Ingin rasanya ku mengumpat dengan kalimat itu namun tetap saja tidak bisa untukku ungkapkan sebab status ini baru saja menjajaki dunia kerja dan membuat mama papa bangga. Huft, jika tidak karena kedua orang tuaku mungkin saja aku langsung menamparnya ketika ia mengucapkan kalimat yang menyakiti hati.
Gilang menoleh ke arahku, matanya seakan memberi kode untuk tetap bersabar. Aku hanya membalasnya dengan menghembuskan nafas.
"Ya sudah bro, jam berapa dan apa saja yang akan dibahas?" Ucap Gilang kepada pria yang terlihat angkuh itu.
"Jam 2 aja, gue udah share info meetingnya. Lo bisa siapin aja progress yang sudah dilakukan oleh tim lo." Balas si pria angkuh.
"Itu saja?" Gilang memastikan sekali lagi.
"Iya. Yaudah lo bisa siapin dulu materinya." Setelahnya si pria angkuh itu berjalan meninggalkan kami.
Gilang kembali ke mejaku.
"By lo bisa bantu gue?" Tanyanya.
"Ya bisa, Bang. Sini apa yang bisa gue bantu?" Jawabku dan menoleh ke arah dirinya.
"Bantu untuk jadi pasangan gue hahaha. Gak gak By, bercanda doang. Lo pasti kesal kan dengarnya hahaha." Ucapnya yang sudah tidak perlu klarifikasi kekesalanku terhadap kalimatnya.
"Huft lo gak perlu nanya sih harusnya karena dah pasti tahu apa yang akan gue jawab." Ujarku.
"Yaampun jangan ngambek dong. Ini serius nih, janji deh serius. Gue minta tolong rapikan ppt yang udah gue buat."
"Rapikan gimana, Bang? Kalo udah lo buat pasti rapi dong, terus gue harus ubah dibagian mana lagi?"
"Iya jadi waktu minggu lalu itu, gue habis meeting sama konsultan. Nah, logonya si konsultan gue masukkan juga ke dalam ppt tersebut. Jadi tolong lu bantu remove aja logonya sama tolong cek juga apa aja yang masih gue tandain kuning dalam dokumen itu." Jelasnya secara detail.
"Oh iya paham gue. Bisa tolong lo drop aja bahan revisinya melalui chat?"
"Ya bisa dong cantik. Memangnya ada cara lain kirim dokumen selain melalui personal chat ke lo hahaha." Balasnya dengan tertawa.
"Ya ada melalui email." Jawabku singkat.
"Bisa aja lo jawab ya. Jangan pintar-pintar banget deh By, gue jadinya minder hahaha."
"Huhh ada yang lo gak tau deh Bang semasa kuliah gue berubah banget. Nanti deh kalo lo ada waktu gue ceritakan."
"Iya entar aja makan siang. Gue mah ada mulu waktu buat lo, jadi lo jangan khawatir."
Lagi-lagi pria yang populer di jamannya berusaha untuk flirting kepadaku dengan ucapan dan rayuan mautnya.
"Sudah dikirim, Bang?" Tanyaku untuk memastikan posisi file yang akan ku edit guna sebagai material meeting beberapa jam lagi.
"Cek deh chat lo." Balasnya.
[Ongoing Progress.ppt]
Begitulah tulisan file yang sudah ia kirimkan. Aku langsung membuka aplikasi chat ini pada laptop sehingga akan mudah mengakses proses pengeditan apabila dilakukan di perangkat laptop dibandingkan ponsel.
Sekitar 15 menit untukku recheck isi dari ppt Gilang. Setelah yakin semua sudah beres, aku langsung mendorong kursi kantor beroda dengan kaki menuju ke arahnya.
"Mas, udah beres semua." Ucapku.
Sontak, matanya melirik tajam dengan senyum tipisnya menoleh kepadaku.
"Eh maksudnya Bang bukan Mas." Tanpa sengaja aku menyebutnya sebagai Mas karena keseringan memanggil yang lebih tua untuk pria dengan mas, sehingga kebawa sampai salah sebut.
"Hahaahaha."
Tak tertahan ia menahan senyum malu-malu, akhirnya pecah juga tawanya dengan sebutan itu dari mulutku.
"Udah jangan tertawa. Cek dulu coba gih." Ucapku yang sedikit salah tingkah karena sikapnya Gilang yang aneh.
"Gak apa-apa tau By panggil gue dengan Mas. Kayaknya lebih lembut ya sapaannya dibandingkan lo panggil gue abang hahaha."
Ia terdengar antusias dengan sapaan itu, padahal tanpa sengaja aku mengucapkannya.
"Gak cocok Bang." Ucapku ketus.
Aku langsung menarik kursi ku lagi kembali ke posisi mejaku. Ketika aku melihat ke belakang untuk memastikan ketika kursi ini mundur tidak menyentuh apapun. Gilang secara tiba-tiba menarik tanganku, bahkan sampai wajah ini tertunduk ke arah lantai.
"Astaga!!!" Teriakku yang lumayan kencang karena shock.
"Eh maaf maaf Bu, kayaknya kesandung nih si Gaby. Hati-hati dong Gaby." Ucap Gilang dengan senyam senyum ke arah mata pegawai lain di dalam ruangan ini yang tertuju kepada kami.
Aku mendongak menatap matanya tajam. Lalu mencoba lepaskan genggaman tangan Gilang yang masih melekat di lengan kananku.
"Sstt pelan-pelan jangan teriak." Ucapnya dengan berbisik.
"Sakit Bang, gila lo ya." Jawabku dengan tatapan kesal mengarah ke arahnya.
"Eh maaf maaf. Tapi kalo gak karena gue pegangin lo udah tersungkur mencium lantai." Responnya yang amat menyebalkan.
"Issss kalo lo gak tiba-tiba narik gak akan juga gue tersungkur." Balasku yang masih dengan volume berbisik.
Akhirnya aku memaksakan tubuhku untuk kembali ke kursi dengan posisi semula tepat berada di depan meja kerja.
Genggaman tangan Gilang untuk mencegah tubuhku tersungkur ternyata amatlah kuat. Sampai-sampai lengan ini berbekas kemerahan.
****
"By jam makan siang nih. Lo gak istirahat?" Tegurnya.
"Gak!" Ucapku yang masih terlalu kesal dengan tingkah Gilang hari ini.
"Ya ampun masih ngambek ceritanya, By? Padahal gue kan udah minta maaf. Udahan ya marahnya." Bujuknya.
"Kring.."
Bunyi notifikasi ini mengalihkan fokusku yang sedari tadi mendengarkan permohonan maaf oleh Gilang.
[Gaby, istirahat bareng yuk. Di cafe bawah aja gimana?] 12.05
Ternyata pesan dari Kania. Meskipun kami ini selantai tapi benar saja ia terlalu hectic melebihi divisiku yang dimentorin oleh Gilang. Apa mungkin karena Kania dimentorin oleh Raka si angkuh ulung itu sehingga ia diberikan beban yang banyak banget?
[Boleh. Kebetulan gue juga bawa bekel] 12.06
Aku yang masih fokus dengan ponsel ini nyatanya tak membawa Gilang meninggalkanku untuk istirahat. Ia masih berdiri di depanku.
"Kenapa belum pergi? Katanya mau istirahat Bang." Aku mendongak ke arah pria yang memiliki tinggi sekitar 180 cm ini.
"Ya kan mau ngajakin kamu biar barengan aja. Terus juga katanya lo mau cerita juga semasa kuliah gimana." Responnya yang masih menatapku.
"Kapan-kapan aja deh Bang. Lo istirahat duluan aja. Kayaknya gue gak istirahat karena udah bawa bekel."
Sengaja berbohong kepadanya agar ia bisa segera pergi untuk istirahat sendiri atau bersama yang lain gak hanya dengan aku, adik kelasnya semasa SMP.
"Gue mager sendirian By. Apa gue makan disini aja ya?" Ucapnya.
"Haduh ini manusia satu kenapa malah mau makan disini. Padahal gue nyuruh lo pergi supaya gue bisa makan dengan Kania." Gerutuku dalam hati.
"Haii Gaby. Ayo gue udah disini nih."
Suara Kania benar saja mencuri perhatian Gilang yang sedang berusaha mengajakku makan siang bareng.
Gilang menatap mataku dengan gestur tangan seolah bertanya ada apa.
Aku pun bingung harus meresponnya seperti apa.
"Eh Kania……" Ucapku dengan lirikkan mata yang berharap ia akan paham maksudku.
"Iya ini gue udah sampai, ayo…" Ucapnya.
"Loh By, tadi katanya lo mau makan disini. Kok malah mau pergi?" Gilang menatapku dengan penuh kekecewaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments