Erlan sudah siap dengan pakaian yang telah rapi dan menenteng tas kerjanya. Namun Erlan tidak langsung beranjak karena masih tidak ingin memalingkan kedua mata itu dari wajah ayu Diandra. Istrinya masih tertidur pulas di atas tempat tidur.
Semalaman Erlan tidak bisa tidur dan lebih menghabiskan waktunya untuk mondar-mandir di ruang kerja. Padahal ada beberapa pekerjaan yang harus dia selesaikan. Sayang otaknya tidak mau bekerja sama dan hanya memikirkan Diandra seorang.
Erlan juga masuk dengan perlahan hingga mandi dan bersiap-siap dengan perlahan juga karena takut memberikan suara yang bisa membangunkan Diandra. "Sayang, aku harus gimana biar kamu percaya dan mau terima aku sebagai suami sah kamu? Aku ... baru kali ini aku merasakan hal yang begitu menyiksa batinku. Kamu hanya menolak hal kecil saja, dadaku terasa sesak. Padahal aku nggak pernah merasa semua ini dengan Cherin. Ah ... iya, wanita itu. Aku harus bicara dengannya. Aku akan memutuskan hubunganku dengan Cherin supaya kamu percaya dan mau menerimaku, Sayang. Aku pergi dulu ya? Jangan lupa makan," batin Erlan dan terpaksa segera keluar dari kamarnya secara perlahan untuk berangkat bekerja.
"Pagi, Nek!" sapa Erlan saat melihat Neneknya sedang menata bunga lili putih di atas meja. "Ah, aku lupa ini peringatan hari kematian Kakek. Maaf, Nek!" kata Erlan seraya mencium ujung kepala neneknya.
"Memang kapan kamu nggak lupa? setiap tahun kamu pasti lupa bahkan nggak mau beliin Kakek kamu bunga," keluh sang nenek masih fokus menata bunga.
"Iya. Kan Erlan udah minta maaf. Nanti pulang kerja Erlan akan ke pemakaman Kakek dan menyapanya. Erlan akan belikan banyak bunga untuknya," rayu Erlan membuat Nenek Harni memutar malas bola matanya.
"Terserah kamu. Diandra belum bangun?"
"Belum. Dia pasti sangat lelah. Tolong nanti bilang pelayan agar mengantarkan sarapannya ya, Nek?"
"Kamu perhatian sekali?"
"Diandra akan istriku, wajar dong. Yang nggak wajar itu kalau perhatian dengan istri tetangga,"
"Kamu bahkan nggak kenal siapa aja nama tetangga kita, gimana mau perhatian,"
"Eh, bener juga. Nenek bisa aja."
"Cepatlah sarapan, nanti kamu telat,"
"Iya, Nek. Ayo kita sarapan bareng,"
"Nenek belum lapar. Ini juga belum selesai,"
"Kalau begitu Erlan sarapan di kantor aja. Erlan berangkat ya, Nek." Setelah kembali mencium ujung kepala neneknya, Erlan pun beranjak dari tempat duduknya. Dia tahu pasti sang nenek sedang bersedih karena ingat dengan mendiang suaminya. Jadi wajar kalau nenek itu tidak napsu makan.
...***...
Pagi ini suasana di kantor kembali seperti sebelumnya. Para karyawan heran dengan perubahan sikap Erlan yang tidak lagi menunjukkan senyum manis nan mempesona lagi. Semua karyawan tidak ada yang berani macam-macam karena takut dipecat. Begitulah keputusan Erlan jika sudah muncul sikap kejamnya. Tanpa ampun dan tanpa memberikan kesempatan langsung main pecat dan itu pun tanpa pesangon.
Pikiran Erlan benar-benar kacau bahkan Jio sampai kewalahan karena apa pun yang dilakukannya selalu salah. Semua data juga apa yang Jio sarankan adalah sebuah kesalahan. "Astaga! Erlangga! Bisakan lo profesional? Kalau lo nggak dapet jatah dari bini lo, jangan bawa-bawa kesalnya ke kantor. Semua orang takut sama lo, brengsekk!" teriak Jio yang benar-benar sudah tidak tahan dengan sikap Erlan. Seketika Erlan pun diam.
"Sorry! Otak ini nggak berhenti mikirin Diandra. Dia ... dia bahkan menolak ku terus menerus, tapi anehnya aku semakin ingin memilikinya. Aku bahkan heran sama diriku sendiri. Aku bahkan nggak rela senyum manisnya hilang gitu aja. Dadaku sakit, aku harus gimana?" tanya Erlan seraya memijat pelipisnya.
"Bucin parah lo. Asli ini bukan sikap Erlangga. Gue ikut seneng karena lo udah nemuin wanita yang buat lo kayak gini. Tapi lo pikir baik-baik dan profesional lah. Kita di kantor. Ada puluhan karyawan yang gemetar liat sikap lo itu, kamprett!" kata Jio seraya memukul bahu Erlan. Seketika Erlan menoleh padanya dan memberi lirikan tajam. "Maaf, Bos. Tolong periksa sekali lagi file ini dengan teliti dan fokus. Saya yakin file ini sudah sangat benar dan tepat," ucap Jio merubah gaya bicara seraya memberikan map berisi file penting.
"Sialann, lo!" jawab Erlan kemudian menerima file itu. Erlan pun membaca dan meneliti isi file tersebut dengan fokus.
Waktu berlalu begitu saja dan perut Erlan mulai keroncongan. Dia lupa tadi dia tidak sarapan dan begitu tiba di kantor, Erlan langsung bekerja tanpa mengingat untuk makan sesuatu. "Masih belum waktunya jam makan siang, tapi apa Bos mau saya pesankan makan?" tanya Jio melihat jam ditangannya yang menunjukkan pukul sebelas.
"Nggak! Kita lanjutkan aja," jawab Erlan masih fokus dengan beberapa file di mejanya dan sesekali menatap layar monitor.
...***...
"Maaf, Nyonya nggak boleh masuk sembarangan. Apa Nyonya mencari seseorang? Biar saya bantu panggilkan orang itu. Saya tahu Nyonya bukan karyawan sini," cegah seorang satpam saat Diandra akan masuk ke dalam kantor Erlan.
"Apa saya nggak boleh masuk menemui suami saya?" tanya Diandra kesal.
"Boleh, Nyonya. Tapi tidak boleh di dalam karena hanya karyawan yang boleh masuk. Kecuali Nyonya telpon suami Nyonya dan memintanya menemui Nyonya di ruang tunggu sana," jawab satpam tersebut seraya menunjukkan sebuah sofa di sudut ruangan.
Jangankan untuk menelpon, bahkan dia tidak pernah memegang benda pipih yang canggih itu. Diandra hanya terpaksa mengantarkan makanan untuk Erlan karena Neneknya yang menyuruh. Dia bilang kalau Erlan tadi tidak sarapan, jadi Diandra diminta mengantarkan makanan untuk Erlan. Diandra masih sedikit kesal dan malas walaupun Erlan sudah bersikap lembut, bahkan menyatakan cintanya. Namun entah kenapa Diandra sendiri tidak mendapatkan getaran cinta tersebut karena ingat jika Erlan masih punya kekasih.
"Baiklah, aku akan tunggu di sana. Tolong panggilkan Mas Erlangga Saputra," kata Diandra dengan helaan nafas panjang dan melangkah menuju sofa yang ditunjuk satpam tadi.
"Kenapa namanya sama dengan CEO di perusahaan ini?" batin satpam tersebut. "Tunggu Nyonya!" cegah satpam itu menahan Diandra.
"Kenapa?" tanya Diandra malas.
"Saya rasa nama itu cuma satu disini dan itu CEO di perusahaan ini,"
"Anda nggak kenal dengan istri pemimpin anda sendiri?"
Satpam itu terlihat kelimpungan setelah menatap lekat wajah Diandra. "Maaf, Nyonya! Saya kurang teliti. Mari saya antar ke ruangan Pak Erlangga," dengan ramahnya satpam itu mengantar Diandra. "Permisi, Pak!" sapa satpam tersebut seraya membuka pintu ruang kerja Erlan. Tentu saja Erlan dan Jio heran kenapa satpam bisa sampai ruangan itu.
Diandra pun masuk seraya mengangkat kotak makan untuk Erlan. "Aku mau anter ini, Mas?" kata Diandra dan seketika Erlan berbinar-binar.
"Sayang!" Erlan langsung tersenyum lebar.
"Pawang buaya datang juga," gumam Jio dan segera keluar dari ruang kerja Erlan.
........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
ira
nah gitu dong harus segera dan secepatnya memutuskan hubungan dengan ulat bulu itu
2025-01-10
0
ira
Oalah ternyata disuruh nenek mengantarkan makanan untuk erlangga
2025-01-10
0
ira
seketika Erlangga berbinar-binar melihat Diandra datang 🤣🤣🤣
2025-01-10
0