"Kaaakk Kaaakkkk bangun atuh udah jam berapa ini!" Teriak wanita paruh baya dengan suara khas yaitu mama.
"Apa sih Ma, masih ngantuk," ucapku yang masih belum sadar.
"Nak, ini hari keduamu kerja kok gak semangat sih," ucap mama sedikit menepuk-nepuk bahuku untuk sekedar membangunkan aku ditengah kepulasan tidur.
"Aduh…. Jam berapa sih Ma?" Tanyaku yang masih menutup mataku.
"Udah jam 6.15. Kamu ke kantor jam 8 kan?" Tanya balik mama.
"Astaga Ma…….."
Benar saja, dengar ucapan angka jam dari mama berhasil membuatku loncat dan hampir jatuh dari ranjang ini.
"Astaga, mana handuk mana handuk."
Aku yang begitu panik dengan cepat berpikir sembari lari menuju kamar mandi setelah menemukan handuk biru yang tergeletak di atas kursi belajar.
"Kalo gue mandi ini mah gak keburu, bodoh amat gue gosok gigi aja," batinku.
"Sial, gue kesiangan," gerutuku sembari membasuh mulut yang telah dipenuhi oleh pasta gigi dan bersiap untuk berkumur dengan aliran air dari wastafel.
"Ma, kok masih disini? Gaby mau pakai baju nih."
"Apaan pakai baju, kamu mandi aja kagak ya," ucap mama yang meledek dan senyum tipis dari goresan bibirnya amat jelas terlihat.
"Ah Mama, sanaaaa keluar dulu……"
Langsung saja ku gandeng tangan mama membawanya keluar kamar. Ia benar-benar mengamati anak gadisnya ini dengan sesekali tersenyum. Entah apa yang ada dipikiran mama hingga ia tidak ikut panik sementara aku sudah dihantui dengan ketakutan telat di hari kedua kerja.
Setelah mama keluar kamar, ku tutup kembali pintunya, dan langsung ku kunci memastikan agar mama tidak menganggu waktu terbatasku di ujung ketelatan ini. Belum lagi atasanku yang amat horor, duh buat bulu kuduk merinding bahkan belum bertemu dengannya saat ini.
"Pakai baju apa lagi gue." Aku membuka dua buah pintu lemari untuk melihat mana pakaian yang serasi untuk ku kenakan hari ini.
"Kalo bajunya pink, celananya hitam, sepatunya hitam atau pink ya nanti." Begitulah kira-kira perdebatan fashion yang terjadi dalam diri ini.
"Gaby sudah jam setengah 7," ucap mama dari depan kamar.
"Ah betul saja Mama memantauku dari dekat," celotehku dengan pelan.
"Gue gak akan keburu kalo bawa mobil sendiri." Tambahku yang langsung pesan ojek online dari kamar. Tanpa nunggu lama, aku langsung menarik tas tangan, laptop diatas meja dan turun menuju titik sampainya ojek online yang telah ku pesan.
"Mah Pah, aku berangkat dulu ya udah telat," teriakku kepada mereka yang sedang menyiapkan sarapan pagi.
"Ini bawa bekelnya udah Mama siapkan Kak," teriak mama dan bergegas menujuku yang sudah berada di halaman depan.
"Oke makasih Mah," sembari berpamitan kepada mama.
"Atas nama Kak Gabie," ucap Bapak paruh baya sembari menodongkan helm hijau khas ojek online kepadaku.
"Iya Gaby Pak gak pake e nya," jawabku yang sedikit tertawa karena ejaan namaku yang salah.
"Oh ya, maaf Kak, silahkan naik," responnya lagi.
Setelah aku merasa duduk mantap di atas motor, kendaraan ini pun melaju kencang. Namun, pada saat di jalan utama kemacetan pun merebak luas di bawah teriknya matahari pagi ini.
Aku melihat jam di tangan kiri menunjukkan pukul 06.55.
"Sial udah pasti telat!" Batinku dengan perasaan gak menentu.
"Duh eh eh eh eh, ini motornya mati Kak. Aduh gimana ya Kak," ucap pria paruh baya itu yang menepikan motornya karena di tengah kemacetan ini motor yang kami kendarai mendadak mati.
"Waduh, saya coba turun dulu Pak. Coba diengkol kali ya Pak," ujarku yang memberikan saran.
Pria tersebut terlihat menerima saranku dengan baik. Ia coba menegakkan motornya, dan berusaha mengengkolnya. Namun, tetap saja hari buruk tidak pernah terduga, motor matic ini tetap tidak mau menyala.
"Duh ya sudah Pak. Saya berhenti disini saja. Bapak langsung ke bengkel saja ya, ini saya ada uang sedikit semoga bisa bantu perbaikannya. Oh ya, untuk ongkos ojeknya sudah langsung dari aplikasi ya Pak."
"Waduh, maaf ya Kak merepotkan. Semoga rejeki Kakak diperbanyak oleh Tuhan. Terima kasih banyak Kak," jawab pria paruh baya tersebut yang terlihat begitu bersyukur dengan bantuanku yang nominalnya tidak seberapa.
Bapak ojek online ini pun pamit dan berlalu dengan akhir mendorong motornya, sementara aku kebingungan untuk meminta bantuan kepada siapa yang bisa ku andalkan.
"Azka Azka….." Sebutku secara tiba-tiba.
Aku merogoh tas lalu ku cari kontak Azka dalam daftar kontak ponsel ini. Setelah dapat, langsung saja ku hubungi nomor yang telah ku simpan ini.
"Kaaa, Azkaaaaa. Gue bisa minta tolong gak?" Tuturku.
"Gaby, lo dimana? Kok berisik banget. Coba kencengin suaranya!" Balas Azka yang sepertinya ia tidak dapat mendengar apa yang sedang aku bicarakan karena kebisingan ibukota yang hectic di jam kerja ini.
"Kaaaaaaa!!!!" Aku teriak lebih kencang.
"Iya gue udah dengar. Lo dimana?" Tanyanya dengan kembali teriak. Padahal dengan dia berbicara kecil aja tetap terjelas di telingaku.
"Tolongin gue!!"
"Haaa? Lo kenapaa??" Tanyanya yang masih berteriak. Suara itu sampai di gendang telingaku dan benar saja terasa nyaring sebab volume suara yang amat tinggi.
"Tolong jemput gue di Jalan Protokol. Gue di pinggir jalan ini dekat Halte."
"Haaa? Gue gak dengar. Cepat lo chat aja ya." Jawabnya yang terdengar jelas sia-sia melalui jalur telepon.
Azka langsung mematikan panggilannya. Selang 1 menit, terdapat notifikasi pesan masuk.
[Lo kenapa? Chat aja karena gue gak bisa dengar suara lo By] 07.10
Dengan cepat aku mengetukkan jempol ke layar yang berisi huruf untuk menggabungkannya menjadi kalimat agar Azka dapat memahami maksudku.
[Ka, lo bisa tolong jemput gue gak? Gue di tepi jalan protokol dekat halte. Gue telat ini ke kantor] 07.10
Masih di dalam ruang obrolan, terlihat notifikasi dari layar bahwa ia sedang membalas pesanku.
[Sebentar, gue lagi di jalan yang sama juga ini. Lo tunggu disana ya] 07.11
“Huh untung banget Azka di dekat sini. Gue udah telat 11 menit gini gak akan ada masalah lah ya,” gumamku dengan dipenuhi rasa takut.
Aku melihat ke arah kanan jalan berharap dapat dengan mudah mengenali mobil Azka dan ia pun bisa tahu posisiku dimana.
“Kring…”
Notifikasi kembali berbunyi. Langsung saja ku klik notifikasi tersebut.
[By, lo di mana? Udah jam 7 lebih ini] 07.15
“Waduh Bang Gilang sampai menanyakan gini. Jadi takut banget deh gue,” celotehku.
[Bang, gue di tepi Jalan Protokol nih lagi nunggu jemputan pertolongan teman. Tadi waktu naik ojek online ada kendala jadinya gue berhenti disini. Maaf ya Bang huhu] 07.16.
[Teman lo masih lama gak itu? Kalo lama gue jemput aja sebentar] 07.16.
[Gak kok Bang, ini udah dekat] 07.17.
Sekitar 100 meter terlihat mobil metalik biru perlahan menepi ke arahku. Namun, sayangnya aku tidak mengenali siapa pengendara mobil itu.
Si pengemudi menurunkan jendela penumpang dan menoleh ke arahku.
“Cepat naik By,” ucap pria blasteran yang ku kenal ia sebagai Azka.
“Ah Azka. Iya sebentar.”
Setelah masuk ke dalam mobilnya dan mengenakan sabuk pengaman, ia membuka pertanyaan perihal keberadaaku di sana.
“Lo tumben banget gak bawa mobil,” tegurnya.
“Iya, gue kesiangan tadi. Jadinya gak akan keburu kalo pakai mobil, makanya gue pilih ojek online, eh malah ada masalah motornya,” jawabku.
“Tahunya sama aja kan lo naik mobil juga hahaha,” balasnya dengan tertawa.
“Duh ini macet banget ya. Gue udah telat banget ini,” gumamku.
“Sabar cantik, lagian jam segini memang jamnya orang-orang bertarung di jalan karena jam kantor kan. Besok-besok, apa perlu gue telepon biar lo gak kesiangan?” Ia tersenyum tipis sembari melirik ke arahku.
“Gak perlu gitu juga kali Ka. Gue bisa pasang alarm sendiri. Anyway, ini lo mau kemana? Bisa pas banget sama-sama lagi di jalan itu,” Tanyaku.
“Biasa, bokap minta gue cek ini itu ke kantor. Makanya lebih baik pagi kan gue kesana, siangnya gue bisa urus resto lagi,” jawabnya.
Azka, pria blasteran ini selain ahli waris satu-satunya, ia juga memiliki beberapa bisnis yang bergerak di bidang kuliner. Kuliner bukan bagian dari harta orang tuanya, melainkan ia telah rintis sedari masa kuliah. Jarak umurku dengan dia ya bisa dibilang cukup jauh sekitar 3 tahun sebab ia merupakan kakak tingkat akhir semasa aku jadi mahasiswa baru.
“Wah sibuk juga ya jadwalnya hahaha,” ujarku tertawa mendengar begitu padat jadwal seorang pembisnis dan ahli waris ini.
“Iya lumayan sibuk gue. Gue sibuk dan pekerja keras gini aja masih terus digantungin sama kamu. Gimana kalo aku pengangguran yang cuma main ponsel aja? Wah bisa-bisa auto di cut off hahaha.”
Aku melirik ke arahnya dengan senyum tipis.
“Kaaaa jangan mulai ih kamu gemas banget!” Aku langsung mencubit lengan kiri dengan masa otot yang begitu baik.
Jelas banget dari segi fisik, Azka ini tidak terbantahkan sisi kesempurnaannya. Namun entahlah, aku masih belum dan mungkin gak bisa menerimanya sebagai pasanganku.
Kadang aku bertanya pada diri sendiri, apakah aku yang salah atau justru Azka bukanlah pria yang ku mau?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
kak pii
salam kenal kkk🥰aq kadi bunga itu sebagai perkenalan🙏
2022-11-19
1