IV. BUKAN AKHIR DARI BADAI

Hujan masih belum berhenti hingga pukul 6 pagi. Kini, para pidana yang diberikan tugas sedang menuju tempat lokasi. Agnes dan Denara sampai sebelum rekan lainnya tiba. Ia menatap mayat yang terbujur kaku dan basah karena hujan. Mayat perempuan itu dievakuasi oleh petugas dan kini inspektur Mi memegang bahunya.

"Kami belum gagal. Hanya saja, aku menyesal karena aku terlambat menolongnya," ujar Agnes sembari menatap garis putih yang berada di TKP.

"Dari awal aku tidak setuju dan meragukanmu jika kau turun tangan dalam hal ini. Aku khawatir karena kau terlalu muda. Tapi, setelah tau kemampuanmu, aku semakin yakin padamu."

...****************...

FLASHBACK ON

"Kau terluka. Obati lukamu."

"ARRGGHH! KENAPA KAU TIDAK MENANGKAP PELAKUNYA?!"

Dara datang dan melihat Jun terluka. Ia memukul kepala Jun dan meminta Sam Nam untuk mengambilkannya obat. "Kita adalah rekan bodoh! Sekarang bangun! Aku tidak tau dimana Denara dan Agnes. Semoga mereka baik-baik saja."

"Hah... Kau pikir kenapa dia dijuluki Tikus bodoh!"

.

Agnes dan Denara melihat seseorang sedang mengambil darah dari seorang wanita yang terkulai lemas tak berdaya. Agnes melempar sebuah pisau dan tepat pada kaki pria itu. Pria itu berteriak kesakitan dan menarik pisau itu dari kakinya. Agnes menarik rambut pria tersebut dan menghantamnya ke aspal. Kepalanya berdarah, Agnes menatapnya dengan tatapan datar. Denara menghentikan Agnes ketika Agnes akan menghantamnya dengan pot bunga. Pria itu lari, dan Denara menghampiri wanita itu.

"AGNES! WANITA INI SUDAH-"

"Aku akan menghubungi polisi, kau tarik suntikan itu dari wanita itu. Kemudian hubungi yang lain untuk segera kesini."

FLASHBACK OFF

......................

Dara menghampiri korban dengan perasaan bercampur aduk. Ia merasa sedih, dan ketika ia melihat korban, hatinya sedikit tenang karena bukan seseorang yang berharga yang mati. Ia menatap sekitar dan melihat seorang wanita dengan payung berada di luar garis kuning. Wanita itu tidak sendirian, ia bersama anak kecil yang itu adalah anaknya. Dara menghampiri wanita itu dan tersenyum.

"Apakah anda baik-baik?" tanya Dara.

"Iya, kami baik-baik saja. Kau sudah bekerja keras," ujar si wanita yang kini tersenyum.

"Kisah cinta yang malang," ujar Agnes sambil melipat tangannya. Denara tertawa ketika Agnes mengatakannya.

"Gue selalu marah ketika ada yang mengucapkan seperti apa yang kau katakan. Tapi kali ini, gue setuju sama ucapan lu, Nes."

......................

Malam pun tiba dan mereka masih berada di markas mereka, namun tidak dengan Agnes. Agnes kini sedang berjalan-jalan, ia membeli beberapa makanan ringan dan memakannya di sebuah bangku taman. Malam ini bintang tak terlihat satupun, dan angin mulai kencang menandakan bahwa hujan akan segera turun sebentar lagi. Agnes tersenyum miring, ketika seorang pria tua berjalan melewatinya. Pria itu berjalan dengan kaki yang pincang, seakan kakinya terluka sebelumnya.

Setelah Agnes menyelesaikan makanannya ia berjalan memasuki mobil dan saat itu juga hujan pun turun dengan derasnya.

Semakin malam, maka hujanpun semakin deras dan petir pun menyambar. Waktu masih pukul 9 malam, seorang wanita berjalan dibawah hujan dengan payung sambil membawa sebuah tas yang berisikan makanan. Ia berjalan sendirian ditengah hujan dan seorang pria lewat mengenakan jas hujan serta memakai sepatu bot.

"Bu, mau kemana? Mau saya bantu atau saya temani? Bahaya malam-malam begini sendirian," ujarnya.

"Ah, Pak Andri, terima kasih atas tawarannya. Tapi tidak perlu, saya bisa kok," ujar wanita itu sambil memperlihatkan senyumannya. Pria yang dipanggil Pak Andri menyentuh tangannya dan mengambil tas yang dibawa oleh si wanita. Wanita itu merasa terganggu dan tanpa sengaja mendorongnya. Pak Andri pergi begitu saja tanpa berkata apapun.

Wanita itu merasa bersalah dan tetap melanjutkan perjalanannya. Ketika sampai di gang, Pak Andri muncul dan memukulnya. Wanita itu terjatuh dan barang bawaannya pun berserakan. Wanita itu menggerang kesakitan.

"Sudah kubilang bahwa aku akan membantumu kan?! Rasakan ini!"

BRUAKKK

"Hei, kau bukan mafia yang akan mendapatkan rekor 30 korban. Tapi aku akan mewujudkan impianmu dengan menjadikanmu mayat."

Agnes memukulnya, ia merebut linggis dari tangannya dan membuangnya asal. Memukul wajahnya di bagian hidung, pelipis, dan rahang. Ia tidak berusaha memukul bagian wajah saja, namun memukul tulang rusuknya hingga ada beberapa rusuknya yang patah.

Denara datang dan menjauhkan Agnes dari pelaku. Dara merasa marah ketika tau siapa yang hampir dibunuhnya. Dara menghampiri pelaku tersebut dan memukulnya dengan ganas. Ia merasa kesal tidak bisa menyelamatkannya. Jun yang melihat pelaku hampir sekarat, ia membanting Dara.

"Dia milikku. Jangan membuatnya mati, kau dengar?"

Kini mereka semua berada di markas bersama pelakunya. Dengan didampingi polisi, mereka menanyainya satu-satu kepada pelaku.

"Kenapa? Hah ... Kau tau, bau darah ketika hujan sangatlah candu. Seperti bau tanah ketika hujan, bukankah baunya begitu menyengat? Dan bukan 21, tapi 20. Padahal kurang 3 lagi dan aku akan menjadi seorang oembunuh dengan rekor paling banyak sepanjang sejarah," ujarnya sambil tertawa.

"20? Jangan bohong!"

"Dia tidak berbohong, Sam," ujar Agnes yang menyerobot masuk. Agnes mengangguk kepalanya dan meminta Sam Nam menunjukkan foto korban kepada si pembunuh.

"Aku yakin kau mengingatnya. Dari semua itu, mana yang bukan koleksimu?" tanya Agnes. Pak Andri sebagai seorang pembunuh menunjuk foto yang ke 17. Sam Nama mengerutkan keningnya dan menatap Agnes yang kini tersenyum miring.

"Aku tidak membunuh yang ini, aku mengikutinya tapi aku gagal. Karena merasa wanita ini diawasi, jadi aku pergi. Hm, akhirnya dia mati juga, tapi tidak ditanganku. Kalian salah orang."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!