. "Kenapa dia harus balik lagi sih?" Echa merajuk.
"Jangan jangan dia pindah ke depan rumah lo?" kata Zia membuat Echa ingin mencak mencak.
"Bunda udah bilang sih, kalo rumah depan bakal di isi setelah tujuh tahun kosong. Ya, gue pikir gak dia balik juga."
Sekarang Echa mulai frustrasi. Percuma juga kalau hari ini mereka mati matian menghindar kalau pagi atau besok lusa, Echa bertemu secara tidak sengaja di depan rumah.
"Alasan dia waktu itu lempar bola futsal ke lo dulu gak jelas kan? Maksud gue, selain bilang lo kayak Tweety." Zia malah mengungkit itu membuat Echa menghela nafas dan mengangguk. "Ada kemungkinan dia lempar bola ke lo lagi gak sekarang?"
"Aishh!" Echa menginjak lantai dengan keras, itu yang Echa khawatir kan, tapi Echa berusaha optimis. "Gak lah. Gila! Udah gede masa mau lempar lempar bola kayak anak kecil."
"Ya kali aja, dia punya dendam terselubung." Zia malah menakut nakuti.
"Tau ah." Echa tak ingin memikirkan nya. "Kelas yuk, bentar lagi masuk jam pelajaran Pak Adam."
Zia mengangguk mengikuti Echa keluar toilet dengan langkah mantap. Namun, saat sampai di ambang pintu keluar mereka terhenti serempak.
Terkejut.
Di depan mereka sekarang, ada sosok laki laki tinggi yang berdiri bersandar di dinding. Tatapan nya datar dan---- tampan juga, ya? Kalau di lihat lihat lebih dekat.
Tapi, sebentar! Bukan waktu nya mengagumi sekarang.
Itu Si Bocah Tengil yang baru saja mereka bicarakan.
Givandra Galaxy.
"Hai Echa." sapa Givan tanpa senyum membuat Echa langsung merasa ke sulitan bernafas seketika. "Gue ada urusan sama lo," tambah nya.
Wah! Tahu apa yang ada di kepala Echa saat ini?
Urusan apa? Urusan dari tujuh tahun yang lalu?
Atau itu merupakan bahasa halus yang arti nya, Givan akan melempar bola futsal lagi ke arah wajah Echa sekarang.
"Ayo," kata Givan sambil memiring kan kepala nya.
TIDAK! Echa sangat ingin pura pura mati saja sekarang.
Kenapa sih?
Kenapa ini harus terjadi?
Kenapa Echa harus belajan di samping Givan yang dangat ingin dia hindari sekarang? Tak hanya berjalan tanpa tujuan, mereka harus berkeliling di SMA Nusa Bhakti yang sangat luas ini.
Kata nya menurut penjelasan Givan -yang di jelas kan dengan sesingkat singkat nya, tadi selepas Echa meninggal kan kelas bersama Zia, Bu Dewi kembali datang ke kelas dan meminta Echa menjadi tour guide dadakan dengan menemani Givan keliling sekolah.
Secara khusus Echa gitu?
Itu yang membuat Echa melakukan nya, mengerjakan urusan nya bersama Givan. Sedang kan Zia, berhasil lolos ke kelas seorang diri.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments