X. DAN LAGI

Agnes tak menyangka bahwa ia akan keluar secepat ini. Ia berjalan keluar dari gerbang sel yang sudah menjadi tempat tinggalnya selama beberapa puluh bulan. Ia menghirup udara dan sebuah mobil berhenti didepannya.

"KAKAK!!!"

Agnes tersenyum ketika gadis yang paling muda di genknya berteriak memanggilnya. Gadis berpipi gembil itu keluar dari mobil dan memeluknya erat.

"Yey, sekarang ada yang masakin lagi," ujarnya. Agnes mencubit pipinya dan berpelukan dengan sahabatnya yang lain. Ia masuk mobil dan melajukan ke tempat ia akan tinggal kembali bersama sahabatnya.

"Gimana rasanya tinggal di sel, kak?" tanya Mingi.

"Seakan lu nanya gimana rasa nasi, Kak Agnes kan sering woi. Masuk keluar udah kayak orang ngekos pindah-pindah," sahut Sean. Agnes yang mendengarkan hanya tersenyum.

"Oh ya, Nes. Rere sama Jihan sahabatan ternyata. Gue baru tau kalau bukan karena Jihan gak bilang," ujar Shia tanpa memalingkan wajahnya yang kini berfokus pada jalan.

"Tau gue, orang dia sepupu gue," ujar Agnes sambil memakan snack yang ada dalam dashboard. Shia menginjak rem secara mendadak dan menatap Agnes kaget. Mata Sean dan Mingi juga terbelalak terkejut ketika Agnes mengatakan demikian.

"Sumpah?!"

"Kok gue baru tau?!"

"Kok lu gak pernah cerita?!"

Agnes mendengus dan menceritakan segalanya. Sepanjang perjalanan Agnes terus menceritakan tanpa terlewat satupun. "Jadi gitu, lagian lu pada gak pernah tanya."

"Apaan lu malah nuduh kita. Emang kita moyang lu kak pake tau segala keturunan lu. Gokil beliau ini," sahut Sean tak terima.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pria dewasa dengan penampilan yang kacau hanya diam dan terus menuangkan minuman mengandung alkohol di gelasnya. Ia terus menuangkan minuman hingga ia merasa jengah.

"Hei, pak tua. Apa kau akan terus minum hingga kau akan merasa kankermu itu tumbuh? Berhenti minum dan pergilah ke rumah sakit, keadaanmu cukup mengenaskan," ujar Agnes.

"Aku akan segera menemui putriku. Bisakah kau menutup matamu dengan tenang?" ujar pria itu. Agnes berdecih kesal dan Juan meminta Agnes untuk keluar.

"Hah ... kenapa gue harus terlibat lagi," ujar Agnes kemudian ia bangkit dan berjalan keluar.

Agnes membeli beberapa snack di dekat sana. Ia membeli beberapa makanan ringan untuk ia makan. Perasaannya tiba-tiba buruk dan ia mulai menghubungi Inspektur Mi.

......................

DORR!!!

"BERHENTI! ATAU KU TEMBAK KEPALA KALIAN!" teriak Agnes. Orang-orang berpakaian serba hitam itu pun kabur ketika melihatnya beserta beberapa polisi yang datang. Agnes melihat Inspektur Mi terkulai tak berdaya. Perutnya berdarah akibat sebuah tusukan, segera ia memanggil bantuan dan mengantarnya ke rumah sakit.

Rumah sakit dipenuhi para pidana yang akan di kirim ke dalam sel tahanan. Namun, saat perjalanan terdapat kecelakaan berencana. Ya, kecelakaan ini sudah pasti direncakan karena beberapa pidana kabur dan terluka setelah bus yang mereka tumpangi kecelakaan.

"Siapa mereka?" tanya Agnes. Juan hanya diam, kini mereka berdua berada di ruangan tempat Inspektur Mi dirawat. Seseorang memasuki ruang rawat inap tersebut dan memandang terkejut siapa yang terbaring.

"Mereka memperlakukan diriku seakan aku adalah manusia, tapi akan berakhir tragis juga seperti ini. Aku akan mengurus masalah ini, dan kau, jagalah dirimu baik-baik. Kondisimu cukup memprihatinkan disaat seperti ini," ujar Jun pada Johan yang baru datang. Ia keluar dari ruangan.

"Jagalah dirimu baik-baik, kali ini aku setuju dengan Jun, pak tua," ujar Agnes dan kemudian ia pergi meninggalkan Johan sendiri bersama Inspektur Mi.

......................

"Hah ... Kenapa gue disini."

Jun datang sendirian dan Johan menatapnya. "Dimana D'twins?"

"Mereka tidak ingin terlibat lagi. Dara bilang dia tidak ingin ada darah di tangannya."

Agnes menghembuskan nafasnya dan memutar bola matanya malas. "Kalian sudah saling bertemu? Mulai hari ini dan seterusnya, dia adalah rekanmu," ujar Johan pada pria muda dan menunjuk Jun."

"Cih, rekan apanya."

Jun mengangkat alisnya dan menatap pria lebih muda dihadapannya. "Hei, kau Rendra kan? Aku tahu kau. Jika kau ingin melakukan ini, lakukan dengan wajah ceria. Jangan merengut kaya badut."

"Gak perlu, langsung mulai saja," ujarnya pada Johan.

Agnes menggelengkan kepalanya dan berjalan menuju meja yang dipenuhi dengan foto. Ia menatap papan yang kini tertempel beberapa benda berlumuran darah. Johan mulai menjelaskan dan mengambil sebuah foto pelaku.

"Andrea, pria berusia 50 tahun. Ia seorang duda yang ditinggalkan istrinya. Si pembunuh yang menewaskan 15 orang dalam waktu 3 tahun. Sasarannya adalah pria lemah yang berusia lanjut dan juga para gadis."

"Cih, noob," gerutu Agnes.

"Lalu kemudian dia bebas dan sekarang berkeliaran," sahut Rendra.

"Dia perlu diberi pelajaran," ketus Jun.

Johan terus menjelaskan pelaku-pelaku yang perlu ditangkap. Saat penjelasan mengenai pelaku ketiga, ia merasa tak asing dengannya. "Yang ketiga adalah-"

"Bagas, sepertinya orang-orang yang berpakaian hitam kemarin memiliki hubungan dengannya. Jangan tanya aku tau darimana, dia gengster dibagian Utara dan Selatan," ujar Agnes.

"Tapi, bukankah ini aneh? Dia menaklukkan wilayah Utara dan Selatan dalam waktu sekejap? Daerah Selatan sangatlah-"

"Tidak aneh, dalam 20 wilayah bisa ia taklukkan dalam satu bulan. Siapa yang bisa melakukan itu hah?" ujar Rendra dengan nada sombongnya.

Jun merasa geram dan memberikan jari tengah padanya. "Aku akan menghabisimu nanti."

"Cukup! Dan yang terakhir adalah Shella. Perjudian, merampas uang, dan membuat web illegal."

"Oh! Aku mengenalnya. Dia adalah teman Jojo."

"Jojo?"

......................

"Kau bisa kembali setelah kita menemukan wanita ini."

"Jangan ingkari janjimu, pak tua."

"Ingat, jangan memukulnya," ujar Johan pada Jun. Kini mereka berhenti didepan tempat makan. Jun masuk dan mereka bertiga menunggunya diluar. Selang beberapa menit, seseorang keluar dan lari terbirit-birit. Ia merasa ketakutan dan Jun pun berjalan mengikuti pria tersebut.

"Mau bertaruh denganku kalau dia akan memukul pria culun itu?" tanya Agnes pada Johan. Mereka bertiga mengikuti Jun ke salah satu rumah yang cukup sepi.

Mereka berjalan santai sambil melihat tempat disekitar mereka. Terlihat didepan terdapat pintu yang terbuka serta kardus-kardus. "Jun, kau tidak memukulnya, kan? Kau bersikap lembut padanya kan?" tanya Johan sambil melangkahkan kakinya masuk.

Ruangan itu merupakan gudang yang terdapat banyak barang disana. Terlihat Jun sedang menjabat tangan pria tadi namun tubuh pria itu tak terlihat karena tertutup tumpukan kardus.

"Oh, Jojo. Lama tak bertemu dengamu. Seharusnya kau meneleponku lebih sering, haha," ujarnya sambil menggerak tangan pria itu. Kardus pun jatuh dan terlihat bahwa pria itu pingsan disana.

"Tuhkan," ujar Agnes yang kini tertawa melihatnya.

"Hah, dasar bodoh," ujar Johan.

"Apa? Sepertinya kau lelah," ejek Rendra.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!