Bab 6 - Pertentangan Rara

"Mau ronde ke 2?" Tanya Anzel dengan gelak tawa.

"Hah! Brak! Brak! Brak! Dasar kamu ini!" Ujar Rara marah-marah sambil memukul badan Anzel dengan bantal.

"Hehehehe, aku bercanda, aku cuma menggodamu aja." Tutur Anzel dengan gelak tawa bahagia, wajahnya begitu tampan saat Anzel tertawa lepas.

"Trus besok gimana aku pulangnya, kan ada Eyang, sampai kapan aku tinggal disini Nzel?" Tanya Rara dengan wajah cemas.

"Tenang, kamu nggak usah khawatir besok pagi mereka udah pergi kok, soalnya Eyang Kakung mau periksa mata di rumah sakit, jadi dia harus berangkat pagi buat antre." Tutur Anzel menjelaskan.

"Jadi besok subuh jam 4 aku antar kamu pulang dulu, terus nanti jam 8 aku ke rumahmu buat ngomong ke Mamamu ya?" Tanya Anzel meminta kepada Rara.

"Biar aku aja yang ngomong ke Mama Nzel, kamu nggak usah ke rumahku, aku nggak mau kamu jadi ikut-ikut masalahku." Ujar Rara menjelaskan.

"Yang benar? Aku nggak ke rumahmu nih besok? Kalau kamu butuh bantuan aku bisa bantu Ra." Sambung Anzel menawarkan bantuan.

"Besok kan hari senin Nzel, kamu nggak ke kantor?" Tanya Rara kepada Anzel.

"Iya sih tapi demi kamu, apa sih yang enggak!" Timpal Anzel sambil memegang pundak Rara.

"Yaudah kamu tidur gih sini, biar aku tidur di sofa, atau kamu mau kita tidur sama-sama?" Tanya Anzel dengan senyum di bibirnya mencoba menggoda Rara lagi.

"Kamu itu ya, sukanya godain aku terus ih, kenapa sih kamu tuh suka bikin jantungku deg-degan." Celoteh Rara dibuat kesal oleh guyonan Anzel.

"Hehehehe yaudah tidur gih, good night Ra, Muach, mimpi indah!" Sambil mencium kening Rara Anzel pun bergegas berdiri dan berjalan menuju sofa di pojok kamar.

Rara yang melihat sikap Anzel pun luluh dibuatnya, dia terkejut mengapa Anzel begitu perhatian padanya, dan sekarang dia mengutarakan perasaanya. Benar-benar beruntung sekali Rara bisa membuat Anzel klepek-klepek sama dia, definisi pria idaman.

Pagi Pun tiba, jam menunjukkan pukul 04.15 subuh, alarm handphone Anzel berbunyi.

"Kriiiiing! Kriiiiing! Kriiiiing!" Suara alarm itu memecah keheningan di kamar Anzel, mereka yang tertidur lelap akhirnya satu persatu bangun.

"Hemmm, jam berapa ini? Tanya Rara dengan suara yang sangat berat karena masih menahan kantuk.

"Ah iya, aku harus pulang, waktunya aku pulang sekarang!" Ujar Rara teringat dan langsung bangun.

Rara pun turun dari kasur dan bergegas menuju kamar mandi, dia cuci muka dan bersiap untuk membangunkan Anzel.

"Nzel, Nzel, bangun, bangun, antarkan aku pulang, ayo Nzel bangun cepat!" Panggil Rara dengan menggoyang-goyangkan tubuh Anzel.

"Ah, jam berapa ini Ra?" Anzel masih mencoba membuka mata dan mengibaskan kedua tanganya keatas.

"Ini udah jam 4.20 Nzel, ayo cepat antarkan aku pulang sebelum Eyangmu bangun, ayo cepat Nzel!" ajak Rara sambil menarik tangan Anzel memintanya cepat bangun.

"Iya, iya, baiklah, ayo aku antar pulang." Tutur Anzel.

Setelah menunggu beberapa menit Anzel dan Rara pun keluar dari kamar itu, dengan langkah kaki yang sangat pelan mereka pun keluar dari pintu belakang sebelum ada Mbak pembantu melihatnya.

"Ayo kamu keluar lewat gerbang kecil itu, ini aku punya kunci cadangan nya, kamu buka pakai ini!" Sambil menyodorkan kunci ketangan Rara.

"Aku mau ambil mobil dulu!" Sambung Anzel berjalan menuju garasi.

"Oke," Rara pun juga berlalu pergi menuju gerbang kecil khusus pejalan kaki, dia memasukkan kunci ke gembok dan berhasil membukanya, Rara pun bergegas untuk keluar dari rumah Anzel.

"Yes alhamdulillah akhirnya aku bisa keluar juga dari rumah ini, membayangkan nya saja ngeri kalau sampai Eyangnya Anzel tau kalau ada cewek masuk kamar Anzel, aduh bisa hancur riwayatku!" Terang Rara membayangkan dalam pikiranya.

Mobil pun keluar dari garasi dan berhenti tepat disamping tubuh Rara.

"Ayo cepat masuk!" ajak Anzel.

"Iya, iya tunggu aku!" Jawab Rara sambil membuka pintu kiri mobil.

"Apa ada yang melihat kita Nzel? Aku takut asisten rumah tanggamu ada yang melihat kita!" ungkap Rara khawatir.

"Tenang, nggak ada yang lihat kita, kalaupun ada mereka pasti diam". Tutur Anzel menenangkan Rara.

"Sudah kamu nggak usah khawatir, tenang ada aku." Sambung Anzel menguatkan Rara sambil menggenggam tangan kanan Rara.

Mobil Mercy itu pun melaju memecah kegelapan di waktu subuh itu, tak terasa sampailah mobil itu ke depan pintu gerbang rumah Rara, karena jarak antara rumah Anzel dan Rara hanya berkisar 5 menit, membuat perjalanan pulang itu terasa sangat singkat.

"Mau aku antar masuk? Tanya Anzel dengan menatap mata Rara.

"Ah tidak usah Nzel, nanti malah ditanya aneh-aneh sama mamaku, kamu pulang aja ya!" Pinta Rara menyuruh Anzel langsung pulang.

"Ok baiklah aku pulang, kalau ada apa-apa kabarin aku ya!" Ujar Anzel memastikan keadaan Rara.

"Iya, oke terimakasih ya Nzel." Rara pun langsung turun dari mobil dan berjalan masuk ke rumahnya.

Rumah Rara tampak hening, apa Mamanya belum bangun? Biasanya jam segini Mamanya sudah bangun buat masak.

Pintu samping rumahnya ternyata terbuka, jelas Mamanya pasti sudah menunggunya.

Tarikan nafas panjang pun dilakukan oleh Rara untuk mempersiapkan hatinya jikalau sang Mama memarahinya dia harus sudah siap.

Dan benar saja saat Rara memasuki pintu tersebut sang Mama duduk di sofa dekat meja makan.

"Darimana saja kamu?" Tanya Bu Sarasti dengan entengnya sambil menyibakkan bando diatas kepalanya.

"Kenapa baru pulang jam segini?" Dari Mana saja kamu?" Tanya Bu Sarasti dengan suara yang lantang.

"Kenapa Mama ingin tau?" Jawab Rara dengan entengnya.

"Loh Mama tanya kemana aja kamu? Kenapa telpon Mama nggak diangkat?" Jawab Bu Sarasti dengan nada yang mulai meninggi.

"Aku nginep dirumah temenku!" Jawab Rara kemudian.

"Teman siapa? Harusnya kamu bilang sama Mama kalau nggak pulang!" Rutuk sang Mama mulai emosi.

"Aku bukan anak kecil lagi Ma!" Ujar Rara sambil berjalan melewati Mamanya untuk masuk kedalam kamarnya.

Didalam hati Rara sebenarnya tersimpan perasaan was-was karena telah berani menentang Mamanya, baru kali ini dia tidak menuruti perintah Mamanya, karena permintaan yang diinginkan memang amatlah susah untuk dipenuhi oleh Rara. 

Tidak semua kehendak orang tua bisa dituruti oleh anak, dan tidak semua kemauan anak bisa dituruti oleh orang tua. Pergulatan batin Rara kepada sang Mama telah memuncak dan kali ini apakah Rara harus menurutinya, karena menikah adalah masa depan dan hak Rara yang tidak boleh dipaksa oleh siapapun.

"Hari Rabu ayo kita berangkat ke jakarta untuk pertemuan keluarga, kamu sama Mama berdua." Ujar Sarasti memberi tahu Rara.

Derap langkah kaki Rara pun berhenti tepat di bawah anak tangga, kepalanya menoleh ke belakang ke arah Mamanya yang duduk di sofa. Matanya melotot lebar, rahangnya mengeras terlihat mimik wajah Rara begitu marah.

"Apa? Mama ngomong apa? Aku nggak mau!" Teriak Rara dengan kencangnya.

--------

Bersambung

Episodes
1 Bab 1 - Dihadang Orang gila
2 Bab 2 - Hal Tak Terduga
3 Bab 3 - Dipaksa Mama
4 Bab 4 - Adegan Panas Anzel
5 Bab 5 - Ada Yang Datang
6 Bab 6 - Pertentangan Rara
7 Bab 7 - Kisah Mendiang Airin
8 Bab 8 - Perbincangan Sarasti
9 Bab 9 - Bertemu Anzel
10 Bab 10 - Mengatur Pertemuan
11 Bab 11 - Rencana Sania bertemu Rara
12 Bab 12 - Hal tak terduga
13 Bab 13 - Hampir ketinggalan pesawat
14 Bab 14 - Tiba di Jakarta
15 Bab 15 - Perjanjian Kontrak
16 Bab 16 - Bertemu keluarga Hartanto
17 Bab 17 - Pergulatan Batin
18 Bab 18 - Ketakutan Sania
19 Bab 19 - Keluar dari hotel
20 Bab 20 - Beda pendapat
21 Bab 21 - Bertemu Sania
22 Bab 22 - Membeli gaun pengantin
23 Bab 23 - Kehilangan HP
24 Bab 24 - Dugaan Rara
25 Bab 25 - Wejangan paman Hasan
26 Bab 26 - Rumah Baru
27 Bab 27 - Ajakan menikah lagi
28 Bab 28 - Keburukan Sania
29 Bab 29 - Hari pernikahan
30 Bab 30 - Berlian Baru keluarga Hartanto
31 Bab 31 - Salah tingkah
32 Bab 32 - Percaya diri
33 Bab 33 - Rasa kesal Sania
34 Bab 34 - Bertemu Juan
35 Bab 35 - Bulan madu
36 Bab 36 - Rencana akhir bulan
37 Bab 37 - Menemui Mama mertua
38 Bab 38 - keberadaan Ayah Rara
39 Bab 39 - Rasa bersalah
40 Bab 40 - Kado untuk Arka
41 Bab 41 - Perebutan Hak Waris
42 Bab 42 - Kesehatan Presdir Hartanto
43 Bab 43 - Pulang Bulan Madu
44 Bab 44 - Akhir Hidup Ayah Rara
45 Bab 45 - Akhir Yang Bahagia
46 Dear Para Pembaca Setia
Episodes

Updated 46 Episodes

1
Bab 1 - Dihadang Orang gila
2
Bab 2 - Hal Tak Terduga
3
Bab 3 - Dipaksa Mama
4
Bab 4 - Adegan Panas Anzel
5
Bab 5 - Ada Yang Datang
6
Bab 6 - Pertentangan Rara
7
Bab 7 - Kisah Mendiang Airin
8
Bab 8 - Perbincangan Sarasti
9
Bab 9 - Bertemu Anzel
10
Bab 10 - Mengatur Pertemuan
11
Bab 11 - Rencana Sania bertemu Rara
12
Bab 12 - Hal tak terduga
13
Bab 13 - Hampir ketinggalan pesawat
14
Bab 14 - Tiba di Jakarta
15
Bab 15 - Perjanjian Kontrak
16
Bab 16 - Bertemu keluarga Hartanto
17
Bab 17 - Pergulatan Batin
18
Bab 18 - Ketakutan Sania
19
Bab 19 - Keluar dari hotel
20
Bab 20 - Beda pendapat
21
Bab 21 - Bertemu Sania
22
Bab 22 - Membeli gaun pengantin
23
Bab 23 - Kehilangan HP
24
Bab 24 - Dugaan Rara
25
Bab 25 - Wejangan paman Hasan
26
Bab 26 - Rumah Baru
27
Bab 27 - Ajakan menikah lagi
28
Bab 28 - Keburukan Sania
29
Bab 29 - Hari pernikahan
30
Bab 30 - Berlian Baru keluarga Hartanto
31
Bab 31 - Salah tingkah
32
Bab 32 - Percaya diri
33
Bab 33 - Rasa kesal Sania
34
Bab 34 - Bertemu Juan
35
Bab 35 - Bulan madu
36
Bab 36 - Rencana akhir bulan
37
Bab 37 - Menemui Mama mertua
38
Bab 38 - keberadaan Ayah Rara
39
Bab 39 - Rasa bersalah
40
Bab 40 - Kado untuk Arka
41
Bab 41 - Perebutan Hak Waris
42
Bab 42 - Kesehatan Presdir Hartanto
43
Bab 43 - Pulang Bulan Madu
44
Bab 44 - Akhir Hidup Ayah Rara
45
Bab 45 - Akhir Yang Bahagia
46
Dear Para Pembaca Setia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!