Waktu senja telah tiba dan Erlan masih menyesali perbuatannya pada Diandra. Entah kenapa hasratnya begitu kuat hingga dia menghajar Diandra sampai tiga kali bahkan terkesan memaksa. Erlan tahu jika Diandra tidak menikmatinya, tetapi tadi akal sehatnya sudah tidak berfungsi dengan baik.
Diandra masih tertidur dan Erlan segera bangkit dari tempat tidur. Di raihlah celana yang ada di lantai yang mana ponselnya ada di saku celana tersebut. Erlan segera melakukan panggilan pada Jio. "Masih di kantor? ... Hm ... cek kopi yang Cherin kasih tadi. Aku curiga Cherin kasih aku obat perangsang." Setelah itu panggilan pun segera di tutup. Erlan pun kembali berbaring di atas tempat tidur lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan enggan untuk memakai sehelai benangpun.
Erlan memiringkan tubuhnya agar lebih leluasa menatap Diandra yang masih tertidur pulas. Dia tahu jika istrinya pasti sangat kelelahan dan kesakitan akibat brutalnya permainan panas mereka. "Maaf, Sayang. Maafkan aku," gumam Erlan kemudian mencium kening Diandra perlahan.
Beberapa saat kemudian, Jio mengirimkan pesan padanya jika kopi yang dimaksud tidak ada diruang kerja. Erlan mendengus kesal. "Apa rencana Cherin sebenarnya hingga dia berbuat seperti ini? Jika ini nggak ada kaitannya dengan obat perangsang, nggak mungkin hasratku sampai seperti ini kalau ... ah sialan! Aku harus segera mengakhiri semua ini. Dia begitu terobsesi dengan dunianya, jadi bisa aku jadikan alasan kuat agar aku bisa berpisah secara baik-baik," batin Erlan benar-benar kesal dengan apa yang telah terjadi.
Diandra menggeliat karena pergerakan Erlan dan segera Erlan pura-pura tidur. "Suami nggak punya hati dan jantung! Aku hanya akan membencimu, Mas!" gumam Diandra perlahan menyibak selimutnya dan turun dari tempat tidur. Rasa nyeri serta perih di pangkal pahanya benar-benar menyiksa. Perlahan Diandra melangkah untuk menuju kamar mandi, tetapi langkahnya begitu terbatas. Bahkan hanya untuk satu langkah saja.
"Aw! Kenapa masih sakit aja? Harusnya dengan melakukan beberapa udah nggak sakit kan?" gumam Diandra dan membuat Erlan semakin menyesali perbuatannya.
"Sayang, udah bangun?" tanya Erlan pura-pura bangun tidur dan melihat Diandra yang sedang berdiri tanpa pakaian.
"Maaf, Tuan. Maaf sudah mengganggu tidur ada. Saya cuma mau ke kamar mandi tap-"
"Biar aku bantu, Sayang!"
"Tidak perlu! Saya bisa sendiri. Saya takut akan ada yang bangun lagi kalau anda membantu saya ke kamar mandi. Tuan lanjut tidur saja," jawab Diandra dan mencoba kembali untuk melangkah. Namun lagi-lagi dia merintih.
Erlan tidak peduli lagi jika Diandra akan menolak. Segera Erlan beranjak dari tempat tidurnya dan membopong tubuh Diandra menuju kamar mandi. "Maafin aku udah berbuat kasar tadi. Itu di luar kendaliku. Aku dalam pengaruh obat perangsang, tolong maafkan aku!" mohon Erlan dengan sangat tulus. Erlan pun menurunkan tubuh Diandra di bathtub dan menyalakan air hangat. "Berendam lah sebentar. Air hangat ini akan sedikit membuat kamu nyaman. Aku akan mandi dulu. Sekali lagi maafkan aku!" ucap Erlan seraya mengusap ujung kepala Diandra kemudian dia masuk ke dalam ruangan bersekat kaca transparan untuk mandi.
Guyuran air shower membuatnya terlarut dalam penyesalan yang begitu mendalam. Lagi-lagi dia harus menyakiti Diandra dan bisa saja akan semakin sulit untuk mendapatkan cintanya. Erlan pun memukul dinding dengan tangan kanannya beberapa kali hingga ruas jarinya memerah.
Diandra melihat apa yang dilakukan Erlan. Segera dia memaksa bangkit dari bathtub dan meraih tangan Erlan. "Apa yang anda lakukan, Tuan?" tanya Diandra mengusap lembut ruas jari Erlan yang hampir mengeluarkan darah. "Saya kasian dengan dindingnya kesakitan," lanjut Diandra membuat Erlan langsung memeluknya.
"Maafkan aku Diandra! Sungguh aku sangat menyesal. Maafkan aku!" ucap Erlan seraya meneteskan air matanya. Diandra mematikan aliran air yang membasahi kedua kemudian membalas pelukan Erlan seraya mengusap punggungnya.
"Iya, saya maafkan jika memang Tuan berada dalam pengaruh obat. Kita mandi, setelah itu pulang ya?" pinta Diandra dan Erlan mengangguk pelan dalam pelukan Diandra.
...***...
Setelah memakai kembali pakaiannya, Diandra duduk di depan cermin untuk mengeringkan rambutnya terlebih dahulu sebelum dia dan Erlan pulang. Namun Erlan segera menarik kursi kecil yang tidak jauh dari cermin tersebut lalu meminta Diandra untuk duduk dan mengambil alih hair dryer di tangan Diandra. "Saya bisa melakukannya sendiri, Tuan!" tolak Diandra, tetapi Erlan masih sibuk mengeringkan rambut istrinya.
"Apa kamu masih marah?" tanya Erlan dan sorot mata mereka bertemu di pantulan cermin. "Kalau kamu nggak marah, nggak mungkin kamu panggil aku 'Tuan' lagi. Aku sangat suka kamu panggil 'Mas', bukan 'Tuan'. Aku benar-benar tulus minta maaf dan aku juga serius kalau aku mencintaimu," kata Erlan kembali dengan aktivitasnya.
Bukannya mengatakan sesuatu, Diandra masih terus menatap Erlan lewat pantulan kaca yang ada di depannya. "Apa iya kamu mencintaiku, Mas? Apa iya kita bisa menjalani hubungan ini dengan baik?" tanya Diandra dalam hatinya.
Rambut Diandra telah kering dan Erlan mengambil sisir yang disediakan pihak hotel. Erlan pun menyisir dengan lembutnya rambut itu. Diandra lagi-lagi harus bergelut dengan perasaan dan akal sehatnya tentang apa yang sedang dia rasakan saat ini. Namun akal sehat dan perasaan bertolak belakang. Diandra hanya bisa diam menatap wajah CEO kejam dalam pantulan cermin.
"Udah selesai. Kita pulang sekarang, atau mau menginap?" tanya Erlan seraya merengkuh kedua bahu Diandra dari belakang. Lagi-lagi tatapan mereka berdua saling beradu lewat pantulan cermin.
"Terserah, Mas!" jawab Diandra dengan senyuman manisnya.
"Kamu cantik banget, Sayang," ucap Erlan seraya mencium ujung kepala Diandra. "Gimana kalau kita menginap aja? Kamu mau jalan-jalan sekitar sini atau tempat mana yang ingin kamu kunjungi saat ini?" tanya Erlan sangat antusias karena Diandra telah memanggilnya dengan sebutan 'Mas' kembali.
"Aku ingin ke Paris, Mas!" jawab Diandra masih dengan raut wajah yang sama.
"Baiklah. Akan aku pesankan tiketnya. Kita akan berangkat malam ini juga," sahut Erlan segera mencari ponselnya.
"Haha! Aku hanya bercanda, Mas! Kita pulang aja. Nenek pasti khawatir karena aku nggak pulang-pulang," kata Diandra kemudian beranjak dari tempat duduknya.
"Sayang! Aku serius ini. Kita mau bukan madu ke Paris? Atau mau ke Jepang? Korea juga nggak pa-pa. Asal kamu senang dan bahagia, semuanya akan aku lakukan," jawab Erlan masih berdiri memegang ponselnya. Erlan benar-benar akan memesan tiket ke Paris, tetapi tentu saja hanya menyuruh Jio.
"Nggak, Mas! Aku hanya bercanda. Ayo kita pulang sekarang," sahut Diandra kemudian melangkah menuju pintu.
"Sayang!" panggil Erlan dengan lembutnya.
"Hm. Kenapa, Mas?" jawab Diandra seraya berbalik badan. Segera Erlan memeluk Diandra dan menyandarkan dagunya di bahu Diandra.
"Aku sangat mencintaimu. Aku sangat beruntung bisa menikah denganmu. Aku berjanji hanya akan membahagiakanmu, Diandra," ucap Erlan dengan penuh ketulusan. Diandra bahkan terharu dan hampir meneteskan air matanya. Namun dia tidak ada keinginan untuk menjawab pernyataan cinta Erlan yang entah sudah berapa kali dia mengatakan hal itu.
........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
ira
syukurlah sudah baikan kembali Diandra nggak butuh janjimu heran tapi buktikan dengan tindakan itu baru bisa dipercaya
2025-01-10
0
febby fadila
itu adalah
pertama dan terakhir klau kamu harus berhati hati dgn cherin
2025-01-12
0
Katherina Ajawaila
janji aja Erlan tapi ngk ada pelaksanaan🥸
2024-04-15
0