Erlan telah selesai mandi dan saat keluar dia masih melihat Diandra berbaring di atas tempat tidur. Setelah menyatakan cintanya, Erlan sama sekali tidak melihat rasa bahagia dalam diri istrinya. Malah Diandra hanya menyunggingkan senyum. Sorot mata yang dia lihat hanya sebuah rasa kecewa. "Apa mungkin dia pernah dikhianati pria sampai aku yang ganteng dan kaya nggak bisa taklukan hatinya," batin Erlan melangkah menuju tempat tidur dan duduk di sisi Diandra.
"Aku mau tidur aja. Aku capek, Mas. Lagian tadi aku udah mandi," kata Diandra menatap sebentar pada Erlan dengan senyum terpaksa dan kembali memejamkan mata setelah menarik selimutnya hingga leher.
"Sayang, tapi kan kita abis berkeringat. Masa nggak mandi. Tubuh kamu pasti pliket. Aku bantu ya?" ujar Erlan hendak membuka selimut yang menutupi tubuh istrinya, tetapi Diandra menahan selimut itu.
"Aku nggak pa-pa. Kamu bisa tinggalin aku, Mas." Lagi-lagi Erlan merasa dadanya sakit karena sikap Diandra yang masih acuh. Erlan merasa tidak mendapatkan maaf darinya atas sikap kasar yang dia lakukan sebelumnya.
"Sayang, apa kamu masih marah sama aku? Aku udah minta maaf atas sikapku sebelumnya. Aku berani sumpah aku mencintaimu, Sayang. Kamu masukan maafin aku? Bisakan kita mulai dari awal. Aku serius dengan ucapanku dan aku akan membuktikannya," kata Erlan seraya memberikan ciuman singkat di kening kemudian tersenyum sangat lebar.
"Aku ... aku memaafkanmu. Sekarang biarkan aku tidur, Mas. Bisakan aku istirahat melayani mu malam ini? Aku sudah melayani mu, jadi aku harap aku bisa istirahat dan tidur dengan tenang malam ini," pinta Diandra membuka matanya dan kembali memberikan senyum terpaksa.
"Apa aku sekejam itu sampai dia berpikir kalau dia hanya pelampiasan ku? Dasar bodoh, bukannya aku memang menganggap demikian," batin Erlan seraya menghela nafas. "Iya, kamu tidur aja. Tapi kamu harus mandi dulu dan setelah itu makan lalu minum suplemen. Aku akan membantumu, tunggu aku pakai celana dulu." Erlan pun masuk ke dalam walk in closet dan memakai celana pendek hitam dengan kaos oblong berwarna abu. "Ayo, aku gendong kamu," kata Erlan membuka selimut dan membopong tubuh Diandra yang polos masuk ke dalam kamar mandi lalu menurunkannya di bawah shower. "Tahan Erlan ... tahan," batin Erlan mencoba menyembunyikan hasratnya "Apa mau aku mandiin juga?" tawar Erlan.
"Aku bukan mayat, Mas," jawab Diandra lirih. Erlan pun duduk di water closet dengan kaki dan tangan menyilang menatap Diandra yang ada di balik kaca.
Beberapa saat kemudian, Diandra mematikan shower tanda dia selesai mandi. Erlan segera bangkit dan mengambilkan handuk lalu melilitkannya didada Diandra setelah itu kembali membopongnya keluar kamar mandi.
"Entah kenapa dengan sikap laki-laki ini tiba-tiba sangat lembut dan seperti mengurus bayi. Apa dia benar-benar mencintaiku?" batin Diandra terus menurut dengan apa yang dilakukan Erlan. Dari mengeringkan tubuhnya, memakaikan baju juga mengeringkan rambut dengan hairdryer, semua dilakukan Erlan. Diandra benar-benar heran dan merasa Erlan sedang merayunya.
"Kamu duduk disini dulu," kata Erlan mendudukkan Diandra di sisi tempat tidur. "Sebentar, aku mau minta pelayan nganter makan malam kamu," lanjutnya kemudian menekan angka satu di tombol telepon yang ada di atas nakas. "Bawakan makan malam Nyonya Diandra dan suplemen kesehatan," ucap Erlan kemudian menutup telepon itu dan duduk di sisi Diandra dengan raut wajah yang benar-benar manis.
Erlan membelai rambut Diandra dan menyelipkan rambut yang menutupi pipinya di belakang telinga. "Kamu kenapa sih, Mas? Kesambet?" tanya Diandra benar-benar merasa aneh dengan sikap Erlan.
"Aku kenapa? Aku kan sedang jatuh cinta pada istriku. Apa yang kenapa?" Erlan balik bertanya.
"Em, begitu," jawab Diandra hanya manggut-manggut.
"Respon kamu kok gitu sih? Masa kamu nggak jatuh cinta sama pria ganteng dan kaya raya kayak suamimu ini? Apa kamu mencintai pria lain, hm?" Akhirnya Erlan bisa bertanya hal yang dia tahan tadi.
"Hah? Haha!" Diandra malah tertawa dan kini Erlan yang keheranan dengan sikap istrinya.
"Sayang, apa yang lucu?" tanya Erlan mengusap ujung kepala istrinya.
"Nggak! Nggak ada, Mas."
"Terus kenapa kamu ketawa begitu? Ini pertama kalinya kamu tertawa lepas begitu di depanku. Manis banget, jadi pengen cium deh,"
"Apa kamu selalu seperti ini dengan wanita diluar sana, Mas? Pasti mereka semua berbunga-bunga dengan gombalan kamu itu. Bisa aja kamu."
"Aku cuma begini sama kamu, Sayang. Aku udah bilang kan kamu itu wanita beruntung. Tapi beruntung karena menjadi istri yang aku cintai. Sumpah demi apa pun, aku hanya mencintaimu."
Deg!
Tentu saja Diandra tertegun menatap Erlan. Siapapun akan terpesona dengan ketampanan laki-laki tersebut. Soal harta, jangan ditanya, pastilah triliunan. Tapi entah kenapa Diandra biasa saja. Diandra tidak mau tertipu dengan mulut manis laki-laki.
"Sayang!"
"Eh, maaf. Aku ngelamun."
"Mikirin apa, hm? Mikirin suami kamu yang tampan ini? Apa kamu mulai jatuh cinta padaku?"
"Bukan. Aku pikir kalau aku nggak tahu apa itu cinta, Mas. Jangankan bertemu dengan lawan jenis, untuk keluar dari rumah saja aku kesulitan. Gimana aku bisa jatuh cinta. Mereka sengaja mengurungku untuk dijual dengan harga mahal karena aku masih perawan. Ternyata aku jatuh dalam pelukanmu. Tapi kamu tiba-tiba bilang cinta setelah menggauliku beberapa kali dan nggak tahu gimana sifatku. Apa hobiku. Apa kesukaanku. Apa yang ingin dan tidak aku lakukan. Bagaimana bisa kamu jatuh cinta tanpa tahu itu semua, Mas. Bahkan aku memanggilmu dengan sebutan 'Mas' saja rasanya aneh karena aku wanita yang kamu beli, tapi tiba-tiba kamu cintai." Diandra tertawa garing.
"Sayang!" Erlan ingin memeluk Diandra.
"Sepertinya kata itu nggak pantas untukku, Mas. Kamu hanya mencintai tubuhku, bukan diriku, Mas. Pergilah. Aku ingin tidur. Maaf kalau aku harus mengusirmu dari kamarmu sendiri, tapi izinkan aku istirahat hanya untuk malam ini saja," mohon Diandra kembali menatap Erlan.
"Permisi, Tuan. Ini makan malamnya!" Seorang pelayan meletakkan nampan berisi banyak macam makan dan jus buah naga di atas nakas. Setelah itu dia segera keluar.
"Aku suapin ya? Kamu bilang kamu capek, biar aku yang bantu kamu makan." Erlan pun mengambil piring berisi nasi dan menambahkan sayur juga ayam goreng.
"Aku makan sendiri aja, Mas. Tanganku nggak capek. Yang capek hati dan pikiranku. Biarkan aku makan sendiri," kata Diandra hendak merebut piring yang di pegang suaminya.
Walaupun dada Erlan terasa sesak nafas mendengar penolakan istrinya, dia tetap memaksa Diandra makan dari suapan tangannya. "Aku suka melakukannya. Jadi makanlah dari tanganku," jawab Erlan dan lagi-lagi Diandra hanya menurut.
........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
febby fadila
iya kasihan juga sama diandra, bijaklah erlan jd suami
2025-01-12
0
ira
paham banget sih sama perasaannya Diandra
2025-01-10
0
ira
ternyata Erlan narsis juga 🤣🤣
2025-01-10
0