Selama lima tahun Erlan memang sering bercinta dengan Cherin, tetapi tidak pernah sekalipun dia menanam benihnya di rahim Cherin. Hanya dengan Diandra lah Erlan benar-benar kehilangan akal sehatnya sehingga tidak sadar telah menanam benih itu beberapa kali di rahim Diandra.
Erlan yang batuk-batuk membuat Diandra bangun. Diandra duduk dan menatap Erlan sayup karena memang dia masih sangat mengantuk. Tubuh yang tanpa sehelai benang itu kembali membangkitkan gairah Erlan saat dua buah benda kenyal terpampang jelas di matanya. "Tuan, kenapa?" tanya Diandra tanpa sadar jika setengah badannya tidak tertutup apa-apa bahkan selimut.
"Uhuk!" Erlan semakin merasakan sakit di tenggorokannya karena melihat Diandra yang begitu menggairahkan. "Sialann! Tutupi tubuhmu itu sebelum ada yang bangun lagi," Erlan membuang muka karena tiba-tiba moodnya hancur akibat pesan yang dia terima dari Cherin bahwa dia sedang hamil.
"Dia kenapa lagi? Mungkin urusan bisnisnya," gumam Diandra kemudian melanjutkan tidurnya.
Erlan benar-benar dibuat pusing. Entah sudah berapa kali dia mondar-mandir seperti setrikaan. Dia menatap jam di dinding ruang kerjanya yang menunjukkan pukul empat dini hari. "Sialann! Kalau dia hamil anakku, bagaimana dengan Diandra? Bagaimana dengan Mami dan Nenek? Cherin nggak bisa meluluhkan hati mereka berdua." Erlan hanya bisa menendang angin dan memukul dinding. Dia pun kembali mendapatkan pesan dari Cherin.
"Honey! Aku merasa mual dan sangat pusing. Sepertinya aku benar-benar hamil. Kamu bisa kesini? Tolong belikan aku tes kehamilan juga ya?"
Erlan mengehela nafas lega. "Syukurlah kalau dia ternyata belum benar-benar tes kehamilan. Bisa jadi dia hanya masuk angin atau terlalu capek," batin Erlan kemudian meraih kunci mobilnya dan kembali pergi ke apartemen menemui Cherin.
...***...
"Kenapa? Memang kamu telat datang bulan?" tanya Erlan dan memberikan paper bag yang berisi tes kehamilan juga obat masuk angin serta beberapa suplemen.
"Iya, Honey. Aku udah telat satu minggu. Makanya aku pikir aku hamil anak kamu. Tapi bagus dong kalau aku hamil, kita kan akan menikah dan memberikan pewaris untuk keluargamu," jawab Cherin kemudian beranjak ke kamar mandi untuk menguji alat tes kehamilan itu. Erlan tertegun. Cherin benar. Dia berjanji akan menikahi pacarnya itu, tetapi keadaannya berbeda kali ini.
Beberapa saat kemudian Cherin keluar dari kamar mandi dan memberikan alat tes kehamilan itu pada Erlan. Hasilnya garis satu. Erlan mengehela nafas lega. "Syukurlah!" gumam Erlan dan Cherin mendengar ucapan Erlan baru saja.
"Apa? Kamu bersyukur aku nggak hamil? Kamu ... kamu jadi nikahin aku kan?" Cherin memberikan tatapan sinis pada Erlan.
"Apa? Siapa yang bersyukur? Aku nggak bilang apa-apa. Kamu salah denger. Sekarang kamu minum suplemennya ya? Aku ambilkan air dulu," kata Erlan mengelak dan segera mengambil segelas air untuk Cherin. "Kamu mau aku antar ke rumah sakit?" tanya Erlan, tetapi dalam hatinya berharap Cherin tidak mau.
"Nggak! Aku mau coba tidur dulu. Kalau nanti nggak merasa baikan, baru antar aku ke Dokter," jawab Cherin yang kemudian kembali berbaring di tempat tidur.
"Baiklah. Kamu hubungi aku nanti kalau ada apa-apa. Aku akan pulang dan pergi ke kantor. Paman Sam marah karena pertemuan kemarin dengan Pak Davis terganggu. Dia lebih marah karena kamu yang datang mengganggu," ujar Erlan duduk di sisi tempat tidur.
"Honey!" panggil Cherin lirih.
"Hm? Kenapa?" tanya Erlan seraya mengusap pipi Cherin.
"Kapan kita akan menikah? Aku ingin diakui oleh keluargamu. Aku ingin punya keluarga juga, dan itu akan semakin bagus dengan karier ku di dunia model," tanya Cherin membuat Erlan bingung.
"Kamu tahu aku baru saja menikah, nggak mungkin aku langsung menikahi kamu, Sayang. Paling tidak harus tunggu satu tahun lagi," jawab Erlan cukup tenang.
"Kenapa begitu lama. Aku mau kamu selalu ada di sisiku, Honey. Kamu nggak mencicipi tubuh wanita kampungan yang jadi istrimu sekarang kan? Kalau iya awas aja, dia bakal aku kasih pelajaran karena merebut mu dariku," ancam Diandra dengan tangan yang mengepal.
"Astaga ... aku harus gimana? Apa yang harus aku katakan padanya?" batin Erlan.
"Honey!" bentak Cherin.
"Hah? Iya, Sayang? Eh aku harus cepat-cepat berangkat bekerja sebelum Paman Sam marah-marah dan memecat ku. Kamu hubungi aku segera kalau ada apa-apa ya?" Erlan mencium kening Cherin kemudian bergegas pergi.
Di dalam mobil, Erlan terus memukul kemudinya. Rasa yang berkecamuk membuat dia ingin sekali memukul bahkan makan orang sekaligus. "Sialann! Ini semua ide Jio. Bagaimana dengan Cherin. Argh!!!" Lagi dan lagi Erlan memukul kemudinya. Setelah beberapa saat dan mulai tenang, Erlan pun melajukan mobilnya untuk pulang.
...***...
"Tuan, dari ... ah maksudnya kebetulan saya sudah siapkan air hangat dan bajunya. Saya akan siapkan sarapan untuk, Tuan. Apa Tuan ingin sesuatu untuk sarapan?" tanya Diandra yang baru saja keluar dari kamar mandi. Awalnya ingin bertanya darimana suaminya itu, tetapi dia tentu paham itu bukan urusannya.
"Aku mau sandwich dan susu evaporasi hangat," jawab Erlan kemudian Diandra mengangguk paham. Setelah itu Diandra sedikit menundukkan badannya sebagai tanda permisi pada Erlan untuk pergi menyiapkan sarapannya. "Tunggu!" cegah Erlan.
"Iya, Tuan. Apa ada lagi yang harus saya lakukan?" tanya Diandra masih dengan nada lemah lembut dan sedikit menundukkan kepala layaknya seorang pelayan.
"Jangan panggil aku dengan sebutan Tuan. Cari panggilan lainnya. Aku nggak suka kamu terus memanggil aku Tuan, apalagi jika Mami dan Nenek tahu, bisa habis aku dihajar mereka," kata Erlan dan Diandra langsung menatap Erlan dengan senyuman manis. Erlan tertegun menatap senyum manisnya itu.
"Kalau begitu saya harus panggil apa, Tuan? Saya bingung karena Tuan bilang saya bukan Nyonya di rumah ini. Saya sadar diri kalau saya hanya wanita yang Tuan beli dan saya hanya menumpang disini sampai Tuan mengusir saya. Jadi saya tidak bisa memanggil anda dengan sebutan lain selain kata Tuan," jawab Diandra panjang lebar.
Erlan sangat ingat sekali saat dia akan menikahi wanita di depannya itu. Saat itu jelas dia tidak tahu keadaan akan seperti ini dan entah kenapa Erlan merasa risih Diandra memanggilnya Tuan dan juga berbicara dengan formal.
"Panggil apa saja yang pantas untuk posisi suami. Satu lagi, mulai sekarang jangan bicara dengan bahasa saya dan anda, terutama di depan Mami dan Nenek. Usahakan itu. Kalau kita berdua, itu terserah kamu," sahut Erlan masih dan matanya masih terpaku menatap wajah polos tanpa make yang begitu anggun dan ayu tersebut.
"Baik, Tuan. Akan saya ingat pesan, Tuan. Kalau begitu saya permisi menyiapkan sarapan, Tuan. Pakaian, sepatu dan tas sudah saya siapkan di walk in closet, semoga pilihan saya sesuai dengan selera, Tuan. Saya permisi, Tuan." Diandra pun keluar dari kamar itu.
Erlan penasaran dengan baju yang disiapkan istrinya kemudian masuk ke dalam walk in closet untuk melihatnya. "Hm, seleranya nggak buruk," batin Erlan seraya tersenyum.
........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
febby fadila
dasar ulat keket nggak tau malu.. erlan juga bodoh banget masa selama ini nggak bisa cari tau apa sj yg dilakukan cherin diluar sana
2025-01-12
0
ira
dasar ulat bulu nggak tahu diri kan dirimu dulu yang punya ide menyuruh Erlan menikah dengan wanita lain kok sekarang malah marah 😒😒
2025-01-10
0
ira
pas d ajakin nikah nggak mau pas Erlan udah nikah sama orang lain baru ngajakin menikah dasar stress
2025-01-10
0