"Han, gue keluar dulu. Kasih tau ke yang lain jangan ada yang keluar. Apapun alasannya. Gue ada urusan," ujar Agnes. Hani mengangguk dan mengacungkan jempolnya. Ia berjalan menuju garasi untuk mengambil motornya. Ia pergi ke suatu tempat yang tak jauh dari rumahnya.
Motornya mulai memasuki gang kecil dan ia berhenti disebuah rumah. Setelah mematikan mesin dan melepas helmnya, Agnes berjalan memasuki rumah tersebut. Seorang wanita menyambutnya dan memintanya untuk masuk.
"Bagaimana? Kau sudah membuatnya?" tanya wanita itu.
Agnes mengeluarkan sebuah kalung yang dihiasi dengan permata. Dan mengeluarkan cincin yang ditengahnya terdapat berlian kecil sebagai hiasan. Wanita itu pun senang, ia memberikan sebuah amplop yang berisikan uang kepada Agnes.
"Sshhh, emang ya lu gak pernah mengecewakan! Kalau gini mana bisa ketahuan. Nes, lu kenapa berhenti kerja sama mereka? Kan bayarannya gede, fasilitas juga terjamin, bisa jalan-jalan keluar negeri juga," ujar wanita itu penasaran. Agnes menundukkan kepalanya dan menghela nafasnya.
"Gimana lagi, kak. Gue gak bisa terus ninggalin orang yang gue sayangi. Gue terselimuti amarah dan saat itu gue masih bocil kan? Dan gue sadar, makanya gue berhenti."
Wanita itu mengangguk paham dan mengatakan bahwa ia tidak akan membahasnya lagi. "Gue ada pesenan lagi. Lu mau gak?"
Agnes mengangguk dan mengiyakan jika ia sanggup. "Jika ni orang satu minta dibuatin semacam jam tangan. Tapi, di dalam jam itu ada kamera tersembunyi, bisa melacak, dan bisa merekam gitu. Gila, ni orang emang suka jam. Tapi, kalau lu sanggup aja."
Agnes tersenyum miring dan menyanggupinya. Ia kemudian pamit dan pergi ke suatu tempat lagi.
......................
Ia melajukan motornya, rasa cemas dalam dirinya membuat ia menghiraukan segala aturan lalu lintas. Masa bodoh dengan klakson orang yang marah akibat dirinya, ia terus menambah kecepatan motornya menuju sebuah rumah yang kini bersikan orang yang sedang berpesta. Ia memarkinkan motornya jauh dari rumah tersebut dan mulai masuk rumah itu tanpa melepas helm, tak lupa membawa kayu ditangannya.
Agnes mendobrak pintu tersebut dan menghajar orang-orang yang ada disana. Para musuhnya sedang berpesta dan ia datang untuk menghancurkan segalanya. Setelah semua dibuat babak belur, ia berjalan memasuki ruangan yang berada di ujung lorong dan mendobrak pintu tersebut.
"Rere," lirih Agnes. Ia melihat Rere terkurung di dalam ruangan tersebut dan tubuhnya babak belur. Ia tak sadarkan diri dan Agnes pun membopongnya keluar. Rere tidak sendirian, ada delapan orang yang terkurung dalam keadaan babak belur juga.
"Kau siapa?" tanya salah satu mereka.
"Tanyanya nanti, sekarang keluar!" tegas Agnes. Ketika keluar, para polisi datang dan mengamankan orang yang ada disana. Sahabatnya datang dan segera memanggil ambulan. Agnes melihat Sean ketakutan, setelah Rere dibawa menuju rumah sakit, ia berjalan menuju Sean. Sean pun menangis dan memeluknya.
"Kak, maaf. Gue gak bermaksud celakai Rere. Serius, tadi sore kami berdua ke Mini Market karena Rere ingin stock permen. Tiba-tiba yang gue kira karyawan market, malah ngebius gue sama Rere. Dia ngebawa Rere pergi, maaf gue gak bisa jaga dia," ujar Sean sambil menangis.
Agnes tersenyum dan mengelus kepalanya. "Tak apa, dia akan baik-baik saja. Sekarang kalian pulang, ini udah malem, gue mau ke rumah sakit buat ngurus."
"Gue ikut," sahut Dika.
"Lu siapa ikut-ikut?" tanya Agnes.
"Dia genknya si Bastian, satu sekolah juga sama kita. Bawa dia sama lu, gue khawatir sama lu. Akhir-akhir ini lu sering keluar sampai lupa makan," ujar Hani.
"Gue juga, Jihan terluka gue mau bawa dia ke rumah sakit sekalian mau nengok sepupu gue," sahut Harun. Jihan mengangguk dan mengatakan pada Hani untuk ikut menemani Agnes disana.
Setelah kejadian itu, Agnes meminta anak buahnya untuk menjaga ruangan Rere secara ketat. Shia memiliki kenalan dokter, jadi dia meminta rumah sakit untuk mengurus Rere dengan dokter dan perawat yang sudah dipilih.
"Selain Dokter Udin dan Perawat Lala, jangan ada yang boleh masuk. Mengerti?!"
"SIAP BOSS!!!"
"Kak, yok makan dulu. Harun sama Dika udah beliin makan," ujar Jihan. Rere masih belum sadar dari 4 jam yang lalu. Kini mereka sedang makan yang sudah dibelikan.
......................
"Baru bangun lu? Jam berapa ini?" tanya Agnes ketika ia mendapati Rere yang mulai siuman. Rere merasa tubuhnya sakit dan ia bertanya ada dimana.
"Di kuburan," jawab Agnes. Jihan yang melihatnya memutar bola matanya malas. Ayolah, dia baru saja siuman, batinnya. Setelah Rere sepenuhnya sadar, Agnes meminta ijin untuk keluar mencarikan sarapan. Jihan mengangguk.
Agnes berjalan menyusuri koridor rumah sakit dan seorang perawat tak sengaja menabraknya. Agnes merasa aneh kemudian ia mengejar perawat itu. Ketika ia tau bahwa akan ada bahaya, ia lari menuju ruangan Rere dirawat.
"Berhenti!" teriak Agnes ketika seorang dokter hendak menyuntikkan sesuatu. Agnes berjalan menuju dokter tersebut dan memukulnya. Kawan-kawannya dan genknya Bastian yang berada disana merasa terkejut.
"Nes! Lu kenapa?!" tanya Hani. Ia menarik Agnes yang terus memukul dokter dan perawat itu.
"Wani! Retas cctv!" ujar Agnes. Ketika Wani meretas cctv, ia terkejut. Dokter tersebut sungguh kembar, dokter yang asli pingsan dan yang ada diruangan itu merupakan dokter palsu.
"Kalian ini gak becus apa gimana, hah?! Suruh jaga aja gak bisa. Sudah dibilang, Perawat Lala yang boleh masuk! Setidaknya jika kalian tak sadar bahwa dokter ini palsu, kalian bisa lihat perawatnya kan?!" ujar Agnes dengan nada marah. Ia memarahi anak buahnya yang tidak bisa menjaga satu orang saja.
"Dahlah, Nes. Kalian keluar lah, bawa dua orang ini dan ikat mereka," ujar Hani.
Agnes menenangkan dirinya dengan memejamkan matanya dan berjalan keluar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam Jumat yang penuh dengan gadis dan pria yang asik berjoget karena musik yang dimainkan. Dengan lampu warna warni yang membuat keadaan semakin meriah. Seorang pria dengan hoodie hitam memasuki bar dan tiba-tiba menghajar pria berjas. Suasana tiba-tiba menjadi tempat perkelahian, yang sebelumnya suara musik kini menjadi suara teriakan ketakukan.
Gadis itu menghentikan kegiatannya dan mematikan musik dj yang ia mainkan. Ia menatap pria itu yang kini berkelahi dengan pria tubuh kekar. Agnes tertawa ketika ia beberapa kali kalah telak. "Hah, mood gue jadi balik."
Bos pemilik bar itu menampar pria tersebut, setelah itu ia pergi dan anak buahnya mulai menghajarnya lagi. Ia melihat pria hoodie itu kini dikeroyok menggunakan tongkat baseball. Agnes yang tak tahan mengambil botol kaca dan melemparkan tepat di kepala bos mereka.
"Ah, moodku sungguh buruk makin tambah buruk setelah melihat wajah tuamu. Ck! Aish, hei kau pria botak abu-abu, sok-sok an jadi pahlawan, hm?" ujar Agnes sambil tertawa. "Pahlawan apanya, pahlawan dendam."
"APA YANG KALIAN LIHAT? HABISI GADIS ITU!"
Agnes mengambil botol kaca dan memukul kepala mereka dengan botol tersebut. Mengambil tongkat baseball dan memukul mereka dengan tongkat yang ia pegang. Kini, ia berhadapan dengan orang yang bertubuh kekar yang tadi menghajar habis si pria hoodie.
"Kau cukup hebat ternyata," ujarnya dan mulai memukul Agnes.
Pertengkaran diantara keduanya cukup sengit. Agnes beberapa kali terluka dan terlempar. Pria itu juga beberapa kali terluka karena Agnes memukulnya dengan botol kaca juga melukainya dengan pecahan kaca. Pria itu mulai sempoyongan dan kesempatan untuk Agnes menendang kepalanya. Kemudian pria itu pun pingsan.
Ia terengah-engah dan menarik nafas panjang. "Hah ... lawan yang cukup kuat."
"Hei, nak. Kau baik-baik saja?" tanya seorang pria yang baru saja tiba bersama dengan rekannya yang lain.
"Hei, paman. Kau baru sampai setelah sampah-sampah ini berjatuhan? Kau harus membayarku karena kau telat."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"ASTAGA, NES!! LU HABIS DARI MANA HAH????"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments