Di sepanjang jalan pulang dari cafe, aku terus mencerna dan memikirkan kata per kata yang telah disampaikan oleh Kania. Ya bisa dibilang dunia amat sempit untuk aku yang gak punya dunia lain.
"Gue sama Azka ketemu di satu bimbingan belajar, nah dari situ awalnya semua dimulai. Ia terus coba mendekatiku dan sampai di titik aku luluh karena dirinya yang tampak begitu serius ingin menjalin hubungan denganku." Begitu kiranya ucapan yang disampaikan oleh Kania.
Padahal di waktu bersamaan, Azka telah mengejarku dan selalu menyatakan cintanya padaku meski selalu ku tolak, hingga akhirnya ia selalu melampiaskan kekesalannya dengan memacari beberapa orang teman dekatku semasa SMA. Hal itu lah yang membuatku benci dengan trik bajingannya itu. Dengan sengaja ia mendekati beberapa sahabatku, ia pacari, dan ia putuskan sebelah pihak. Mungkin kalo hal ini aku ceritakan ke mama, tentu ia tak akan mengerti situasi yang aku rasakan.
Lalu hari ini, aku menemukan fakta baru lagi ternyata Kaina, teman dekat semasa kuliahku ikut merasakan hal yang sama. Namun, aku belum sampai ke pertanyaan privasi terkait kehamilannya. Entahlah begitu terdengar vulgar apabila diceritakan.
"Emang lo kenal Azka dimana? Dan kenapa lo tiba-tiba nanya seperti ini, By?" Tanyanya balik.
"Azka teman gue dari kecil sih sebenarnya, dan sekarang kedua orang tua kami tengah melakukan perjodohan. Namun, ya aku menolaknya." Ucapku dengan hati-hati.
Ia terlihat shock. Persis dari raut wajahnya berubah dan gugup.
"Ma.... maa...... maksudnya? Lo nerimanya?" Tanyanya. Suasana berubah menjadi tegang dan dingin, seolah aku sedang merubah takdirnya untuk bisa bersama Azka.
"Gak! Gue gak bisa nerima dia. Dari dulu juga gue gak bisa menerima pernyataan cintanya apalagi saat ini sampai pernikahan." Balasku lantang yang menolak upaya perjodohan dari berbagai sisi.
"Ternyata dunia sempit banget ya!" Ucapnya yang terlihat mengusapkan air mata yang tengah menetes di sela obrolan ini.
"Lo mau gue kasih saran, By?" Ujarnya secara tiba-tiba.
"Saran apa Nia?"
"Lo adalah teman baik gue, dan gue gak pengen lo masuk di area yang sama seperti gue dulu. Pria itu tidak baik, meski berulang kali ku akui, aku begitu mencintainya mungkin sampai kini tapi ada dendam juga yang tak mungkin terbalaskan hingga akhir hayat gue." Ucapnya yang berhasil membuatku merinding.
"Kalo lo minta gue untuk balas dendam, gue bukan tipe wanita seperti itu, Nia," responku yang jujur kepadanya bahwa aku bukanlah agensi balas dendam.
"Gak, gue gak minta lo buat balas dendam. Gue cuma kasih tau satu hal yang perlu lo pertimbangkan untuk menoleh atau membuangnya." Jawabnya.
"Apa itu?" Tanyaku yang penasaran.
"Semasa SMA gue pernah melakukan kebodohan bersamanya. Gue tahu, gue salah dan ini fatal bukan cuma di kehidupan gue melainkan juga dari sisi agama gue. Gak ada yang tahu hal ini termasuk orang tua atau kakak, karena gue menyimpannya dengan rapat. Namun, disini gue mau kasih tahu lo, agar lo tidak masuk ke jebakan yang sama juga, By."
Meski aku sudah tahu apa yang ia tuju, namun aku berupaya seolah baru tahu banget hal ini. Bisa dibilang perlu banget akting disini, agar ia tetap nyaman cerita denganku.
"Apa yang lo lakukan, Nia? Jika lo gak keberatan, lo bisa cerita aja ke gue." Jawabku dengan pelan.
"Gue pernah menggugurkan kandungan anaknya Azka, By." Ucapnya seraya menangis, seperti ada penyesalan yang tak pernah bisa terbalaskan kepada janin yang tumbuh dalam rahimnya.
"It is ok Nia, meskipun gue tidak akan bisa membenarkan apa yang udah lakuin, tapi semua itu sudah terjadi kan. Udah jadi bagian dari masa lalu lo." Ucapku dengan pelan.
"Emangnya dia gak mau tanggung jawab? Atau lo belom coba nemuin nyokapnya?" Tambahku lagi.
"Dia gak pernah mau tanggung jawab sementara usia kandungan udah makin gede. Orang tuanya kan di luar negeri ya, jadi gue merasa gak punya pilihan lain selain menggugurkan kandungan ini." Ujarnya.
"Then, lo gak pernah ketemu sama dia lagi?"
"Semenjak kejadian itu juga di hilang-hilangan. Rumahnya yang lama juga sudah di jual, mungkin dia sekarang di luar negeri." Jawabnya yang hopeless akan keberadaan Azka.
"Eh tapi, kalo lo di jodohin sama dia, harusnya dia pernah datang ke lo kan?" Tiba-tiba ia langsung menyambar pertanyaan ini dan seolah punya harapan untuk sekedar bertemu pria yang telah merusaknya.
"Kalo pun pernah, apa lo masih mau bertemu dengannya?" Tanyaku.
"Gue gak akan memohon apapun dengannya, namun gue pengen banget nampar wajahnya, By."
"Gue gak tahu apakah ini menguntungkan bagi gue atau justru bakal buat lo sengsara. Tapi ini adalah momen yang sangat tepat untuk gue menolak lamarannya dengan cara yang membuat dendam lo sedikit terbayar." Ujarku yang tiba-tiba kepikiran tentang skenario mengesankan untuk Azka.
"Maksud lo gimana, By?" Terlihat Kania masih belum paham apa yang ku maksudkan.
"Dia dan keluarganya kekeh mau melamar gue minggu depan, tapi nanti gue bisa ulur sih untuk waktunya sampai lo siap. Ketika lo datang dia tentu saja kaget ya, disitu kesempatan lo untuk memberinya pelajaran. Gue saranin secara tertutup aja biar tidak terekspos publik." Terangku bersemangat karena punya secercah harapan baru untuk menghindari dari hiruk pikuk perjodohan ini.
"Lo yakin akan berhasil?" Ia terlihat gusar akam ideku.
"Seharusnya pertanyaan itu yang gue sampaikan ke lo Nia. Lo yakin gak ketemu sama bajingan ini?"
Ia terdiam sembari menyeruput kopinya seolah berpikir tentang risiko-risiko yang mungkin saja akan terjadi.
"Gue gak pernah maksa lo ya. Tapi ini momen yang pas buat lo menumpahkan rasa kesal yang berkecambuk dalam diri atas pengkhianatan dirinya. Gue tahu Azka adalah teman baik gue, tapi sepertinya ini sudah sangat memuakkan."
"Ya gue paham By. Cuma gue lagi berpikir aja gimana kalo sampai publik tahu? Gimana kalo karena terbongkarnya masa lalu ini akan menghentikan karirku? Gimana masa depanku setelah kejadian ini?" Ucapnya yang terlihat ragu.
"Gue coba atur set sebaik mungkin agar lo berada di ruangan yang aman, sehingga publik tidak akan tahu cerita dari skandal masa lalu lo."
"Berikan waktu buat gue berpikir dulu ya By. Jujur, gue sangat ingin melayangkan telapak tangan ini ke wajahnya, namun mengingat pekerjaan justru sangat khawatir akan menjadi tindak pidana. Lo tahu kan dia adalah orang yang berkuasa?" Ungkapnya.
"Betul juga apa yang dikatakan Kania, dan aku sama sekali belum kepikiran tentang adanya tindak pidana dari apa yang mau ia lontarkan." Desisku dalam hati.
"Hmmm baiklah, lo bisa coba tenangin diri dulu. Perlu diingat gue gak mau egois untuk mengorbankan lo dalam permasalahan gue. Sekalipun lo merubah keputusan, gue gak akan ganggu persahabatan kita, Nia." Aku mencoba memastikan tak kan ada yang merubah dari kejadian ini.
"Oh ya satu lagi, gue minta maaf banget lo jadinya harus mengingat masa lalu kelam lo lagi. Intinya besok lo harus cerita seperti biasa ya."
Aku langsung memeluknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
kak pii
semangat kkk up nya💪💪
2022-11-19
1