[16] Terjebak Stockholme Sindrom Tak Terduga (2)

"Pernikahan saya diambang kehancuran, mbak." Tambah laki-laki  itu. Nina tadinya kurang berminat, tapi bolehlah simpati kepada sesama manusia.

Dia kan orang baik.

"Mas yakin banget saya orang baik?" Nina kini menatap laki-laki  itu.

"Iya saya yakin. Saya tahu tatapan orang baik. Karena istri saya juga baik, tapi saya sudah mengecewakannya dengan kesalahpahaman ini."

Nina mengangguk, masih melipat tangannya didada.

Laki-laki  itu terus bercerita mengenai kehidupan pernikahannya. Nina mulai berminat mendengarkan kisahnya melihat kesan dari perkataannya. Laki-laki  ini baik sepertinya, hanya dalam kondisi yang membingungkan dan butuh seseorang untuk mendengar ceritanya.  Dia tampak seperti  bukan orang sembarangan, tapi cukup bisa dikatakan serampangan dan tak ber-etika. Orang macam apa yang menarik orang lain, tak dikenal pula, ke taman menjelang malam seperti ini?

"Trus? Mas jadi maunya bagaimana? Mas sudah dengar saran saya ‘kan? Lebih baik Masnya pulang deh, trus coba bicara baik-baik sama istri Mas." Laki-laki  itu mengangguk dengan lemah.

"Betul sih, seharusnya saya coba selesaikan segera, tapi masalah jadi lebih runyam karena adik saya juga ada disana ketika istri saya memergoki kejadian salah paham itu. Pekerjaan saya sehari-harinya mengharuskan bertemu banyak wanita dalam satu maskapai penerbangan, kebetulan saya pilot. Saat itu saya izin tidak ikut satu penerbangan karena tiba-tiba lemas dan buang-buang air. Padahal saya bilang pada salah satu pramugari yang mau bantu, saya bisa pulang sendiri ke asrama sementara. Tapi dia memaksa dan yah … saya minta tolong saja untuk bantu dibelikan bubur.

Tapi mungkin pramugari itu menyimpan rasa sama saya, hingga ketika kami berdua di kamar dan dia menyuapi saya bubur setelah beberapa kali bolak-balik kamar mandi, saat itu juga istri saya seolah memergoki kami yang berduaan di kamar. Saya sebetulnya nggak kuat untuk menjelaskan, saya nggak bisa banyak bicara karena lemas. Tapi istri saya nggak percaya, bahkan setelah beberapa waktu pasca kejadian itu, dia justru mengamuk di jalan dan minta keluar dari mobil, lalu nggak kembali kerumah." Lirih laki-laki itu, menjelaskan kejadiannya kepada Nina. Rasanya memang tak mudah menyembuhkan rasa sakit sebuah kesalahpahaman. Apalagi yang menjadi akar kesalahpahaman tersebut adalah orang yang memiliki ikatan erat dengan hidup kita. Nina cukup mengerti dan jadi makin prihatin walau sebenarnya sebal juga, mengingat caranya menarik ia hingga kesini.

"Oke, saya paham. Walau saya nggak tahu dan nggak bisa seratus persen percaya sama ceritanya, setidaknya saya prihatin dengan kondisi Mas. Sudah malam, kita juga sama-sama baru kembali dari kerja, kan? Lebih baik Masnya pulang saja dulu, bersihkan diri, istirahat. Semoga setelah bercerita barusan, jadi lebih baik, ya … Nanti kalau butuh teman cerita, bisa telepon saya saja deh, tapi jangan sering-sering ya, nggak mau saya ada masalah baru. Ini hanya bukti simpati sebagai sesama manusia. Nih nomor saya …"

Nina menyerahkan nomor teleponnya yang sudah di tulis dikertas di dalam tasnya. Nina selalu membawa catatan nomor telponnya kemanapun, sehingga siapapun yang mengenalnya bisa cepat dapat nomornya.

"Terima kasih ya, Mbak. Maaf sekali lagi karena sudah dengan sengaja menarik mbak kesini. Biar saya antar mbak pulang." Tawar laki-laki itu.

Nina mengangguk sambil merapihkan dirinya.

“Boleh deh … sudah mau malam, saya nggak tahu juga ini baliknya bagaimana.”

“Oke …”

Bangkit, Nina lalu segera mengekor dibelakang laki-laki tersebut.

"Mas! Tunggu deh!" Seru Nina menahan laki-laki tersebut.

Laki-laki  itu memutar tubuhnya kebelakang menatap Nina.

"Sebagai ganti rugi sudah membawa saya dengan paksa kesini, saya minta sesuatu sama Masnya!" Terang Nina mengingat sesuatu yang barusan rasanya ingin ia beli.

Laki-laki  itu memandanginya ragu.

"Kan saya sudah minta maaf? Lagipula mbak tahu kan saya orang baik? Kenapa harus pakai ganti rugi?" Kilahnya.

Nina tiba-tiba saja berpikir jika ia tidak bisa rugi begitu saja. Bukan matre, tapi Nina yakin jika laki-laki ini tak akan bangkrut hanya dengan menuruti keinginannya.

"Nggak bisa. Harus ada ganti ruginya!" Kekeuh Nina.

Laki-laki  itu menghela napas membiarkan Nina meminta ganti ruginya.

“Oke, Mbak mau apa?”

"Saya mau itu!"

Telunjuk Nina membuat laki-laki  itu mengarahkan kepalanya mengikuti arah yang ia tuju.

"Oh, mbaknya mau duduk lagi? Disebelah sana?" Nina menggeleng.

“Itu loh, Mas! Lihat dong arah tangan saya!”

"Oh … itu! Es krim? Mbak mau es krim?" Ulang laki-laki itu. Nina mengangguk yakin seraya menatapnya dengan senyum senang.

Lalu laki-laki itu mengeluarkan dompetnya.

"Nih uangnya. Saya tunggu disini saja, ya."

"Nggak bisa! Mas harus ikut juga! Nanti saya ditinggal sendiri disini, pulang naik apa?!" Protes Nina.

Laki-laki  itu menghela napasnya lagi.

"Ya sudah, ayo."

Mereka berdua berjalan menuju penjual es krim yang terlihat duduk dengan menunduk. Wajar saja jika penjual ini tampak lelah. Hari sudah malam dan suasana sejuk setelah hujan membuat tak banyak orang bersedia membeli es krim.

“Pak, pesan dua, ya.” Pesan Nina kepada si penjual yang seketika bersemangat setelah melihat ada pembeli yang datang.

“Mas mau, kan?” Tanya Nina menawarkan laki-laki di sampingnya.

Dia hanya mengangguk.

"Habis hujan mbak sama masnya romantis banget dingin-dingin makan es. Nggak takut masuk angin?" Canda penjual es tersebut. Nina memilih hanya terkekeh menanggapi candaan si penjual es. Begitu pula dengan laki-laki  di sampingnya.

Romantis apa kalau caranya kayak penculik begitu?

Mereka membayar es-nya, lalu kembali ke depan motor.

Oh ya, Nina lupa sesuatu.

"Setelah sejauh ini kita bicara, saya nggak tahu nama Masnya loh! Saya Nina,” Katanya memperkenalkan diri seraya menjilat es krim yang meleleh di permukaan cone.

Begitu pula laki-laki di depannya.

"Oh iya, salam kenal Mbak Nina, saya Rifai Muhadi, boleh panggil Rifai atau Muhadi, terserah." Laki-laki  itu mengeluarkan sesuatu dari dompetnya, menyodorkannya kearah Nina.

"Ini kartu nama saya." Ujarnya. Nina menerimanya dengan tangan kiri sambil mengucap maaf.

"Rifai Muhadi, pilot maskapai swasta." Gumamnya  membaca kartu nama tersebut. Nina melirik laki-laki yang kini sibuk menjilati es krimnya itu.

"Oke mas Rifai, salam kenal ya." Sapa Nina dengan senyum, sementara Muhadi mengangkat tangannya membentuk tanda hormat di alis.

"Siap Mbak Nina."

Hari ini tahu-tahu banyak hal yang berlalu diluar rencana Nina. Mendapat teman baru dengan cara terkonyol yang pernah ada.

Seorang penculik yang berteman dengan korbannya, stockholm sindrom yang terjadi tanpa terduga diantara mereka.

Nina tahu jika laki-laki bernama Rifai Muhadi ini bukan semata-mata penculik seperti apa yang ia katakan. Dari kata-katanya, ia seorang laki-laki yang tampak begitu mencintai istrinya. Nina sangsi jika ia benar-benar melakukan perselingkuhan, walau hanya sebatas pengakuan satu pihak saja. Tapi dari keterangan tersebut, kesalahpahaman yang terjadi memang fatal. Nina tak berada disana, sehingga rasanya pun tak pantas jika harus men-judgenya sebagai orang bodoh alih-alih kecolongan karena kondisi sakit yang sialnya menyebabkan semua masalah ini.

Semoga nantinya Nina tak mengalami apa yang Rifai alami. Setidaknya jika Dirga tak menyukainya lagi, ia bisa memulangkan Nina pada orang tuanya tanpa harus melukai hatinya lebih lama.

Terpopuler

Comments

Astri Astuti

Astri Astuti

ini gimana sih si Nina

2023-02-02

0

lihat semua
Episodes
1 [1] Dirga dan Isi Hatinya!
2 [2] Menyimpang?
3 [3] Kriteria Calon Pasangan
4 [4] Mengkondisikan Mama dan Curhat Bersama Bestie!
5 [5] Nina dan Masalah Hidupnya!
6 [6] Tapi ... Kenapa Harus Nina?
7 [7] Novia dan si Babysitter
8 [8] Insting Seorang Ibu
9 [9] Karena Diusir Dari Kost ...
10 [10] Teteh Mau Menikah?
11 [11] Hari Lamaran dan Perasaan Gamang
12 [12] Antara Orang Tua dan Perasaan
13 [13] Masalah Dirga dan Kekhawatiran Nina
14 [14] Masalah Baru Dengan Novia dan Harapan Nina
15 [15] Terjebak Stockholme Sindrom Tak Terduga (1)
16 [16] Terjebak Stockholme Sindrom Tak Terduga (2)
17 [17] Bertemu Nina dan Ingatan Soal Hari Itu
18 [18] Tanggal Dua Puluh Enam Bulan Depan?
19 [19] Pembicaraan Hati ke Hati
20 [20] Keyakinanku Padamu
21 [21] Bertemu Muhadi-Lagi dan Kemarahan Dirga
22 [22] Kisah Stockholme Sindrom Nina Masih Berlanjut
23 [23] Khawatir Walau Nama Nina Belum Terukir Dihatinya
24 [24] Perkara Honeymoon
25 [25] Kelahiran Wahda dan Bayangan Menjadi Ayah
26 [27] Jangan Menjadi Seperti Papa
27 [26] Berkah Orang Yang Ingin Menikah
28 [28] Problematika Manusia Dewasa
29 [29] Suka dan Duka Selalu Ada
30 [30] Harus Lebih Bersyukur
31 [32] Mencari Keberadaan Papa (1)
32 [33] Mencari Keberadaan Papa (2)
33 [31] Teringat Papa
34 [34] Hari Pernikahan
35 [35] Bercengkrama Dengan Para Tamu
36 [36] Melihat Papa dan Kedatangan Tiba-Tiba Novia?
37 [37] Segala Hal Campur Aduk Hari Ini
38 [38] Malam Pertama Sebagai Suami dan Istri
39 [39] Setelah Malam Pertama ada Hari Pertama Sebagai Pasangan
40 [40] Honeymoon Ke Lombok?
41 [41] Keinginan yang Terhalang Trauma Masa Lalu
42 [42] Sedikit Late Night Talk Akibat Insomnia
43 [43] Dirga Normal dan Bahasan Soal Anak
44 [44] Tersipu Malu Karena Suamiku
45 [45] Dirga Yang Mendadak Khawatiran
46 [46] Siapa Sebenarnya yang Dirga Telepon?
47 [47] Titik Terang Keberadaan Papa dan Prioritas Baru Dirga
48 [48] Mimpi Buruk, Pertanda Apa?
49 [49] Suaminya Kenapa, Sih?
50 [50] Semua Gara-Gara Ucup dan Parno itu!
51 [51] Melupakan Memori Lalu
52 [52] Karena Surat Abah Untuk Dirga
53 [53] Jalan-Jalan Pertama
54 [54] Love Language Dirga dan Ide Mama
55 [55] Takut Jatuh Cinta?
56 [56] Isi Hati Nina
57 [57] Antara Perasaan dan Kebutuhan?
58 [58] Bukan Hanya Masalah Nina, Tapi Juga Masalah Keluarga
59 [59] Mengurus Lila dan Mama Serta Kenyataan Sebenarnya
60 [60] Kepulangan Dirga
61 [61] Nina Hanya Mencintai Suaminya!
62 [62] Dirga Marah dan Pertemuan dengan Papa
63 [63] Perasaan Rindu Sekaligus Terluka
64 [64] Saran Baru Dari Kak Layla
65 [65] Pergi Satu, Datang Satu.
66 [66] Dia Rifai Muhadi?
67 [67] Kenyataan Yang Sulit Diterima
68 [69] Menunggu Kepastian Akan Firasat Nina
69 [70] Pertemuan Mengharukan
70 [71] Menuju Akhir Kisah Ini
71 [72] Kehamilan Nina
72 [73] Soon To Be 3 Of Us
73 [74] Perjalanan Baru dan Akhir Kisah
Episodes

Updated 73 Episodes

1
[1] Dirga dan Isi Hatinya!
2
[2] Menyimpang?
3
[3] Kriteria Calon Pasangan
4
[4] Mengkondisikan Mama dan Curhat Bersama Bestie!
5
[5] Nina dan Masalah Hidupnya!
6
[6] Tapi ... Kenapa Harus Nina?
7
[7] Novia dan si Babysitter
8
[8] Insting Seorang Ibu
9
[9] Karena Diusir Dari Kost ...
10
[10] Teteh Mau Menikah?
11
[11] Hari Lamaran dan Perasaan Gamang
12
[12] Antara Orang Tua dan Perasaan
13
[13] Masalah Dirga dan Kekhawatiran Nina
14
[14] Masalah Baru Dengan Novia dan Harapan Nina
15
[15] Terjebak Stockholme Sindrom Tak Terduga (1)
16
[16] Terjebak Stockholme Sindrom Tak Terduga (2)
17
[17] Bertemu Nina dan Ingatan Soal Hari Itu
18
[18] Tanggal Dua Puluh Enam Bulan Depan?
19
[19] Pembicaraan Hati ke Hati
20
[20] Keyakinanku Padamu
21
[21] Bertemu Muhadi-Lagi dan Kemarahan Dirga
22
[22] Kisah Stockholme Sindrom Nina Masih Berlanjut
23
[23] Khawatir Walau Nama Nina Belum Terukir Dihatinya
24
[24] Perkara Honeymoon
25
[25] Kelahiran Wahda dan Bayangan Menjadi Ayah
26
[27] Jangan Menjadi Seperti Papa
27
[26] Berkah Orang Yang Ingin Menikah
28
[28] Problematika Manusia Dewasa
29
[29] Suka dan Duka Selalu Ada
30
[30] Harus Lebih Bersyukur
31
[32] Mencari Keberadaan Papa (1)
32
[33] Mencari Keberadaan Papa (2)
33
[31] Teringat Papa
34
[34] Hari Pernikahan
35
[35] Bercengkrama Dengan Para Tamu
36
[36] Melihat Papa dan Kedatangan Tiba-Tiba Novia?
37
[37] Segala Hal Campur Aduk Hari Ini
38
[38] Malam Pertama Sebagai Suami dan Istri
39
[39] Setelah Malam Pertama ada Hari Pertama Sebagai Pasangan
40
[40] Honeymoon Ke Lombok?
41
[41] Keinginan yang Terhalang Trauma Masa Lalu
42
[42] Sedikit Late Night Talk Akibat Insomnia
43
[43] Dirga Normal dan Bahasan Soal Anak
44
[44] Tersipu Malu Karena Suamiku
45
[45] Dirga Yang Mendadak Khawatiran
46
[46] Siapa Sebenarnya yang Dirga Telepon?
47
[47] Titik Terang Keberadaan Papa dan Prioritas Baru Dirga
48
[48] Mimpi Buruk, Pertanda Apa?
49
[49] Suaminya Kenapa, Sih?
50
[50] Semua Gara-Gara Ucup dan Parno itu!
51
[51] Melupakan Memori Lalu
52
[52] Karena Surat Abah Untuk Dirga
53
[53] Jalan-Jalan Pertama
54
[54] Love Language Dirga dan Ide Mama
55
[55] Takut Jatuh Cinta?
56
[56] Isi Hati Nina
57
[57] Antara Perasaan dan Kebutuhan?
58
[58] Bukan Hanya Masalah Nina, Tapi Juga Masalah Keluarga
59
[59] Mengurus Lila dan Mama Serta Kenyataan Sebenarnya
60
[60] Kepulangan Dirga
61
[61] Nina Hanya Mencintai Suaminya!
62
[62] Dirga Marah dan Pertemuan dengan Papa
63
[63] Perasaan Rindu Sekaligus Terluka
64
[64] Saran Baru Dari Kak Layla
65
[65] Pergi Satu, Datang Satu.
66
[66] Dia Rifai Muhadi?
67
[67] Kenyataan Yang Sulit Diterima
68
[69] Menunggu Kepastian Akan Firasat Nina
69
[70] Pertemuan Mengharukan
70
[71] Menuju Akhir Kisah Ini
71
[72] Kehamilan Nina
72
[73] Soon To Be 3 Of Us
73
[74] Perjalanan Baru dan Akhir Kisah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!