JAKE TAK AKAN SELINGKUH

"saya janji tidak akan pernah selingkuh nona."

"Tetap saya tidak percaya."

Aurel sekilas menatap Jake.  Tapi dia kembali berbaring miring.  Menarik selimutnya dan memilih untuk memejamkan mata.  

***

Aurel suka sekali suasana cafenya.  Dia memilih untuk tidur di cafe.  Tak mau pulang sampai besoknya.  Tante Aurel yang mencari-cari. 

"Halo Tante."

Jake sedang ada di bawah.  Di dapur restoran.  Dia sedang memasak untuk makan malamnya dan makam malam Aurel.  Jake juga sudah meminta karyawannya untuk pekerjaan tambahan. Menebuskan obatnya ke apotik. 

"Iya Tante.  Tadi aku telepon Tante mau bilang soal ini.  Tapi ponsel Tante tidak aktif."

"Tunggu Tante.  Aku ke kamar dulu.  Aurelnya masih tidur di kamar.  Katanya dia ingin tidur disini. Dia suka sekali di sini Tante."

Jake menghimpit ponselnya dibahu.  Dia mencuci tangannya, lalu mengelapnya dengan celemek.  Dia melepaskan celemeknya dan naik ke atas. 

"Sayang, telepon dari tante. Tante mau bicara sebentar."

Jake membangunkan Aurel dengan pelan.  Aurel membuka matanya yang bengkak.  Dia mengambil ponsel Jake.   Aurel melakukan Vidio call dengan tantenya.

"Iya Tante."

"Kamu kenapa? Kamu nangis? Mata kamu kok bengkak, merah?"

"Kebanyakan tidur Tante.  Aku tidur disini ya Tante.  Disini enak."

"Dimana, Tante ke sana ya.  Tante khawatir sama kamu."

"Kan ada Jake yang jagain aku Tante.  Tante aku-"

Aurel menahan mulutnya yang tiba-tiba mual.  Dia memberikan ponselnya kepada Jake.  Aurel turun ke kamar mandi diluar lantai dua itu.  Dia muntah-muntah di kamar mandi. 

"Tante, nanti dulu ya.  Nanti aku telepon lagi."

Jake khawatir. Dia menutup teleponnya.  Jake melempar ponselnya ke ranjang dengan sembarangan.  Dia menyusul Aurel ke dalam kamar mandi.  Pintu kamar mandinya tak sempat Aurel tutup.  Jake masuk begitu saja.  Dia  berduri di belakang Aurel dan memijat tengkuk leher Aurel.  Aurel ingin menepisnya.  Tapi rasanya nyaman dipijat Jake. 

"Semuanya gara-gara kamu."

Setelah selesai Aurel berbalik dan kembali masuk ke kamar.  Tapi dia memilih ke dapur.  Jam baru menunjukkan delapan malam. Tapi diluar sudah sangat gelap.  Aurel kelaparan.  Dari pagi dia hanya makan sedikit karena merasa perutnya tak enak.  Dia paksa makan malah muntah di kantor.  Siang dia tak makan sama sekali.  Malamnya dia kelaparan hebat. Jake membuntuti Aurel.  Aurel melihat bahan mentah semuanya. 

"Ini kan cafe.  Kenapa mentah semuanya.  Aku mau makan, aku laper.  Aku mau daging bakar."

Aurel berbalik.  Dia mendengar suara langkah kaki Jake.  Aurel merengek kepada Jake.  Jake pun mengangguk dan tersenyum mengusap kepala Aurel. 

"Iya.  Aku buatkan untuk calon mama ini.  Mau makan apa?"

"Gak usah pegang-pegang perut. Aku gak mau."

Jake memegang perut Aurel.  Aurel langsung menepisnya.  Jake mengelola daging dan saosnya.  Sementara Aurel memilih duduk di atas bar dapur bersih. Dia mencari lemari es. Aurel masuk ke tempat penyimpan makanan. Jake kehilangan Aurel. Dia khawatir. Dia mematikan kompornya dan mencari Aurel.

"Ihh, dingin banget disini."

Aurel hanya memakai baju, tunggu, Aurel seingat dia memakai pakaian kantor. Kenapa jadi dress mini putih dengan motif kembang kecil. Aurel baru sadar sekarang.

"Sayang."

Jake masuk ke lemari pendingin. Dia masih mencari-cari Aurel. Begitu Aurel melihat Jake masuk dia langsung mendekati Jake.

"Kamu buka baju aku? Kamu ganti baju aku ya?"

"Iya. Kasihan kalau kamu pakai baju ketat kayak baju kerja tadi. Kenapa?"

"Kok kenapa sih? Kamu gak boleh lihat badan aku."

Aurel kesal sekali. Dia tak henti memukuli dada Jake. Aurel juga tak henti melompat-lompat kedinginan. Jake memeluk Aurel.

"Dingin kan, jangan lompat-lompat. Licin, bahaya buat anak aku. Kamu mau ambil apa disini?"

"Makanan, buah atau apa sambil nunggu masakan kamu."

"Mentai cake mau?"

Aurel mengangguk. Jake mengambilkannya di penghangat. Dia menggandeng Aurel untuk keluar dari sana. Aurel diam dan duduk diatas bar dapur bersih lagi sambil makan cake mentainya.

"Enak?"

Jake melirik Aurel yang asik makan sambil dia memasak. Aurel hanya mengangguk. Aurel kalau marah memang menakutkan. Tapi kalau sisi anak-anaknya keluar, Aurel sangat manis. Seperti anak kecil.

"Ini. Mau dimakan langsung atau mau nanti?"

Jake sudah selesai memasak salmon dan soalnya. Dengan matang. Dia memberikannya kepada Aurel. Aurel baru selesai makan mentai cakenya. Sekarang dia makan salmon menatapnya. Jake juga membuatkan susu hamil untuk Aurel.

"Ini susu hamil kamu. Jangan lupa diminum buat baby-nya. Jangan marah-marah, kamu manis kalau manja."

Aurel yang sibuk makan diam saja tak menjawab pertanyaan Jake. Sampai Jake mendekati Aurel, mengatakan dia manis dan mengusap bibir Aurel yang belepotan makanan. Apa Jake tak akan seperti mantan kekasihnya itu, selingkuh? Mantan tunangan yang bahkan sudah lima tahun lebih. Sementara ini, Jake baru beberapa bulan saja dia kenal.

"Aku mau kamu."

Aurel menahan tangan Jake yang berpaling dan mau pergi dari dia. Jake mengeryitkan kening.

"Maksudnya mau aku, apa?"

"Itu. Mau main."

"Gak boleh lah. Kan kamu lagi hamil."

"Tapi mau. Aku ngambek kalau gak mau. Katanya mau nurutin semua ucapan aku, permintaan aku, kenapa sekarang gak mau?"

"Bukan gak mau. Gak bisa, kan ada babynya didalam perut. Enggak boleh."

"Tapi mau. Siapa suruh tadi main usap bibir. Kalau kamu gak mau nurutin permintaan aku, ya udah. Aku gak jadi makan lagi. Aku mau gambek di kamar aja."

Aurel mengambil gelas susunya. Dia membawanya ke kamar atas. Jake membawa masakannya dan naik ke kamar atas.

"Ini, makan. Enak banget loh. Gak sayang apa gak dimakan makanan seenak ini?"

Jake duduk di sebelah Aurel. Dia memakan dengan sangat lahap. Aurel berbalik karena tergiur. Dia mengambil makanan dari tangan Jake.

"Katanya masak buat aku dan anaknya. Kenapa dimana sendiri? Jahat banget jadi papa."

Aurel langsung memakannya sambil ngomel. Jake tersenyum melihat Aurel yang makan walau masih dengan ngambek dan tak mau melirik ke arah dia.

Jake sedang melihat Aurel makan dengan lahap. Sampai ponselnya yang ada didekat paha Aurel, hampir saja ketindihan Aurel berbunyi. Aurel kaget karena Jake mengusap pahanya. Padahal mengambil ponsel.

"Kami pegang-pegang ya?"

"Telepon sayang."

"Lagian naruh hp disitu. Sengaja?"

"Iya."

Jake mengangguk saja biar cepat. Dia mengangkat teleponnya. Jeni yang menelpon. Dia berbicara dari sebrang telepon dengan panik.

"Ibu kenapa? Ibu unfall?"

"Ibu?"

Jeni ikut berbalik dan akhirnya menatap Jake. Jake mengangguk dengan pertanyaan jeni. Jake langsung mematikan ponselnya.

"Aku ikut. Ibu di rumah ada di rumah sakit?"

"Aku minta jeni bawa ke rumah sakit dengan taxi. Kita ke rumah sakit aja. Kamu gak apa-apa ikut? Capek gak nanti? Atau mau aku telepon Lucas buat kesini, om atau Tante?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!