"By, mama sudah pengen banget nimang cucu. Nikah gih sama Azka." Ucapan selamat pagi yang sangat tak menyapa dengan baik berhasil membuatku tersulut emosi.
"Ma, nikah tuh bukan cuma nyuruh-nyuruh anaknya ini itu, apa mama gak pernah mikir aku mau atau gak sama Azka?"
"Azka kurangnya dimana lagi sih, By? Coba kasih tau Mama." Perlahan mama mendekatkan diri ke arah tubuhku yang masih posisi tidur di weekend pertama kerja ini.
"Ya gak bisa disampaikan pokoknya Ma." Jawabku singkat.
"Apa kamu sudah punya pacar jadi gak melirik perasaan Azka? Kok kamu gak cerita sama Mama." Sorotan mata mama seakan mengintimidasi perasaanku, padahal pertanyaan itu tak perlu dijawab tentu ia akan paham dengan sendirinya dengan kelakuanku pada pria.
"Hmm Maaahh, udah ya. Gaby mau lanjut tidur lagi nih. Ngantuk banget Mahh. Di bangunin cuma karena bahas Azka lagi, bosen juga sih Ma."
"Ya dia pria yang meyakinkan untuk menjadi kepala keluargamu. Dari segi ekonomi udah melampaui standar rata-rata, spesifikasi wajah gak perlu dicari lagi sebab wajah blasterannya sudah menjawab itu semua. Apalagi?"
Oh ya, kepintarannya itu juga gak perlu pembuktian khusus sebab selama ini dia belajar pemetaan tentang keuangan perusahaannya dengan pengaturan strategis dari pemikirannya.
Bahkan jika aku bertanya pada diri sendiri di depan cermin, aku masih tidak mau menerima Azka yaaa karena bukan masalah apa yang ku lihat, melainkan dengan apa yang ku rasakan dari hati ke hati kepadanya.
"Ma, sejak kapan sih merencanakan jodoh perjodohan gini?" Celetukku yang ingat atas pembahasan perjodohan tadi malam.
"Sudah lama banget. Ceritanya juga sama sekali gak terduga yang membawa kalian justru berteman dengan sendirinya tanpa dibawa atau dideketin satu sama lain.
"Ya, ceritanya kia-kira gimana?" Celotehku yang gak sabaran menanti cerita dari mama tentang pertemanannya dari keluarga Azka.
"Dulu, mama dan mamanya Azka adalah musuh yang gak pernah bisa berdamai satu sama lain." Terangnya.
"Ya terus kenapa bisa musuhan?" Tanyaku yang penasaran akan ceritanya.
"Maklum remaja ya, urusan pria. Ia mencintai pria yang Mama juga suka."
"Cuma karna itu?" Responku yang datar dengan mata sedikit terpejam akibat hawa ngantuk yang melanda.
"Gak hanya itu sih, masalah akademik juga dia coba menyaingi Mama dengan menjadi siswa favorit. Intinya apa yang Mama lakukan dia selalu ikut dan justru menjadikan Mama sebagai musuhnya."
"Lalu, kenapa akhirnya baikan?" Tanyaku yang langsung meminta penjelasan akhirnya.
"Setelah tamat SMA, Mama pergi keluar negeri sengaja agar tidak pernah bertemu dengan perempuan itu, sebab ia seperti tombak yang begitu tajam menusuk jiwa. Setelah sampai di London, Mama gak sengaja bertemu dengan papamu dan akhirnya menikah. Pasca kembali ke Indonesia, Mama bertemu dengannya di salah satu resto dan ia membawa Azka pada saat itu."
"Oke, lanjut Ma."
"Mama yang saat itu begitu menginginkan anak lelaki dan melihat wajah Azka yang begitu sempurna, sehingga terlintas dipikiran Mama untuk menjodohkan kalian."
"Gak masuk akal cerita Mama!" Responku dan langsung memunggungi mama yang tengah bercerita tentang Azka.
"Memang begitu kenyataannya, sayang. Mama bertemu dengan Azka dan mamanya lalu mencoba melupakan semua memori masa lalu yang pernah terjadi antara kami. Meski awalnya sulit, tapi Mama sudah merasa pas apabila kamu dan Azka berjodoh." Terangnya yang sangat rinci dan kekeh dengan keinginannya untuk menjodohkanku.
"Oke Mas. Terima kasih sharingnya, tapi kali ini Gaby serius Ma untuk menolak lamaran Azka." Jawabku dengan wajah tertutup guling.
"Kamu tuh coba aja dulu cerita apa yang kamu gak suka dari Azka. Mungkin akan bisa diperbaiki By. Ingat juga saat ini usia kamu sudah berapa tahun, sudah harusnya menikah By." Bujuk Mama yang masih berusaha sekuat tenaga untuk meyakinkanku bahwa Azka adalah pria terbaik pilihannya.
"Udah ya Ma, entar aja dibahasnya. Gaby beneran pengen tidur pagi ini." Aku terpaksa harus memohon kepada Mama agar bisa diizinkan tidur pagi ini tanpa ada bahasan nama siapapun.
"Kring... kring... kring.."
"Ah sial! Baru saja mau melelapkan mata, siapa lagi sih ini!" Ucapku berteriak kesal.
Aku berjalan sedikit menuju meja belajarku yang terdapat ponsel di bagian atas buku.
"Halo." Suara pria yang menyapaku tak kunjung memperkenalkan diri.
"Iya, maaf ini siapa ya?" Tanyaku kepada pria misterius yang hanya mengucapkan kata halo dari seberang sana.
"Wah parah lo gak bisa ngenalin suara gue By." Jawab pria di seberang sana yang masih gak tau identitasnya.
"Duh maaf, gue takut salah nebak. Lo bisa ngomong aja gak keperluannya apa? Soalnya gue lagi sibuk." Jawabku yang sedikit ketus karena faktor ngantuk.
"Gue di depan rumah lo. Bukain pintu dong." Jawabnya.
"Gila, ini cowok siapa lagi sih. Dari suaranya persis Gilang, tapi ini bukan nomor yang biasa gue pakai untuk komunikasi sama dia deh." Ucapku dalam hati yang sedang menggerutu.
Aku langsung mematikan ponsel ini, dan buru-buru ke bawah untuk memastikan siapa pria misterius tadi.
Satu per satu anak tangga aku turunin.
"Mau kemana By? Tadi katanya mau tidur. Di tinggal keluar malah mau kelayapan keluar kamar." Celoteh Mama yang sedang masak di dapur.
"Ada temanku yang datang Ma."
"Oh dia itu temanmu ya. Tadi mama suruh dia datang lagi aja ketika sore." Jawab Mama santai.
"Loh kok sore sih Ma?" Tanyaku.
"Ya kan kamu tidur gak mau diganggu sama siapapun."
Aku memasang raut wajah datar kepada mama yang sama sekali mengagetkan atas jawabannya.
Setelah berbincang sedikit bersama mama aku langsung menuju pintu gerbang, dan terlihat ada Pak Asep yang sedang menyuci mobil papa.
"Non mau kemana?" Teriak Pak Asep beradu suara dengan bunyi mesin air.
"Tadi ada temanku, sekarang ia kemana?" Tanyaku kepada Pak Asep.
"Tadi sudah suruh keluar si Non. Gak tau sekarang dimana," jawabnya.
Aku langsung saja membukakan gerbang kepada si pria misterius berharap ia memang menunggu di depan gerbang.
Ku toleh kanan dan kiri tidak ada satupun pria dengan ekspresi menunggu di sekitar kompleks ini.
Aku merogohkan kantong dari celana tidur ini dan mencari riwayat panggilan masuk. Ku coba telepon beberapa kali namun masih juga tidak ada respon.
"Apa baiknya gue chat dulu aja ya." Desisku dalam hati.
Sejujurnya aku paling malas urus pria misterius seperti ini, karena benar saja tidak ada untungnya sepeser pun untukku, namun karena sudah melibatkan rumah dan ditambah sedang panas-panasnya perjodohan dengan Azka buatku sangat resah dengan kehadiran pria-pria baru ini.
"Non non, punten saya lupa memberikan ini. Ini titipan dari Masnya ya Non." Ucap Pak Asep yang langsung menghampiri posisiku berada diluar pagar.
Bisa di bilang dari sisi motif, surat ini terlihat begitu fancy. Pelan-pelan ku buka isi suratnya dan perlahan juga kaget membacanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments