VI. RUMIT

Dua orang pria sedang duduk-duduk dekat tepi sungai. Salah satu dari mereka hanya melempar batu sedangkan satunya memancing ikan. "Mereka benar-benar anjing gila yang gila. Ahaha, dengan begini pelaku itu akan ditangkap."

"Kau benar-benar melakukanya."

"Hanya itulah yang memang ingin aku lakukan."

"Lalu, kenapa kau masih meneruskannya?"

"Karena putriku."

"Kau melakukan hal yang salah, John. Aku tau kau masih sakit hati karena putrimu terbunuh. Tapi sungguh, jika boleh aku jujur. Kau melakukan hal yang salah dengan menjadikan mereka seperti ini."

"Urus saja urusanmu."

"Bagaimanapun aku adalah sahabatmu, sekaligus kakakmu."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Agnes meminta anak buahnya untuk kembali. Dan kini, markas penuh dengan laki-laki yang berkomplot dalam pedagangan organ. Kecuali 3 orang yang menjadi distributor. Agnes hanya diam ketika seorang pria bertanya dengan kasar padanya.

"Hei! Kenapa kau membawa kami kemari hah?! KAMI HANYA MENERIMA PERINTAH SAJA!!!"

"DIAM!" Suara teriakan Jun membuat suasana yang awalnya gaduh kini menjadi sunyi. Kali ini tak seorangpun mengeluarkan sepatah kata dari mulut mereka. Agnes terkekeh, Jun berjalan seakan dia adalah seorang bos yang sedang memarahi anak buahnya.

"Apa yang kalian katakan sebenarnya. Berisik sekali."

"Wah, bahkan ketika dia bertugas pun jiwa gengsternya masih ada ya," lirih Denara. Agnes mengangguk dan memasukkan tangannya dalam saku hoodienya.

"Kau bilang apa tadi? Kau tidak melakukan kejatahan apapun?! Bahkan kalian semua pantas masuk ke dalam Universitas terlangka di dunia ini. APA?! TUNDUKKAN MATA KALIAN!"

Jun mengakhiri ucapannya ketika Pak Johan datang. Ia merasa muak dan ingin memukul wajah para pecundang yang kini menundukkan pandangannya. Jun berjalan menuju pintu namun matanya berpapasan dengan Sam Nam.

"Apa yang kau lihat? Mau ku cucuk matamu?!" ujarnya kesal sambil keluar dan membanting pintu.

"Dasar, badannya besar juga sok-sok an. Giliran diadu sama kecoak aja takut. Cuih," sindir Denara.

Disisi lain ...

"Kapan serangannya?"

"Malam ini."

"Awalnya kami berpikir bahwa kau adalah ketua dari organisasi ini. Organisasi perdagangan manusia. Namun, setelah kami selidiki lebih dalam, bukan kau orangnya. Hmm, dan yah tentu saja ada yang mengatakan bahwa kau bekerja untuk orang lain. Tidak, memang lah benar kau bekerja untuk orang lain," potongnya.

Inspektur Mi menunjukkan foto seorang wanita yang terlihat tua. Pria itu hanya menatapnya seakan ia tidak peduli.

"Bu Citra. Siapa wanita ini? Dimana dia sekarang?"

"Apakah kau sungguh seorang polisi?"

"Aku adalah Inspektur Mina. Dari namaku kau tidak perlu tau lebih lanjut dan jawab saja pertanyaanku."

Pria tersebut tersenyum remeh wanita didepannya. Ia menyilangkan tangannya di dadanya. "Jika memang seorang polisi seharusnya kita berada di kantor polisi. Bukan ditempat seperti ini bukan? Aku meragukanmu. Aku tidak akan bicara," ujarnya sambil meremehkan. Inspektur Mina mendengus dan tersenyum. Ia berdiri dari tempat duduknya.

"Kalau begitu, jangan bicara. Kau akan menyesal karena tidak berbicara denganku."

Inspektur Mi keluar dan menatap Dara. Ia memberikan buku kepada Dara untuk mencatat beberapa informasi yang didapatkan. Dara berjalan masuk dan mengunci pintu tersebut. Ia duduk dan membuka buku.

"Karena ini adalah pertemuan pertama, aku akan bertanya sebanyak 4 kali. Hah, tapi aku akan memberikan 1 kesempatan bebas untukmu untuk tidak menjawab pertanyaanku. Gunakan itu dengan baik."

Pria dihadapan Dara tersenyum remeh dan menganggap ucapan pria dihadapannya sebagai candaan untuk menakutinya.

"Siapa Citra?"

"Bagaimana aku tahu?"

"Itu yang pertama," ujar Dara sambil menulis beberapa kata dilembaran bukunya.

"Siapa Citra?"

"Aku tak tahu~"

Dara mengambil stungun dan menyetrumkan kepada pria dihadapannya. "AARRRHHHGGGG!!!!"

Pria itu menggerang kesakitan. Ia berteriak dan nafasnya terengah-engah. "Kesempatan pertama sudah kau gunakan, jadi itu juga yang pertama. Pertanyaan ketiga. Siapa itu Citra?"

"Hah ... Aku tidak tahu," ujarnya lirih sembari menahan rasa sakit. Dara mulai menyetrumkan kembali stungun kepadanya.

"AARRGGGGHHHHH MMHH," teriaknya. Dara masih menuliskan sesuatu di kertas tanpa menatap mata orang yang kini sudah kesakitan.

"Dengar, sungguh aku tidak peduli siapa itu Citra atau apapun yang bersangkutan dengannya. Mari kita alihkan pembicaraan ini, hm? Kau tadi bertanya kan apakah wanita tadi polisi. Sebenarnya wanita itu benar polisi, dan sekarang perhatikan aku. Aku terlihat seorang polisi?" tanya Dara.

Pria itu menggelengkan kepalanya dan Dara mengangguk. Dara mengalihkan pandangannya lagi dan menulis sesuatu dikertasnya. "Aku bukan seorang polisi. Bahkan jika aku harus membunuhmu itu tidak akan menjadi masalah bagiku, kau paham?"

"Aku sudah bertanya tiga kali," ujar Dara yang dengan kecepatannya ia hampir menusuk leher tepat di nadi pria itu dengan pensil yang lancip. Pria itu berteriak dan mengatakan akan memberitahukan kepadanya mengenai wanita itu.

......................

Malam pun tiba, kini mereka sedang berada di sebuah gedung yang cukup jauh dari perkotaan. Lebih tepatnya berada dipinggir kota. Jalanan terasa begitu panjang dan sangat sepi seperti jarang dilewati. Agnes merasa ada yang tidak beres ketika sampai, ia memilih untuk diam-diam pergi ke belakang gedung ketika mereka mulai memasuki gedung.

Disinilah Agnes berada, ia berada di posisi belakang gedung yang tidak ada satupun penjaga disini. Ia menggunakan earphonenya untuk mengetahui situasi didalam. Agnes menyiapkan hal ini diam-diam. Ia menyelipkan sesuatu di jas Dara dan jaket Sam Nam. Mereka berpisah, Pak Johan tidak bersama dengan mereka. Sam Nam dengan Jun, sedangkan Dara sendirian. Denara bersama Inspektur dan seorang detektif menunggu di mobil.

Agnes berjalan dengan santai sambil memasuki gedung dari belakang. Melewati tempat yang jarang dilewati bahkan jarang ada penjagaan disana. Ia menggunakan kacamata yang didesign untuk merekam yang ada disana. Dan sampailah ia diruang cctv.

"Say cheese," ujarnya kemudian memukul orang yang ada disana hingga pingsan. Ia mengikatnya dan mengambil alih cctvnya. Agnes melihat mereka didampingi dengan orang-orang berjas.

"Dimana Agnes? Dia tidak ikut masuk?" ujar Jun yang bertanya pada Sam Nam. Sam Nam mengendikkan bahunya dan Agnes ketika mendengarnya memasang wajah datar.

"Kau baru mengingatku, sialan!"

Kini, ia beralih pada Johan. Ia bersama seorang yang sepertinya adalah tangan kanannya dari pemimpin organisasi ini. Agnes melihatnya berjalan menuju lift dan ketika kakinya mulai memasuki lift Agnes beranjak dan memulai aksinya.

......................

Suara tembakan pertama terdengar dan Agnes mulai menghubungi anak buahnya untuk segera datang ke lokasi. Ia meminta anak buahnya untuk berada di lantai satu dab menyuruh mereka untuk berjaga hingga Agnes memberikan instruksi. Agnes mulai menghajar dan mengikat orang berjas yang berusaha menghalanginya. Hingga sampailah ia di lantai 15. Ia berada di depan ruangan pemimpin yang kini sedang melihat cctv.

"Ckckck, si pak tua itu. Kenapa ia harus membuang pelurunya hanya untuk menembak cctv. Dasar."

Agnes menghubungi Dara, "Dar, ini gue. Setelah kalian bertemu nanti segera turun. Gue bakal urus pemimpinnya."

Putus Agnes, ia langsung masuk dan menghajar penjagaan disana. Agnes tersenyum dan pemimpin itu tersenyum. "Ohow, kau terlihat sangat muda dan cantik. Ck, kau lihat nak wajahku terlihat keriput dibagian sini. Menyedihkan."

"Oh kau ingin terlihat cantik sepertiku? Akan aku tunjukkan bagaimana cara cantik," ujarnya sambil menampar wajahnya. Agnes memukul wajahnya dan memborgol tangannya.

"Bagaimana? Kulitmu langsung kencang bukan? Ayo, ikut. Aku akan meminta polisi untuk satu sel denganmu. Dan aku akan membuat wajahmu terlihat muda."

......................

Keadaan lantai satu kini penuh dengan anak buah Citra, sang pemimpin organisasi organ manusia. Lift terbuka dan terlihat Agnes bersama pemimpin mereka keluar dari sana.

"Hei, pemimpin kalian ada disini. Kalian majulah," ujar Agnes sambil tersenyum. Mereka berpandangan, tidak ada yang berani maju karena mereka merasa tersudut. Citra, berteriak dan memanggil seluruh anak buahnya untuk mengepung gedung ini.

"Jangan pikirkan aku, segera habisi mereka!!! Siapapun yang bisa menghabisi mereka, aku akan memberikan jabatan yang tinggi."

"Pilihan yang tepat, bu," ujar Agnes. Pertarungan dimulai. Sam Nam terluka dan mustahil baginya untuk berkelahi sekarang. Agnes memintanya untuk berada dibelakangnya agar lebih aman dan tidak menganggu rekannya. Anak buah Agnes mulai memasuki gedung itu dan membantunya menghajar orang-orang yang ada disana. Agnes hanya diam dan bersantai sambil merangkul wanita tua yang kini merasa kesal anak buahnya mulai menipis.

"Wah, ternyata anak buahmu lemah. Boleh aku membeli mereka? Lumayan, tinggal di kerasin dikit dah jadi anak buah gue tuh, ahahaha," ujarnya sambil tertawa.

"Hei, bu. Senyum dong, keriputmu nambah tuh!" Sam Nam menatap Agnes dan terkekeh.

Bantuan datang setelah mereka menghabisi seluruh orang yang kini terkapar tak berdaya. Agnes mendecih sebal dan mengatakan kalau mereka terlambat. Denara dan Inspektur Mi datang dengan membawa seorang pria yang menyetir mobil, kini wajahnya babak belur. Ia datang dengan penuh amarah dan menampar Citra.

"Heh ibu-ibu tua! Karena lu gue gak bisa makan dengan tenang! Dan lagi, kening gue jadi berdarah gara-gara anak buah amatir lu! Lu kudu tanggung jawab setelah ini, dan lu," potongnya sambil menunjuk pada pria yang kini sudah bonyok.

"Lu bakalan jadi samsak gue waktu di penjara!"

...----------------...

Disinilah Agnes berada, diruang kepala sekolah dengan pakaian yang cukup formal dan bikin sesak dirinya. Agnes menyilangkan kakinya ketika menunggu kepala sekolah untuk datang. Seorang wanita memasuki ruangan itu dan duduk di sofa untuk tamu.

"Kau lama sekali datangnya. Aku sampai menghabiskan minuman satu botol," ujar Agnes.

"Dasar keponakan kurang ajar. Kau sudah bebas? Kenapa kau melakukan hal-hal yang berbahaya hah?! Aku hampir pingsan ketika mendengar kabarmu dari Kak Ma," ujar wanita itu.

"Ck! Bi Lili terlalu lebay menanggapinya. Aku akan berhenti, bi. Dan kembali kepada sahabatku. Aku menyadari bahwa aku melakukan itu hanya untuk menghilangkan rasa dukaku."

"Dukamu terlalu lama sampai 8 tahun?"

"Ck, dahlah."

Wanita yang dipanggil Lili itupun tertawa melihat keponakannya. Ia berbincang sebentar dan meminta wakil kepala sekolah untuk mengantar Agnes ke kelas yang akan ia ajar. Kali ini, Agnes menyamar sebagai seorang guru bk. Terdengar suara rusuh ketika ia akan memasuki kelas.

"Selamat siang anak-anak, mohon perhatiannya sebentar. Karena guru bk kalian sedang cuti, jadi untuk sementara ini dia lah guru sementara kalian."

Agnes tersenyum dan mulai memperkenalkan dirinya. "Selamat siang adik-adik. Senang bertemu dengan kalian. Nama saya adalah Eka, saya adalah guru bk baru kalian. Saya berharap kedepannya kita akan bekerjasama."

Dua orang gadis yang duduk dibelakang menganga ketika melihat siapa yang datang. Mereka seakan terkejut akan siapa guru baru mereka dan mulai menyusun pertanyaan buruntun untuk ditanyakan padanya. Jika ia datang, maka ada sesuatu yang salah yang tidak mereka ketahui.

"Gila lu, kak! Lu ngapain nyamar sih? Emang ada masalah apaan sampe lu ada disini?" tanya gadis mungil yang kini melihat Agnes dengan tatapan tak percaya.

"Lu ngapain disini? Emang Kak Hani bilang ada masalah? Kok kita gak tau?" tanya Wina.

"Apaan lu berdua. Suka-suka gue. Hani sama yang lain gak tau gue disini. Kalau beneran urusan disini selesai baru gue kasih tau ke lu semua. Jadi jangan tanya-tanya."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Halo, Nar. Ada apa?"

"Nes, lu dimana?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!