Jujur, aku malu. Malu karena ia mengingat jelas wajahku.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman, sementara Kania sudah menyenggolku untuk bertanya kebenarannya.
"By, tadi lo ketemu dia? Kok bisa?" ucapnya berbisik.
Sementara aku hanya jawab, "ntar aja, gue ceritain. Btw, tadi nama dia siapa? Gue lupa," tanyaku pada Kania.
"Mas Raka," ucap Kania.
Percayalah, nama itu akan ku ingat dan pasti slalu ku hindarkan dari berbagai pertemuan kecuali karena memang terpaksa.
"Oke udah semua ya berkenalan, semuanya salam kenal. Tadi saya sudah menyebutkan nama saya, mungkin ada yang masih belum dengar, nama saya Raka Adya Kusuma, saat ini saya sebagai asisten manajer project strategy. Nah, terkait kalian akan di tempatkan di posisi apa, silahkan cek email kalian sekarang ya," ucapnya.
"Semoga kita sedivisi yaa By," ucap Kania yang tengah membuka ponselnya.
Sementara aku ada perasaan takut dan gelisah akan pemilihan divisi ini, ku bukan perlahan-lahan ponselnya dan menuju menu email. Sudah terdapat 1 buah pesan yang baru masuk, ku buka dan berharap tidak 1 divisi dengan Mas Raka.
"By, gue di divisi project strategy nih sama Mas Raka ya berarti hahaha," ucapnya yang gembira.
"Lo, divisi apa cepet buka deh," ucapnya lagi penasaran dengan divisiku.
"Ahhh, kita beda divisi!" ucapku yang tentu saja langsung tersenyum. Artinya aku tidak akan bertemu dengan Mas Raka lagi.
"Gue divisi Project Development, hahahaha," ucapku tertawa.
"Bagi rekan-rekan yang sudah mendapatkan email pemberitahuan divisi, silahkan tenang kembali ya. Untuk lantai kerjanya, akan saya sebutkan segera," ucap Mas Raka yang masih berada di depan podium.
"Project strategy di lantai 20, project development di lantai 20, business development di lantai 23," tambahnya lagi.
Aku terkejut, dan dalam hati bergeming "Loh kok sama-sama di lantai 20 ya, oh mungkin di lantainya ada ruangan-ruangan lagi kali ya," ucapku dalam hati.
Mata Kania mengarah padaku, dari pancaran matanya ia tampak senang bisa selantai denganku meskipun beda divisi dan tentu saja akan beda mentor.
"Gabyyy, kita selantai, kalo jam makan siang bisa barengan dong," ucapnya dengan mata yang berbinar.
"Iya nih Kan," ucapku separuh tersenyum.
"Silahkan bagi yang sudah tahu lokasi lantainya untuk langsung naik menuju lantai masing-masing, sebab akan ada pengenalan mentor dan rencana kerja untuk masing-masing. Sekali lagi selamat bergabung," tutup Mas Raka.
Setelah mendapatkan arahan untuk menuju lantai 20, aku dan Kania langsung saja menuju lift. Tentu bukan hanya kami berdua, melainkan bersama dengan rekan lainnya yang saat itu masih belum terlalu kenal, hanya ingat wajah tapi untuk namanya lupa lagi, lupa lagi.
"Haii, kamu di divisi mana?" Ucap seorang pekerja intern yang sama denganku juga ketika di dalam lift.
"Hai, project development nih," ucapku sembari tersenyum tipis.
"Wah satu divisi dong kita. Kamu namanya siapa?" Ucapnya dengan terus melihatku.
Jujur, dengan tatapannya yang seperti ini aku rada risih. Sudah terlalu sering dimodusin cowok dan sekarang bisa sampai hapal, mana yang baik dan mana pula yang hanya flirting. Cowok di sampingku ini jelas banget terlihat bahwa ia flirting kepadaku.
Untungnya pintu lift terbuka, dan aku mengabaikan pertanyaannya tadi untuk langsung menarik tangan Kania keluar.
"Tunggu deh By, ini cuma ada satu pintu. Lo dimana, gue dimana dong?" Ucap Kania menghentikan kaki.
"Udah deh gak usah overthinking dulu, masuk aja," ucapku yang menarik tangannya kembali masuk.
"Selamat datang di Coorporate Project. Ini temen-temen intern ya, silahkan masuk ke ruangan meeting ya," sapa Pak Satpam yang menyambut kami dengan ramah.
Kami mengikuti Pak Satpam untuk sampai ke ruangan meeting yang gede. Interiornya fancy, dan tentu saja ruangan ini berhadapan langsung dengan pemandangan ibukota yang menampilkan gedung-gedung tinggi pencakar langit dan indahnya susunan jalan layang yang membentang.
Kami anak-anak intern langsung duduk rapi dan siap menunggu mentor yang akan mengarahkan kami lebih detail terkait beban kerja. Berselang 5 menit, terdapat langkah kaki yang masuk menuju meja depan dan menyalakan laptopnya, aku yang sedari tadi masih fokus membalas pesan Azka, akhirnya menyimpan ponsel di dalam tas dan mengangkat kepala untuk siap mendengarkan materi yang akan disampaikan.
"Astaga kenapa dia lagi," ucapku yang kembali menunduk.
Ya betul, Raka lagi.
"Oke, jadi langsung saja, disini saya mau mengenalkan Pak Manager kita yaitu Bapak Yudha, saya selaku asisten Beliau dengan nama Raka, dan Mas Gilang yang merupakan mentor tim Project Development," ucapnya sebagai pengenalan.
"Syukur deh, gue cuma ketemu dia disini doang. Eits tapi..." ucapku dalam hati yang tiba-tiba obrolan batinku berhenti karena mendengar lanjutan penyampaian Raka.
"Jadi di lantai dan ruangan ini, Project Strategy dan Project Development akan satu ruangan, namun beda lokasi kerja aja. Project strategy akan berada di sisi kiri, sementara Project development area kerjanya di sisi kanan. Kita akan sering meeting bareng karena masih punya lingkup kerja yang sama. Jadi, kalian disini bisa saling kenal dulu semua rekan internnya dan nanti pelan-pelan akan kenal pula dengan rekan kerja pegawai lainnya." ucapnya sebagai tambahan.
"Sial, gue bakal ketemu dia setiap hari," ucapku menggerutu dalam hati.
"Oke, selanjutnya mungkin bisa sama mentor masing-masing kali ya untuk diskusi detailnya. Langsung aja Khairunnisa, Ahmad, dan Alfina ke Mas Gilang, lalu Kania, Virgo, dan Danu ke saya," tambahnya lagi.
"Dah By, gue cewek sendirian nih. Insecure deh gue," ucap Kania.
"Gak apa apa, yang penting kita selantai kan?" Ucapku mencoba menenangkannya.
Kami bertiga langsung menuju Mas Gilang dan berkumpul memundar. Jujur, dari raut wajahnya seperti tidak asing, entah punya peranan apa Gilang dalam masa laluku tapi jujur gak asing bentuk wajahnya.
"Gaby bukan lo?" Ucapnya tersenyum.
"He'eh Mas. Kok bisa tau nama panggilan aku?" Tanyaku bingung, dan menghela rambut.
"Hahahaa ya kenal lah, parah lo lupa sama gue," tambahnya lagi.
Aku coba mengingat sejuta memori masa lalu nama Gilang. Ada satu nama yang persis sama dengannya, seorang pemain basket, tapi ya sudah tau sampai disitu saja.
"Gue kakak kelas lo waktu SMP, pemain basket," ucapnya tertawa.
"Hahaha, kan bener dugaan gue. Ternyata lo ya Bang," ucapku tertawa garing.
"Apaan dugaan, lo aja keliatan banget bingungnya, hahahaha." balasnya tertawa.
"Haha ya sudah nanti after office hour bareng ya, banyak yang mau gue obrolin," ucapnya tersenyum.
"Duh ini buaya satu lagi kenapa dah," bisikku dalam hati.
"Oke guys, gue senang banget karena ada bantuan temen-temen intern yang akan involve ke project development. Gue tadi secara skimming udah tau nama kalian, ada Gaby, Ahmad, dan Alfina ya. Oke mungkin gini aja, jadi kita adalah 1 tim dan saat ini progres dari PD (Project Development) lagi menyusun analisis lapangan baru tapi bukan secara keilmuan bumi ya, kita lebih ke infrastruktur dan business projectnya seperti apa. Mungkin sebagai intronya, gue bakal bagikan beberapa bacaan yang perlu kalian cermati dulu aja 2 minggu ini." ucapnya dan tentu matanya melirik ke arahku juga.
"Okey Mas," ucap Alfina.
"Gimana Gaby?" Tanyanya kepadaku.
"Iya paham Bang," ucapku terkejut melihat tingkahnya kali ini.
"Okey, kalo gitu sekarang kita keluar liat meja kerja kalian ya." ucapnya.
Kami semua keluar ruangan, dan mengikuti ia berjalan. Aku berada di posisi jalan paling terakhir, lalu gak lama Ahmad dengan sengaja menungguku agar bisa beriringan jalan.
"By, kamu kenal dekat ya sama Mas Gilang?" Tanyanya berbisik.
"Hmm iya, kating gue dulu sih. Tapi gak deket banget, cuma tau aja." balasku ketus.
"Okey, ini tempat kerja gue," ucap Gilang sembari menunjuk meja kerja yang berada di sisi kiri jalan dan langsung berhadapan dengan pandangan gedung pencakar langit.
"Di samping meja kerja gue boleh di tempatin Gaby, sebelahnya lagi Ahmad, dan Alfina di depannya Ahmad ya," ucapnya dan lagi matanya melirik ke arahku.
Aku menghela nafas dan mengikat rambutku yang sedari tadi terurai.
"Oke Bang, udah boleh duduk buat baca-baca nih?"
"Boleh silahkan, nanti gue undang kalian ke grup ya," responnya.
Setelah instruksi tersebut, kami langsung duduk di meja kerja masing-masing, termasuk aku yang harus dengan terpaksa duduk diantara cowok-cowok ini.
Baru saja duduk dan menyalakan laptop, Gilang langsung menyeret kursinya ke meja kerjaku.
"By, lo makin cantik aja deh," ucapnya berbisik.
"Hmm iya, gue juga gak tau dah Bang kenapa makin cantik," balasku dengan ketus sembari memainkan kursor laptop yang ada di depanku.
"Belum punya suami kan lo? Mau gue jadiin istri nih soalnya," ucapnya dengan tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
A̳̿y̳̿y̳̿a̳̿ C̳̿a̳̿h̳̿y̳̿a̳̿
👍👍💙
2022-11-18
1