AUREL HAMIL

"emm, wait."

Aurel mencoba menjawab sebiasa mungkin dari dalam kamar mandi. Dia mengusap air matanya. Mengaca di dalam kamar mandi. Aurel mengusap air matanya. Dia membuangnya ke kloset dan mengguyurnya.

"Ahh."

Aurel menekan rada sakit di dadanya. Dia sebenarnya masih butuh menangis. Tapi ada Jake, dia tak mau Jake tahu. Aurel membuka pintu kamar mandi setelah dia siap.

"Ada apa kesini?"

"Aku cuma mau memastikan kamu sudah makan siang atau belum?"

Aurel bertanya kepada Jake dengan sangat dingin. Jake menunjuk makanan yang dia bawa, yang dia taruh di meja. Aurel benci sekali dengan Jake, kenapa dia harus membuat dia hamil. Aurel memukul dada Jake.

"Aku gak mau. Pergi dari sini. I hate you. Really hate you."

"Kenapa?"

"Pokoknya, i hate you. Get out."

Aurel menarik Jake untuk keluar dari ruangannya. Bahkan Aurel mengusir sekertaris dia. Aurel menangis dibalik pintu yang dia kunci. Jake melihat sekertaris Aurel.

"Ada apa? Apa yang terjadi dengan nona?"

"Maaf tuan, saya tidak bisa memberitahu. Kalau saya beritahu saya akan dipecat."

"Saya tahu. Ruang cctv."

Jake pergi begitu saja ke ruang cctv. Jake meminta mereka mengulang rekaman cctv tadi, sebelum dia datang, lalu mundur sampai pertama kali Aurel datang ke kantor. Dia melihat Aurel yang seperti pusing, menahan mual dan meminta sekertarisnya membeli alat tes kehamilan. Memberikannya kepada Aurel. Jake langsung kembali ke ruangan Aurel.

"Aurel, kamu hamilkan. Buka pintunya, sayang. Plis, atau aku rusak pintu kantor kamu."

"Kamu berani kepada saya. Ingat kamu saya bayar untuk menjadi suami saya."

Aurel membuka pintunya. Dia marah tapi juga menangis di depan Jake. Jake melihat perut Aurel. Dia senang sekali Aurel hamil anaknya. Dia tanpa sadar mengarahkan tangannya ke perut Aurel. Mengusap perut Aurel. Tapi Aurel segera menepis tangan Jake.

"Aku gak mau hamil anak kamu. Akan aku gugurkan."

"No! Kamu mau bunuh anak yang salah apa-apa. Dia anak kamu, dia bakalan panggil kamu mama. Kamu tahu kan kehilangan mama kamu seperti apa? Apa lagi dia, bayangkan dia dibunuh mamanya sendiri Aurel."

Jake menahan tangan Aurel yang berbalik darinya. Jake menarik Aurel diperlukannya. Dia memeluk erat Aurel.

"Apa salahnya? Kenapa kamu benci anak ini?"

"Jangan cerita ke Tante atau siapa pun di rumah, atau aku akan gugurin anak ini. Kamu tahu kan aku gak pernah main-main sama ucapan aku."

Aurel malah mengancam Jake ketika dipeluk Jake. Jake segera melepaskan pelukannya. Dia tak habis pikir dengan ucapan Aurel. Dia juga tahu Aurel akan nekat.

"Aku gak akan bilang ke siapapun. Tapi jangan gugurkan. Sekarang makan dulu, atau mau apa?"

"Bersikap biasa saja kepada ku. Sekarang kamu pergi dari kantor aku, atau mau aku gugurkan dia."

"Ok. Tapi jangan pecat sekertaris kamu. Bukan dia yang bilang ini ke aku. Aku lihat cctv."

Aurel mengerjapkan matanya. Jake pergi dari sana. Aurel membatalkan semua meeting. Dia hanya menangis seharian di ruangannya. Aurel ingat tempat menangis paling enak. Dia datang ke cafe itu. Aurel keluar dari kantor. Dia meminta supir untuk menyetir karena kepalanya masih suka pusing. Mungkin efek hamil muda.

"Mau kemana dia?"

Aurel tak tahu, Jake masih ada di sana. Bagaimana dia bisa meninggalkan Aurel dalam keadaan seperti ini. Dia sangat khawatir kepada Aurel dan bayinya. Jake mengikut mobil Aurel dari belakang. Jake hafal betul jalan menuju ke cafenya. Cafe tempat pertama kali dia melihat Aurel menangis.

"Panggilkan atasan kamu. Saya mau cafe ini dikosongkan."

Aurel sudah sampai di sana. Jake tahu apa yang Aurel minta. Dia meminta manager cafe untuk menemui Aurel. Cafe di kosongkan hari itu juga. Aurel seharian menangis disana dan melihat pemandangan diluar cafe. Jake diam-diam mengamati. Bahkan sampai sore, udara yang sudah mulai dingin. Itu tidak baik untuk Aurel yang sedang hamil. Jake menemui Aurel.

"Pulang sekarang. Sudah cukup lama kamu disini."

Jake memberikan jaketnya untuk dipakai Aurel. Dia memakaikannya dipundak Aurel. Aurel tak asing dengan suara Jake. Aurel mendongak menatap Jake.

"Kamu ngapain disini? Kamu ngikutin aku ya?"

"Enggak. Ini salah satu cafe aku. Aku kebetulan disini. Aku lihat hanya kamu yang disini."

Aurel kesal. Dia membuang jaket Jake. Baru saja Aurel berdiri dan mau pergi dari sana. Kepalanya sangat pusing. Aurel jatuh pingsan di depan Jake.

"Aurel. Sayang."

Jake menangkap tubuh Aurel dengan cepat. Dia bukan hanya memanggil Aurel sayang. Tapi dia benar-benar sayang dengan Aurel.

"Tuan, perlu bantuan?"

Manager dan tiga pelayan yang diminta Jake tinggal melihat itu. Mereka menghampiri ingin membantu. Tapi Jake menggeleng.

"Ahh, rapikan kamar atas ya."

Ada satu kamar atas yang biasanya digunakan Jake untuk istirahat. Ada ranjangnya.

"Baik tuan."

Mereka bergegas ke kamar tas lebih dulu. Jake membopong Aurel ke kamar atas. Menidurkan Aurel di sana. Dia tak henti menatap Aurel yang masih pingsan. Dia menyibakkan rambut panjang Aurel yang menutupi wajahnya.

"Kalian tahu dokter kandungan, atau semacamnya? Bisa minta tolong tidak, hubungi dia kesini?"

Aurel tak juga bangun. Jake khawatir. Dia meminta tolong karyawannya. Karena tak mungkin menelpon Tantenya Aurel untuk meminta dia memeriksa Aurel. Aurel bisa ngamuk nanti.

"Ada pak. Kakak saya kemarin baru melahirkan. Tunggu sebentar, saya coba telepon dan minta tolong ke kakak saya."

Salah satu karyawan Jake ada yang tahu. Jake menunggu. Dia mencoba untuk menelpon kakaknya dan dokter kandungan itu. Sampai setengah jam dia datang.

"Dokter, tolong periksa istri saya. Dia sedang hamil dan pingsan."

Jake menyambut dokternya. Dokter itu mengangguk dan langsung memeriksa Aurel. Aurel perlahan-lahan terbangun. Dia bingung menatap dirinya sedang diperiksa. Ada dokter dan juga Jake. Tapi dia dimana? Bukan seperti rumahnya di kamar Tantenya.

"Bagaimana dok?"

"Tidak apa-apa. Tapi jangan terlalu banyak pikiran, stres dan capek. Nanti bahaya untuk kandungannya. Masih muda ya kandungannya?"

Jake mengira tanggal hubungan mereka untuk pertama kalinya. Satu atau satu bulan lebih. Dokter memberikan resep vitamin dan juga susu hamil untuk Aurel.

"Mari saya antar dok."

Jake keluar mengantar dokter lebih dulu. Aurel dia tinggal di kamar sendiri. Jake membawakan susu untuk Aurel juga roti.

"Ada susu dan roti, atau mau makan yang lain?"

Jake terus bertanya kepada Aurel. Tapi Aurel memilih diam dan malah berbaring miring tak mau menatap Jake. Tak mau berhadapan dengan Jake.

"Nona, ini anak anda sendiri. Anak yang tak tahu apa pun. Apa salahnya dia. Apa nona tidak bisa membayangkan anak kecil yang tumbuh di rahim nona, nona punya seorang anak, bayi itu akan sangat lucu. Kenapa tidak terima bayinya?"

"Aku gak tahu kapan kamu bakalan selingkuh. Aku gak percaya kamu atau cowok yang lain."

Jake terdiam mendengar itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!