“Maaf ya Neng kalau ibu membuat Neng Nina takut, tapi dari sekian perempuan yang ibu temui, hanya Neng Nina seorang saja yang bisa menjelaskan dengan santai perkara pasangan dan bersikap dengan lawan jenis. Ibu langsung merasa yakin sama Neng Nina.” Lanjut Mama.
“Bu, maaf sebelumnya. Nina hanya orang kampung yang saat ini Alhamdulillah dapat rejeki beasiswa untuk bisa melanjutkan Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk menikah, Nina nggak bisa putuskan ini tiba-tiba. Maaf juga, karena Nina baru mengenal Bu Elsa sekarang, Nina harus mempertimbangkan banyak hal.” Tolak Nina halus, enggan membuat perasaan Mama terluka.
“Nina minta maaf ya, Bu.” Lanjutnya.
Mama hanya tersenyum, beliau tahu apa yang sudah dilakukannya barusan memang sangat gegabah dan terlalu terburu-buru. Apalagi Nina baru ia temui hari ini, memang terkesan kurang etis.
Walau begitu, entah perasaan dari mana Mama semakin yakin jika Nina adalah menantu yang ia tunggu sejak lama.
“Maaf ya, Nina? Ibu jadi nggak enak. Tapi soal menantu, ibu memang sedang serius mencari menantu untuk putra ibu. Kadang-kadang ibu suka kelepasan asal sudah melihat perempuan muda yang baik, dan sopan seperti Nina ini. Ya sudah, kalau begitu ibu pamit dulu ya. Titip salam saja sama Bu Lilis, kuenya sudah dibayar. Yuk, Neng … Ibu pamit ya, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam, Nina antar kedepan ya, Bu.”
“Eh nggak apa-apa, ibu sendiri saja. Takut Naira bangun, Nina cek Naira saja ya. Yuk, Neng.”
Dalam hatinya, Mama menggumamkan doa yang Panjang. Jika Nina memang jodohnya sebagai menantu, ia memohon agar bisa didekatkan dan mengenal perempuan baik itu lebih lagi.
-
Dirga duduk di kafe yang dulu sering ia datangi bersama teman-temannya saat sekolah. Kafe yang masih terlihat sama padahal sudah hampir delapan tahun lamanya terakhir kali Dirga datang. Tak bisa dikatakan kafe sebetulnya melihat interior di dalamnya, lantaran tembok bercat hitam dan sisi-sisinya terlihat begitu sederhana. Lebih seperti warkop berukuran agak besar dari standar, dengan fasilitas yang paling baru berupa layanan wifi.
Seiring berjalannya waktu, apapun akan berubah.
Dirga duduk sendiri di kursinya setelah gagal mengajak si tukang pohon, Rehan, untuk bergabung bersamanya. Terlalu sibuk dengan banyak gaetannya, Rehan sampai menolak permintaannya.
Awas saja, gue nggak akan menuruti dia lagi kalau minta sesuatu, pikir Dirga sebal.
Kepalanya bergerak-gerak mencari sesuatu yang menarik. Banyak muda-mudi dimabuk cinta yang sibuk mengobrol, ada pula beberapa anak sekolah yang baru mencari tempat duduk. Sekarang sudah masuk jam pulang sekolah, jadi wajar saja kafe ramai.
Dengan memakai tipe kafe ramah kantong, siapapun tak perlu ragu memesan makanan atau minuman.
Pandangannya masih bergerak ke sekitar, tiba-tiba saja suara-suara riuh yang muncul dari balik tubuhnya, memaksa keingintahuannya mencuat.
Dirga berbalik dan menemukan kenyataan mengaggetkan dari arah jalan yang tak jauh dari posisinya.
"Kamu jelas-jelas selingkuh, Mas!" tangan perempuan itu melayang menyentuh pipi lelaki tinggi di depannya.
Hal yang membuat Dirga kaget adalah, perempuan yang sedang berteriak dengan kesal itu adalah Novia. Mantan gebetan—bukan, lebih tepatnya rekan kerjanya, di depan sang suami, Muhadi.
Apa mereka sudah gila bertengkar di pinggir jalan seperti ini? Dirga tahu, rumah orang tua Novia memang tak jauh dari sini. Bahkan Dirga pernah ngapel walau akhirnya tak jadi menekan bel karena terlalu takut ditolak. Itu sebelum ia berhasil meluncurkan kata suka dari mulutnya.
Betapa konyol dirinya saat itu.
Tapi apa yang menjadi pemandangannya saat ini, mengatakan bahwa sesuatu yang buruk pasti telah terjadi.
Dirga masih diam ditempat memperhatikan orang berkerumun tapi tak berani melerai.
Pikiran mereka mungkin sama dengan Dirga.
Rumah tangga orang.
Beberapa menit, akhirnya ia tak nyaman juga dengan suasana kafe.
Dirga memilih undur diri dari sana. Keluar kafe dengan cepat lantas memencet tombol kunci mobilnya. Memasuki bagian kemudi, lalu menyalakan mesin.
Ponselnya yang tergeletak di jok samping bergetar, tanda ada pesan masuk.
Belum menekan pedal gas, Dirga memilih melihat notif ponselnya sebentar.
From : Novia
Dir, ada dmna? Sibuk nggak?
Dari nomor Novia yang tidak diduga sama sekali.
Dirga bingung ingin membalas apa.
To : Novia
Jalan. Knp?
Tak berapa lama pesan balasan masuk.
From: Novia
Jalan mana? Bisa berhenti di Leon Kafe? Nanti gue send location.
Menyerah dengan keadaan, Dirga memilih jujur.
To : Novia
Di parkiran. Gue tunggu.
Dengan cepat Dirga menerima balasan.
From: Novia
Parkiran mna? Lo di kafe sini juga, Dir? Tunggu ya.
Dirga bingung dengan jawabannya sendiri. Kenapa ia seperti membuka diri kembali dengan Novia? Bukankah sikapnya ini terlarang, sebab Novia justru memilih mengalihakan masalahnya dengan menemui laki-laki lain?
-
Dirga pulang kerumah hampir tengah malam setelah mengantar Novia sampai rumah orang tuanya dengan selamat. Dirga gila, tidak seharusnya ia memilih ikut campur urusan rumah tangga orang.
Apalagi Novia punya suami yang masih sah dan mereka bertengkar, sementara Dirga malah mengantarnya kerumah orang tua perempuan itu. Memilih mengikuti ego dari emosi seorang wanita.
Satu yang cukup mendeskripsikan posisi Dirga sekarang, pelarian. Ya, tanpa sadar Dirga memposisikan dirinya sebagai seorang yang dijadikan pelarian.
Pusing memikirkan kenyataan, tanpa sadar mobilnya telah memasuki pelataran rumah. Cat putih rumahnya hampir berubah. Berapa lama sebenarnya ia telah pergi selama ini? Meninggalkan Mama yang selalu sendirian dirumah hanya bersama Ucup saja.
Masuk kedalam rumah dengan mode tenang, Dirga menemui punggung Mama yang bersandar di sofa. Dia tebak, Mama belum tidur dan menunggunya.
"Kamu nggak ingat rumah lagi, ya? setelah kerjaan mu yang selalu ngilang itu!”
Dirga dikejutkan dengan suara Mama. Tepat, Mama pasti belum tidur.
"Maaf, Ma." Hanya itu yang berhasil keluar dari bibirnya.
Tetap diam ditempat seperti dulu, saat masih sekolah ia kepergok pulang malam bersama semua sahabatnya. Sehingga berakhir dengan sekolah tanpa uang jajan. Rasanya benar-benar neraka.
"Buruan menikah kamu, A’! Mama kesal sama kamu!" Ujar Mama masih tak berbalik dari tempatnya. Seketika perkataan barusan seperti boomerang di telinganya.
"Mama sudah dapat yang cocok, walau memang dia belum setuju sih sama tawaran Mama. Tapi nggak apa-apa, pelan-pelan dia pasti akan menerima. Mama akan menunjukkan kemampuan seorang ibu untuk kebahagian bagi putra-putrinya." Tambah Mama.
Dirga berbalik bermaksud menyela perkataan Mama.
"Mama kenapa sih? Ma, kalau lelah, tidur ya. Kenapa jadi berkhayal begitu, sih? Oke, oke, Aa’ tahu Aa’ salah. Seharusnya Aa’ bisa segera memberikan Mama menantu. Nggak apa-apa, Ma, nanti Aa’ cari dia. Sekarang Aa’ ke kamar dulu, ya … Lelah.” Pasrah Dirga, memilih untuk tidak mencari bahan pertengkaran dengan Mama
“Mama sudah menemukan dia, A’! Langkah selanjutnya tinggal pendekatan.” Ujar Mama tiba-tiba.
Dirga menatap Mama dengan kernyitan.
“Menemukan dia? Mama ketemu dimana?”
“Dia babysitter Naira, A’. Tahu kan Naira? Anaknya Fadhilah, cucunya Bu Lilis.”
“Babysitter? Mama nggak salah? Jangan-jangan Mama di pelet lagi sama dia?” Asal Dirga, membuat Mama menatapnya garang.
“Jangan bicara sembarangan, kamu. Dia perempuan baik-baik, Mama tahu betul. Jadi babysitter pasti bukan keinginannya. Mama yakin dia terpaksa melakukan itu.”
“Ya … ya, terserah Mama saja. Aa’ keatas dulu, Ma.”
Setelah kepergian Dirga, Mama seolah sedang berperang dengan pikirannya. Merencanakan seseuatu untuk membuat Nina mau menjadi menantunya.
Sementara di sisi lain, ada Dirga yang merasa kepalanya sakit. Mengingat pembicaraan dengan Novia soal suaminya yang diduga berselingkuh, Dirga menjadi iba.
Tentunya dia tidak bisa masuk terlalu jauh, atau jika ia ingin menjadi selingkuhan Novia—hell, no! Dia masih waras. Untuk apa memaksakan seseorang yang sudah menjadi milik orang lain?
Mengingat perkataan Mama barusan. Seperti apa perempuan yang beliau temukan itu? Seorang babysitter? Bukannya Dirga bersikap merendahkan suatu pekerjaan, tapi … Mama nggak mungkin terlibat sesuatu sehingga tiba-tiba ingin ia menikahi perempuan itu.
Sehebat apa ia sehingga Mama bisa begitu yakin dengannya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Astri Astuti
like ke 3
2023-02-02
0