*Bab 10

Mata Geza melebar saat mendengar nama perusahaan keluarga Kiyan papanya sebut.

"Apa! Dia adalah penerus perusahaan Dasis Grup?"

"Apakah aku harus mengulangi lagi apa yang sudah aku katakan, Geza? Kau anakku, harusnya kau tahu hal itu, bukan?"

Dirly terlihat cukup kesal dengan Geza sekarang. Sedangkan Geza yang menyadari hal itu, tidak ingin berucap lagi karena tidak mau menambah rasa kesal dalam hati papanya bertambah besar. Geza pun memilih meninggalkan ruangan papanya secepat yang dia bisa.

***

Satu bulan telah pun berlalu. Mysha sudah terbiasa dengan kehadiran Kiyan di ruangannya. Karena sudah menjadi peraturan dalam perusahaan, kalau asisten dengan atasan itu ada di satu ruangan yang sama.

Namun, meskipun begitu, hubungan keduanya masih sama. Mereka masih sering bertengkar. Pemicunya hanya masalah-masalah sepele saja.

Kiyan yang nakal dan suka bikin Mysha kesal itu, masih tetap menganggu Mysha. Sementara Mysha yang sekarang juga suka jahil pada Kiyan, sering membuat suasana ruangan mereka jadi cukup sibuk pada jam-jam tertentu. Seperti saat istirahat makan siang tiba.

Karena Kiyan masih banyak pengagum rahasia. Maka ruangan itu juga pasti akan kedatangan orang yang berbaik hati untuk mengantarkan makanan atau cemilan untuk keduanya.

Seperti saat ini. Mereka harus menyiapkan laporan tahunan dengan cepat sebelum waktu makan siang usai. Tapi, seseorang malah mengetuk pintu ruangan tersebut.

Bunyi ketukan meski tidak terlalu keras, tapi cukup membuat konsentrasi Mysha terpecah belah. Hal itu membuat Mysha merasa agak kesal.

"Aduh. Siapa sih? Gak tahu apa aku sedang konsentrasi buat segera menyiapkan laporan? Aku lapar ini. Jika gak selesai, maka gak akan bisa makan siang."

"Apa sih, Sha? Kenapa harus ngomel-ngomel setiap waktu, hm? Jika kamu terus-terusan marah, maka pipi mulus mu itu akan ditumbuhi jerawat yang banyak. Mau kamu?"

"Diam kak Kiyan. Aku gak lagi ngomong sama kamu, tahu gak? Aku lagi ngomong sendiri. Lihat tuh! Siapa lagi yang mengetuk pintu ruangan ini."

"Iya-iya. Ini juga aku mau melihatnya. Tidak perlu ibu atasan suruh lagi. Aku juga akan pergi."

"Awas saja kalo gak penting. Atau, awas aja kalo itu dari pengagum mu yang menyebalkan. Akan aku beri kamu perhitungan yang setimpal."

Mysha ngomel-ngomel sendiri. Sementara Kiyan tidak menjawab apa yang adik sepupunya katakan. Kiyan hanya tersenyum kecil sambil melirik Mysha sebelum dia sampai ke pintu ruangan mereka.

Mysha kembali fokus dengan apa yang dia kerjakan. Tapi, obrolan antara Kiyan dengan seseorang yang sekarang berada di depan pintu ruangan tersebut, membuat Mysha kembali merasa terganggu sehingga dia tidak bisa melanjutkan pekerjaannya dengan baik.

"Ya ampun. Apakah aku harus berteriak agar si pembuat onar ini tidak lagi bikin ulah?"

"Lagian, siapa sih yang ada di depan pintu itu? Gak tahu orang lagi sibuk apa?"

Mysha berucap pelan sambil memegang kepalanya. Kepala itu cukup pusing akibat emosi yang sedari tadi dia tahan.

Pada akhirnya, Mysha memutuskan untuk keluar memperingati Kiyan kalau dia harus melanjutkan pekerjaan. Tapi, baru juga Mysha bangun dari duduk, Kiyan malah sudah berjalan meninggalkan pintu dengan sesuatu di tangannya.

"Kak Kiyan. Apakah kamu bisa fokus bekerja sekarang? Dan, tolonglah jangan tebar pesona lagi. Aku sudah sangat capek dengan kedatangan para pengagum mu yang selalu saja membuat keributan di depan ruangan ku ini."

"Kamu iri ya, Sha? Aku punya pengagum, sedangkan kamu tidak." Kiyan malah berucap dengan nada penuh dengan godaan juga ejekan.

Hal itu semakin menambah kekesalan dalam hati Mysha. Ingin sekali rasanya Mysha memukul kakak sepupunya yang selalu saja memancing emosi dalam hatinya setiap hari.

"Hei! Siapa yang iri, hm? Pengagum mu yang tidak berkualitas itu, mana mungkin bisa membuat aku iri. Yang ada, malah bikin aku kasihan sama kamu, kak. Dikejar-kejar perempuan, kayak tukang sayur yang dikejar-kejar ibu-ibu komplek."

"Bilang aja kamu iri, Sha."

"Iri, kan? Iyakan? Iyakan?"

"Kiyan ...! Aku tidak iri!" Mysha berteriak kesal karena batas kesabarannya sudah habis sekarang.

"Eh, kok malah berteriak?"

"Udah ah. Aku gak mau main lagi sama kamu, Sha. Sekarang, nih, makan dulu. Kamu bilang, kamu lapar tadi bukan?" Kiyan berucap sambil meletakkan apa yang dia bawa di tangannya tadi ke atas meja Mysha.

"Aku memang lapar. Tapi tidak ingin makan dari makanan yang pengagum mu bawakan. Aku takut, mana tahu pengagum mu sudah meletakkan mantra-mantra pemikat di dalam makanan itu untuk memikat kamu, kak. Ish! Ngeri."

Mendengar ucapan itu, Kiyan malah tertawa.

Hal itu membuat Mysha semakin kesal dengan sikap kakak sepupunya yang dia anggap tidak bisa diajak bicara serius.

"Kenapa kamu malah tertawa, kak Kiyan? Aku bicara hal serius lho barusan. Sesuatu bisa saja terjadi, bukan?"

"Iya-iya, kamu benar. Hanya saja, tingkat kewaspadaan mu yang terlalu tinggi itu bikin hatiku merasa geli, Mysha sayang."

"Mysha, dengarkan aku baik-baik yah. Makanan itu aku pesan, bukan dari pengagum yang seperti kamu bayangkan. Kamu bilang, kamu lapar tadi. Ya aku terpaksa pesan makanan dari luar karena aku tahu, kamu tidak akan keluar sebelum pekerjaan kita selesai."

Mysha terdiam sambil menatap Kiyan. Dia ingin menemukan kebohongan dari ucapan Kiyan barusan. Tapi sepertinya, dia tidak menemukan apa yang dia cari.

"Aku tidak bohong, Sha. Nih, lihat bukti pemesanan makanan yang aku pesan dari kantin sebelah." Kiyan berucap sambil menunjukkan sesuatu yang tertera di layar ponselnya.

Mysha memperhatikan layar ponsel tersebut. Itu memang bukti pemesanan makanan.

"Ya sudah, sekarang kamu seharusnya sudah bisa mempercayai kakakmu ini. Ayo makan! Jangan biarkan lapar menganggu kamu lagi."

"Tapi ... aku ... masih belum selesai. Tidak enak makan kalo belum selesai."

"Sha, makan! Aku akan ambil alih pekerjaan kamu sekarang. Kebetulan, pekerjaanku tinggal sedikit saja lagi. Tidak akan butuh waktu lama untuk menyelesaikan ini."

Mysha melakukan apa yang Kiyan katakan. Meski dengan rasa yang agak berat, tapi dia juga tidak bisa menolak apa yang Kiyan katakan. Karena perhatian Kiyan padanya, sungguh sangat luar biasa.

"Kak Kiyan gak ikut makan sekalian? Bukankah kamu juga belum makan siang, kak?"

"Gak papa. Kamu makan saja duluan. Aku akan makan setelah pekerjaan beres. Karena sekarang, aku gak lapar soalnya."

Kiyan mengambil alih tugas yang Mysha kerjakan sebelumnya. Laporan yang harus Mysha selesaikan karena harus segera mengadakan rapat dengan para staf yang lain. Sementara Mysha, dia duduk menikmati makam siang di sofa ruangan tersebut dengan perasaan campur aduk.

Sesekali, mata Mysha melirik Kiyan yang sedang fokus mengerjakan pekerjaanya. Kiyan terlihat sangat serius dengan apa yang sedang dia kerjakan. Hal itu tiba-tiba menimbulkan rasa bersalah dalam hati Mysha. Dia tidak enak dengan kakak sepupunya itu sekarang.

Terpopuler

Comments

MFay

MFay

ikutan jadi tim pendukung kiyan & msyha jg ahh... pilih yg pasti ya msyha daripada sakit hati 😁

2023-06-04

2

Fitriyani Puji

Fitriyani Puji

buka hati mu aja untuk kiyan dia baik tidak usah mikir si geza yang gemblong itu

2022-11-14

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!