Aku terdiam beribu bahasa. Entah sudah berapa kali aku terus menolak Gilang agar hubungan yang terjalin hanya sebatas abang dan adik saja. Namun, ia juga sudah berapa kali pula menyatakan cintanya meski tak pernah terbalas oleh diriku.
Bersama Gilang sebetulnya aku merasa nyaman, ya jelas saja aku mengenalnya sejak SMP, dan sejak zaman itu pula desas desis cintanya sampai di telingaku, namun tetap saja ia adalah orang yang ku kecualikan untuk menjalin cinta denganku. Intinya aku tak ingin ia menjadi musuh pasca berpisah, aku ingin dia terus menjadi abang yang baik untukku.
"Bang hahaha." Aku coba menetralkan suasana yang sudah dirasa tegang ini.
"Eh gue serius, malah cengengesan." Ungkapnya yang perlahan tersenyum juga.
"Sejak kapan hih Bang lo bisa serius? Hahahaha."
"Gabyyyy, kamuu yaaa. Jangan buat aku terus-terusan merasa sayang ke kamu!" Ujarnya dengan nada yang sedikit tinggi namun tetap saja memberikan kesan manis.
"Apaan sih Bang hahahaa. Udah sih jalanin dulu aja, lagian gue masih muda juga masih mau hahahihi. Gak usah serius banget Bang. Udah cape kan jadi orang dewasa? Chill out aja." Aku mencoba untuk terus memberikan vibes positif baginya agar ia juga tidak selalu menuntutku untuk menerima cintanya.
"Iya deh benar. Gue turutin, tapi lihat aja pada akhirnya gue bisa buat lo jatuh cinta ya By. Jangan kaget aja hahaha." Celotehnya.
"Hahaha coba aja, seberapa tangguh Bang Gilang menaklukan hati dingin gue."
"Hahaha jangan pernah menantang gue. Anyway, ini ceritanya udah selesai? Gitu aja?" Tanyanya yang masih tidak menyangka bahwa cerita rumit tadi bisa ku kemas dengan singkat.
"Hahaha kok bisa jadi singkat ya. Padahal gue kemarin berasa ruwet banget."
"Nah, makanya gue nanya ulang. Beneran itu aja? Tapi pada intinya lo gak tiba-tiba tinggalin gue buat nikah sama orang lain kan, By?" Lagi-lagi ia memastikan agar masih tetap bisa dekat denganku walaupun tanpa status yang mengikat.
"Astaga. Iya Bang. Gue gak tiba-tiba nikah kok. Lo tenang aja hahaha."
"Itu yang paling penting dan kesimpulan dari cerita lo hahaha."
"Gak kerasa nih Bang udah mau jam satu aja. Balik ke kantor lagi gak?"
"Hahahaha pertanyaan lo gak perlu dijawab aja ya By, yakali lo mau langsung pulang kan?"
"Maksud gue mau sekarang atau nanti aja? Hahaha."
"Ya sudah ayo sekarang aja." Ajak Gilang sembari berdiri dan bersiap memasuki zona jam kantor lagi.
***
"Ka, gue mau ngobrol bentar dong." Sapa Gilang kepada Raka yang sedang melewati depan mejanya, tentu juga melewati depan mejaku.
Raka menghentikan langkahnya, ia menoleh ke arah Gilang.
"Ngobrol apa?" Tanyanya singkat.
Gilang langsung berdiri dan mengajak Raka sedikit menjauh dariku.
"Hmm, mungkin agar gue gak mendengar obrolan mereka kali ya." Gerutuku.
***
"Gaby bakal pindah ke divisi lo minggu depan, kan?" Gilang memastikan apa yang ia sampaikan kepadaku benar.
"Ya enggak dong. Kelamaan lah kalo minggu depan. Besok dia sudah harus pindah ke sayap sebelah." Balasnya di sudut kantor ini.
"Waduh gue udah terlanjur bilang sama dia lagi, kalo pindahnya bakal minggu depan." Ungkap Gilang yang kaget juga karena begitu cepat proses transfernya.
"Lagian, biasanya orang-orang pindah tuh ada jeda satu minggu deh, kok ini cepat banget." Tambah Gilang sekaligus mencari peluang agar bisa lebih lama duduk disamping seorang wanita cantik berambut gelombang panjang ini.
"Ya itu mah kalo staff permanen Lang. Dia kan cuma anak magang doang, ya kenapa harus lama-lama sih?" Celoteh Raka.
"Lo disuruh sama dia untuk nanya ini ke gue?" Tambah Raka yang curiga bahwa ini bukan inisiatif dari Gilang langsung, melainkan atas permintaanku.
"Ya gak penting juga sih lo tahu, apakah ini inisiatif gue atau permintaan Gaby." Balas Gilang yang coba menutupi kebenarannya.
"Duh bocah banget dah perempuan yang lo suka. Lagian dia udah gede juga, bro. Ya harusnya bisa dong nanya sendiri ke gue." Raka yang terlihat kesal dengan sikap Gilang atas pembelaannya terhadap diriku.
"Terus, tugas role job-nya dia bakal ngapain aja?" Gilang seolah tak peduli dan tak pula ia hiraukan argumen Raka barusan.
"Ini juga dia minta lo untuk nanya ke gue?" Tanya Raka yang semakin emosional.
"Gak penting juga lo tahu, bro! Gue sebagai mantan mentornya berhak tahu dong apa yang akan dikerjakan oleh anak magang gue setelah pindah ke divisi lo." Gilang yang coba menjelaskan sekaligus menutupi titipan pertanyaan Gaby.
"Duh susah ya, lo beneran cinta banget sama tuh perempuan sampai mau nanya-nanya hal receh gini."
"Ya lo kan bisa langsung jawab aja."
"Entar bakal ada pengenalannya dulu, ada familiarisasi datanya juga. Bilang deh sama anak magang kesayangan lo itu tenang aja. Gak usah overthinking, panik, atau apalah itu istilahnya. Intinya jangan lebay." Celoteh Raka yang sepertinya benar-benar membenciku entah ada hal apa yang membuatnya sampai begitu membenciku. Bahkan baru ini juga pun aku mengenalnya.
Setelah Gilang mendapatkan informasi apa yang dia mau, dia kembali lagi duduk disampingku. Terlihat juga di belakangnya ada Raka yang mengikutinya dan menuju persis di depan mejaku.
"Perasaan gue gak enak kali ini." Bisikku dalam hati.
"Kamu bakal pindah besok pagi ke sayap sebelah. Jadi, mulai besok kamu jangan duduk disini lagi tapi langsung aja kesana." Tanpa memberikan sapaan yang manis atau bahkan salam, justru ia seperti mengomeliku.
"Iya Mas." Jawabku singkat.
"Jangan telat! Saya benci orang-orang telat." Tambahnya lagi sebelum melangkahkan kaki.
Aku hanya mengangguk sembari menunduk agar tak bisa ku lihat tatapan yang amat menyebalkan itu.
"Orang ngomong itu di jawab dong, Neng! Jangan cuma angguk-angguk aja. Bisa bicara kan?" Sial! Bagiku yang mendengar langsung kalimat ini berasa tertampar banget. Belum lagi jadi bagian dari divisinya, sudah mendapatkan bentakan yang signifikan. Bagaimana nasibku besok, besoknya lagi, dan sampai di titik akhir magang? Apakah aku bakal sanggup menghadapi pria arogan ini?
"Iya, siap Mas!!" Bentakku yang sudah tak tertahan emosi ini meluap.
Aku menegakkan wajahku, ku tatap tajam matanya yang menyoroti mataku. Tanpa peduli sekeliling yang mungkin saja tengah memperhatikan caraku berbicara kepada pimpinan di divisi ini.
"Waduh, jangan bentak-bentak juga dong. Galak banget! Nanti sampai rumah lo belajar dulu ya tata krama ngomong sama atasan itu gimana." Ungkapnya lagi.
Gilang yang berada disampingku sudah berdiri, yang sepertinya siap menerkam manusia arogan ini.
Aku coba tetap menarik tangan Gilang, agar ia tetap menjaga emosinya.
"Pawangnya jangan ikut-ikutan ya! Gue sengaja giniin anak didik lo supaya dia tahu caranya kerja profesional. Kalo cuma mau telat-telatan mending gak usah kerja, di rumah aja tuh dandan atau jadi beauty vlogger. Dengar-dengar sih kamu cukup terkenal di kalangan kakak tingkat ya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments