“Ini neng,” Penjual susu kedelai itu memberikan gelas yang Nina pesan. Dengan tenang ia menyeruput susu kedelai itu hingga rasa hangat masuk ke tenggorokannya.
“Pak, satu, ya.” Seorang pembeli lain datang, memesan susu kedelai seolah ia sudah terbiasa mampir. Laki-laki itu itu duduk tepat di kursi samping Nina. Pandangan perempuan itu jatuh pada pakaian yang dipakainya.
Keren banget setelannya, pikir Nina kagum.
Laki-laki itu rasanya tak cocok untuk duduk di pinggir jalan seperti ini.
Jaket kulit yang dibiarkan turun resletingnya dengan kemeja putih yang terlihat sedikit, serta sepatu pantofel hitam. Perpaduan yang unik sekaligus keren dalam satu waktu. Proporsi wajahnya juga sangat baik. Sebelas dua belas lah dengan Dirga.
Eh? Dirga?
What? Belum apa-apa Nina sudah terpikir Dirga ...
Well, Nina tak munafik karena ini yang disebut sebagai ketertarikan visual pada lawan jenisnya.
Tanpa sadar Nina masih memperhatikannya selama beberapa saat. Laki-laki itu turun dari motor besarnya, lantas duduk sambil menyeruput susu kedelainya di kursi sampingnya. Jujur, Nina berani bilang bahwa dia terlihat tampan, walau rambutnya yang dipomade rapih, sedikit panjang. Serta janggut tipis yang mulai tumbuh.
Fokus Nina ternyata memancing perhatian si laki-laki. Buru-buru Nina mengalihkan pandangannya pada gelas berisi susu yang ia pegang.
Aduh ... Nina terlalu serius memperhatikannya, bahkan hingga tidak mengedip!
Laki-laki itu memperhatikan gerakan tiba-tiba Nina. Mungkin dia merasa sangat diperhatikan oleh perempuan di sampingnya.
Nina sibuk menyeruput susunya lalu buru-buru menyudahi minumnya. Membayar si penjual susu, lalu berlalu dari sana. Sepanjang perjalanan, Nina terus merutuki kegilaannya dengan memandangi ciptaan-Nya yang sempurna itu.
Betapa tampan dan cocoknya penampilan laki-laki tadi.
Ketika langkah kakinya hampir tiba beberapa ratus meter lagi dari tempat kostnya, ada suara motor dan seseorang yang meneriaki entah siapa.
Secara reflek Nina menengok.
Seseorang yang ia tak kenal namun sudah ia diam-diam kagumi itu, mendekatinya perlahan. Menyesuaikan tempo jalan Nina dengan motor yang ia kendarai.
“Mbak, boleh kenalan?!” Serunya dari arah belakang Nina.
Nina tersentak ketika laki-laki itu berada hanya sekitar beberapa meter saja darinya.
“Ma-maaf mas, saya nggak bisa.” Nina agak khawatir jika ternyata orang ini hendak berbuat jahat, ia dengan terburu berusaha memperjauh jarak mereka.
Namun gerakannya kalah cepat dengan si laki-laki. Motornya mulai sejajar dengan posisi Nina, sementara tangan kanannya di tahan layaknya seseorang yang betul-betul hendak melakukan penculikan.
Nina reflek berteriak dengan keras, memohon pertolongan pada siapapun. Tapi entah mengapa jalanan terlihat sepi sehingga hanya ada mereka berdua disana. Nina bergetar ketakutan.
“Jangan ... jangan sakiti saya. Saya nggak salah apa-apa,” Nina berteriak dengan tangis.
Laki-laki itu menggeleng, menghentikan motornya lantas turun dari sana.
“Nggak, nggak! Saya bukan orang jahat, Mbak! Saya hanya mau bicara sama mbaknya saja, nama mbak siapa?” Terangnya seraya bertanya, berusaha meyakinkan Nina.
“Nggak! Jangan tanya saya. Saya nggak mau kasih tahu,” Nina terus menarik tanganya lepas dari laki-laki itu.
“Oke, oke, kalau begitu tolong naik ke motor saya. Saya janji nggak akan melakukan apapun, saya butuh teman saat ini, Mbak. Kalau masih berteriak seperti itu, kita berdua bisa di grebek!” Terangnya lagi. Kini terdengar cukup panik.
Nina tak mungkin percaya dengan orang yang bahkan tidak ia kenal. Mana ada penjahat yang mengaku dirinya jahat.
Nina ketakutan, dia tak bisa menolak hingga akhirnya memilih mengikuti kemauan laki-laki itu sambil terus berucap doa.
Seseorang memang tak bisa kita tebak bila hanya dilihat dari covernya saja. Tapi jangan pernah mencoba untuk tidak berhati-hati pada siapapun.
Contohnya laki-laki ini!
Nina menyesal telah memuji dirinya.
-
Nina kini berada diatas motor laki-laki itu. Entah kemana laki-laki ini akan membawanya, yang jelas, Nina hanya ingin pulang dengan selamat.
Jalanan yang mereka lalui semakin ramai saat terpaan angin menghantam wajahnya. Nina sebal karena menikmati suasana indah seperti ini bukan dalam keadaan tenang, justru was-was. Memang, laki-laki ini tak berlaku senonoh atau apapun padanya. Tapi sikap kasarnya membuat Nina marah.
Semoga saja dia orang yang baik. Monolognya dengan kemungkinan gila.
Motor laki-laki ini berhenti di salah satu taman yang ramai. Banyak muda-mudi yang duduk bercengkrama satu sama lain. Suasana menyenangkan ini harus ia terima dengan pahit, lantaran dirinya justru bersama laki-laki yang ia deskripsikan sebagai penculik!
Entah mengapa ketakutannya tiba-tiba saja menguap, melihat situasi sekitar yang ramai. Kemungkinan kecil untuk melakukan kejahatan apalagi tindak senonoh.
Jika dia gila, mungkin saja, tapi Nina agak meragukannya setelah kata maaf terlontar dari bibirnya beberapa detik setelah mereka tiba disana.
"Maaf kalau saya terkesan kasar dan menakuti karena menarik mbak ikut kesini. Tapi, bisa mbak temani saya sebentar?" Pinta laki-laki itu dengan wajah yang membuat Nina mendadak iba. Perempuan itu melipat tangannya di dada. Habis sudah keinginanya tenggelam di pulau kapuk.
"Nggak perlu minta maaf deh, sudah tahu salah kok! Kenapa harus ajak saya jauh-jauh kesini Mas, kalau hanya minta ditemani? Memangnya nggak punya teman, apa? Saya kira orang seperti Mas yang kelihatan hidup berkecukupan, nggak mungkin kesepian sampai memaksa orang nggak dikenal menemaninya. Saya bukan perempuan macam-macam ya. Tadi tuh saya hanya ingin minum susu kedelai hangat karena habis hujan, nggak sengaja saya teralihkan Masnya yang tampil keren tapi minum susu dipinggir jalan. Wajar saja karena itu mata saya jadi teralihkan menatap Mas, kan?!" Jelasnya membuat pengakuan lebih dulu sebelum mendapat cecar apapun.
Nina memutar bola matanya malas. Lalu kakinya melangkah panjang-panjang ketika melihat kursi taman yang kosong. Setidaknya biarkan bokong tepos Nina menikmati tempat yang lebih layak daripada jok motor menukik itu.
Laki-laki itu mengikuti Nina hingga duduk disampingnya. Entah, atas dasar apa dia menarik Nina hingga ke taman ini.
"Maaf sekali lagi. Saya mengerti, wajar kok, saya pasti terlalu mencolok dan kontras dengan kondisi seperti tadi. Tapi dari lirikan Mbak tadi, saya menyimpulkan jika Mbaknya orang yang baik. Karena jika itu orang lain, mereka pasti sudah langsung menjilat saya dengan pujian, lalu berakhir pada penawaran di ranjang. Padahal nggak semua masalah laki-laki harus diselesaikan dengan cara seperti itu.” Katanya membalas perkataan Nina. Dari kata-katanya, ia terdengar tulus. Walau Nina tetap harus berhati-hati.
"Saya memang baik dan Masnya yang jahat." Hardik Nina seraya mengerling sebal. Ada ya penculik yang jujur banget begini?
Laki-laki itu memberi respon dengan tertawa.
Bisa-bisanya dia tertawa?!
“Well, bisa dibilang saya jahat. Belakangan ini pun saya sampai bosan dengan kata-kata yang mengatakan bahwa saya jahat. Tapi di penjual susu tadi, Mbak tampak hanya terpana dengan saya tanpa berniat lain. Saya pikir Mbak mungkin bisa mendengar cerita saya, setidaknya kita tak akan bertemu lagi setelah ini.” Tambahnya.
"Jangan jadi orang yang ke-pedean ya Mas. Saya nggak terpana atau apalah sama Masnya. Saya hanya lihat setelan seperti Mas ini agak aneh pesan susu dipinggir jalan. Motor Mas saja kawasaki yang ... kayaknya nggak biasa dipakai banyak orang, jaket kulit Mas ada label guccinya loh, kelihatan. Trus pantofelnya juga nggak kelihatan produk pasar. Saya tahu betul. Maka wajar, jika saya merasa nggak biasa karena itu.” Elaknya. Nina memang hanya merasa seperti itu ketika melihatnya tadi.
Skip untuk part mengaguminga sejenak, tapi sejujurnya Nina hanya merasa aneh melihatnya disana.
“Ya sudah saya maafkan, kalau begitu saya ikut prihatin deh sama Mas.” Tambahnya menyerah jika terus mengelak. Nina tidak menatapnya, tapi lebih memilih memandangi penjual ice cream yang malam-malam begini masih asyik mangkal di pinggir jalan.
Walau dingin, seharusnya makan eskrim di pinggir jalan tetap enak.
"Nah ... terima kasih karena sudah jadi satu-satunya orang yang dengan jujur prihatin pada saya. Sejujurnya saya begini karena sudah nggak pulang ke rumah hampir seminggu. Istri saya mengamuk mbak, menuduh saya selingkuh." Terangnya tanpa Nina minta.
Meliriknya sekilas, cerita tiba-tiba laki-laki di sampingnya sudah seperti drama menurut Nina. Kalau diusir, kenapa nggak pulang ke rumah orang tua saja? Dia pasti banyak uang, masalahnya kemungkinan besar bukan terletak pada tidak bisa pulang karena tidak ada uang untuk menempati penginapan atau sebagainya, justru rasanya berkebalikan dengan itu.
Dia pasti hanya mempermasalahkan kasus tidak bisa pulang karena suatu masalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Astri Astuti
suaminya si novia
2023-02-02
0