[9] Karena Diusir Dari Kost ...

Nina berpikir dia gila jika mengiyakan tawaran dadakan Bu Elsa yang jelas-jelas baru saja ia kenal. Wanita paruh baya itu memang baik dan sangat ramah. Tapi siapa yang tahu kesan pertama sebuah pertemuan? Nina sempat percaya pada hal itu beberapa kali.

Tapi kembali pada pribahasa yang mengatakan sesuatu tak dapat dilihat dari cover depannya saja, Bu Elsa punya wajah yang teduh dan menenangkan di kesan pertama. Belum pernah ia temui wanita berumur seperti itu.

Hampir lewat tengah malam, dan Nina masih berperang dengan pikirannya. Bu Elsa menghubunginya tadi sore. Tidak, beliau tidak membahas soal itu. Pertanyaan basa-basi standar, soal kabarnya, bagaimana bekerja di Bu Lilis, kurang lebih hanya pertanyaan itu saja yang berakhir sebelum isya karena beliau bilang jika ponselnya kehabisan baterai. Dari cara beliau menghubunginya pun sebetulnya tidak ada yang aneh, justru yang membuatnya aneh adalah dirinya sendiri. Apa yang spesial dari seorang Nina sehingga Ibu-Ibu berkecukupan seperti Bu Elsa bisa terang-terangan tertarik dengannya, dan menginginkannya menjadi menantu?

Nina hanya takut jika ekspektasi beliau tak seperti kenyaataan yang ada soal dirinya.

Ketukan dipintu membuyarkan lamunannya. Suara Tante Mira membuatnya mengangkat kepala untuk segera membuka pintu. Ada apa malam-malam begini beliau mengetuk pintu kamarnya?

“Eh ... ada apa, Tan?”

“Begini, Nin ... Besok kamu segera cari kost baru ya. Maaf nih, tante nggak maksud mengusir, tapi tante jujur saja ya, ada yang mau menempati kamar ini dengan biaya diatas kamu. Lagipula Om Rudi sudah lama nggak pulang sejak malam itu. Kamu mengerti lah, ya? Tante nggak maksud jahat, hanya melihat realita saja. Kamu butuh uang, tentunya saya juga. Tolong dipahami ya, maksimal satu minggu lah kamu bisa siap-siap sambil cari tempat baru.”

Nina sempat menahan ekspresinya karena kaget. Hal yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Nina memang harus segera angkat kaki dari kamar kost ini.

“B-baik, Tan. Maaf ya ... karena Nina, sebagian biaya kost jadi jatuh, dibandingkan yang lain. InsyaAllah Nina akan segera cari kost lain. Terima kasih banyak karena sudah mau menampung Nina hampir empat tahun di Jakarta.”

“Iya, iya ... ya sudah, kamu tidur sana. Tumben malam begini masih bangun? Dah ya, yuk, Nin.”

“Iya, Tan. Makasih, ya ...”

Menutup pintu kamarnya, tubuh Nina serta merta merosot dibaliknya. Kepalanya mendadak pening, pikirannya seolah berputar. Telah habis perkara uang tambahan, kini ia mesti putar otak untuk biaya lain selama tinggal di Jakarta.

Bagaimana ini?

Mendadak ia teringat perkataan Bu Elsa dua hari lalu. Perkataannya soal penawaran untuk tinggal dirumah beliau-ah ... tentunya jangan lupakan alasan dibaliknya, hanya jika Nina mau menikahi putranya.

Bagaimana jika Nina berusaha menego-nya dengan tawaran sebagai asisten rumah tangga yang menginap?

Ah! Otak cerdasnya mulai bekerja baik.

-

Mama menggigit kuku tangannya pelan. Kebiasaan yang tak pernah hilang sejak lama. Jika beliau sedang khawatir atau takut akan sesuatu, ia akan melakukan hal tersebut. Keinginannya untuk segera mempersunting Nina untuk Dirga semakin membuncah tak kala Nina mulai menanyakan soal tawaran itu.

Ya ... calon menantu impiannya itu mempertanyakan terkait tawarannya waktu itu.

Dalam sambungan telepon, Nina terdengar ragu dan takut.

“ ... mungkin hanya sebagai asisten rumah tangga saja, Bu, karena ibu menawarkan tempat tinggal, kebetulan saya butuh tempat tinggal baru. Bagaimana? Tapi sebetulnya saya bingung untuk bilang ke Bu Lilis, baru bekerja satu minggu lebih, sudah mau keluar karena ada kerjaan lain. Belum lagi, Bu Lilis kenal dengan Bu Elsa. Nina jadi ragu, Bu.” Ujar perempuan di seberang telepon.

Mama menyunggingkan senyum misteriusnya.

“Jangan khawatir, Neng. Bu Lilis perkara gampang, beliau pasti mengerti. Tapi Nina, ibu nggak cari ART, nak. Ibu sedang mencari menantu untuk putra ibu. Kenapa harus jadi ART, nak? Jadi menantu ibu saja, ya?”

Tak terdengar suara perempuan itu sejenak. Mama harap-harap cemas jika Nina pada akhirnya menolak—tapi beliau mengingat pesan Dirga untuk tidak memaksa perempuan itu.

Ya ... Mama akan menyerahkan semuanya pada takdir—namun sebelum itu, usahanya tetap harus dikerahkan.

Inilah yang disebut cara orang tua versi Mama.

“Bu ...” Lirih Nina dari sambungan.

“Iya?”

“Apa putra ibu mau menerima Nina? Maksud Nina—oke, Nina berpikir untuk mempertimbangkan tawaran Ibu. Maaf ya Bu, bagi Nina, pernikahan bukan mainan. Jika Nina sekarang menikah, artinya Nina telah melepaskan semua yang Nina lalui semasa sendiri. Tanggung jawab, dan segalanya akan kami pikirkan bersama. Belum lagi hal lain yang menjadi kewajiban antar pasangan. Nina juga nggak punya pengalaman banyak soal hubungan, Bu. Bukan aji mumpung atau bagaimana, tapi ... untuk Nina, pernikahan adalah titik akhir jalan hidup Nina, dengan siapapun akhirnya Nina menikah.” Jelas perempuan itu.

Mama menyentuh dada kanannya pelan. Nada menyedihkan menyertai intonasi perempuan disambungan telepon tersebut. Membuat hati Mama merasa hancur.

Benar, pernikahan adalah perkara tanggung jawab besar. Jika Nina yang menurutnya sudah sangat baik, tapi masih merasa takut akan hal ini, bagaimana dengan Dirga yang menurutnya masih jauh dari kata dewasa? Apa hal ini akan mendewasakan laki-laki itu?

“Neng ... terima kasih karena sudah coba untuk mempertimbangkan. Ibu sudah bicarakan ini dengan putra ibu, dia setuju. Ibu kenal baik bagaimana dia, putra ibu insyaAllah anak yang baik. Walau dia terkesan baperan menurut ibu, tapi Dirga orang yang sangat mengerti perasaan orang lain. Ibu jadi berkaca pada Dirga, kenapa selama ini ibu nggak pernah memikirkan anak itu soal semua perkataan yang Nina katakan barusan, ya ... Oh ya, namanya Dirgantara Mulia. Terdengar gagah, kan? Ibu jamin dia segagah itu, walau Dirga bukan tembok metal, setidaknya dia nggak akan dengan mudah roboh, Neng. Ibu yakin sekali dengan Neng Nina.”

Terdengar desah napas Nina. Perempuan itu seolah mengambil napas panjang dari suara yang terdengar, hingga detik berikutnya kata-kata itu keluar dari mulutnya.

“Nina mungkin akan di cap gila karena bisa-bisanya menerima lamaran mendadak Bu Elsa. Maaf ya, Bu, Nina nggak maksud menyinggung, tapi ... rasanya lucu sekali. Mohon doa dan bantuannya ya, Bu. Jika memang Mas Dirga adalah orang yang akan menjadi jodoh Nina ... insyaAllah*, akan Nina coba terima dia.” *Ujarnya menyelipkan doa disana.

Mama tak kuasa menahan tangis. Beliau mengucap syukur dengan cepat.

“Alhamdulillah ... terima kasih, Neng. Bukan hanya kamu yang merasa konyol, lebih parah ibu, Neng. Konyol sekali karena sebagai orang tua, bisa-bisanya ibu ingin melamar perempuan yang baru dikenalnya satu kali, untuk ia jadikan menantu.”

Tak ada jawaban dari Nina.

“Baik, Neng. InsyaAllah ibu akan rencanakan untuk menemui keluarga kamu … lusa? Lusa ya? Bagaimana? Atau pekan depan? Lebih cepat lebih baik.” Tawar Mama.

“Ibu mau mengenal keluarga Nina dulu kan, ya?*InsyaAllah**besok Nina kabari ya bu, apa bisa jika lusa*.”

“Bukan hanya berkenalan, Neng. Rencananya ibu mau langsung melamar secara resmi, Neng Nina.”

“Hah? Langsung, Bu?”

Mama tertawa.

“Karena kita sama-sama gila, kenapa nggak kita lakukan dengan cepat? Lagipula hanya waktu yang menjadi masalah. Jika kamu memang jodoh Dirga, dalam keadaan seperti ini atau pun keadaan lainnya kita bertemu, kamu akan tetap menjadi menantu ibu.” Ujar Mama percaya diri.

Mama tertawa bahagia setelah berujar barusan. Diikuti Nina yang akhirnya tertawa sumbang.

Kenapa rasanya sangat bahagia? Apa ini yang disebut bahagia tanpa alasan?

Hanya bahagia saja ... seperti fatamorgana digurun, yang tak nyata bisa terlihat nyata, dan karena ini semua nyata, rasanya lebih dari sekadar bahagia.

Mama harus mengabarkan ini kepada Dirga

Terpopuler

Comments

Astri Astuti

Astri Astuti

Good

2023-02-02

0

lihat semua
Episodes
1 [1] Dirga dan Isi Hatinya!
2 [2] Menyimpang?
3 [3] Kriteria Calon Pasangan
4 [4] Mengkondisikan Mama dan Curhat Bersama Bestie!
5 [5] Nina dan Masalah Hidupnya!
6 [6] Tapi ... Kenapa Harus Nina?
7 [7] Novia dan si Babysitter
8 [8] Insting Seorang Ibu
9 [9] Karena Diusir Dari Kost ...
10 [10] Teteh Mau Menikah?
11 [11] Hari Lamaran dan Perasaan Gamang
12 [12] Antara Orang Tua dan Perasaan
13 [13] Masalah Dirga dan Kekhawatiran Nina
14 [14] Masalah Baru Dengan Novia dan Harapan Nina
15 [15] Terjebak Stockholme Sindrom Tak Terduga (1)
16 [16] Terjebak Stockholme Sindrom Tak Terduga (2)
17 [17] Bertemu Nina dan Ingatan Soal Hari Itu
18 [18] Tanggal Dua Puluh Enam Bulan Depan?
19 [19] Pembicaraan Hati ke Hati
20 [20] Keyakinanku Padamu
21 [21] Bertemu Muhadi-Lagi dan Kemarahan Dirga
22 [22] Kisah Stockholme Sindrom Nina Masih Berlanjut
23 [23] Khawatir Walau Nama Nina Belum Terukir Dihatinya
24 [24] Perkara Honeymoon
25 [25] Kelahiran Wahda dan Bayangan Menjadi Ayah
26 [27] Jangan Menjadi Seperti Papa
27 [26] Berkah Orang Yang Ingin Menikah
28 [28] Problematika Manusia Dewasa
29 [29] Suka dan Duka Selalu Ada
30 [30] Harus Lebih Bersyukur
31 [32] Mencari Keberadaan Papa (1)
32 [33] Mencari Keberadaan Papa (2)
33 [31] Teringat Papa
34 [34] Hari Pernikahan
35 [35] Bercengkrama Dengan Para Tamu
36 [36] Melihat Papa dan Kedatangan Tiba-Tiba Novia?
37 [37] Segala Hal Campur Aduk Hari Ini
38 [38] Malam Pertama Sebagai Suami dan Istri
39 [39] Setelah Malam Pertama ada Hari Pertama Sebagai Pasangan
40 [40] Honeymoon Ke Lombok?
41 [41] Keinginan yang Terhalang Trauma Masa Lalu
42 [42] Sedikit Late Night Talk Akibat Insomnia
43 [43] Dirga Normal dan Bahasan Soal Anak
44 [44] Tersipu Malu Karena Suamiku
45 [45] Dirga Yang Mendadak Khawatiran
46 [46] Siapa Sebenarnya yang Dirga Telepon?
47 [47] Titik Terang Keberadaan Papa dan Prioritas Baru Dirga
48 [48] Mimpi Buruk, Pertanda Apa?
49 [49] Suaminya Kenapa, Sih?
50 [50] Semua Gara-Gara Ucup dan Parno itu!
51 [51] Melupakan Memori Lalu
52 [52] Karena Surat Abah Untuk Dirga
53 [53] Jalan-Jalan Pertama
54 [54] Love Language Dirga dan Ide Mama
55 [55] Takut Jatuh Cinta?
56 [56] Isi Hati Nina
57 [57] Antara Perasaan dan Kebutuhan?
58 [58] Bukan Hanya Masalah Nina, Tapi Juga Masalah Keluarga
59 [59] Mengurus Lila dan Mama Serta Kenyataan Sebenarnya
60 [60] Kepulangan Dirga
61 [61] Nina Hanya Mencintai Suaminya!
62 [62] Dirga Marah dan Pertemuan dengan Papa
63 [63] Perasaan Rindu Sekaligus Terluka
64 [64] Saran Baru Dari Kak Layla
65 [65] Pergi Satu, Datang Satu.
66 [66] Dia Rifai Muhadi?
67 [67] Kenyataan Yang Sulit Diterima
68 [69] Menunggu Kepastian Akan Firasat Nina
69 [70] Pertemuan Mengharukan
70 [71] Menuju Akhir Kisah Ini
71 [72] Kehamilan Nina
72 [73] Soon To Be 3 Of Us
73 [74] Perjalanan Baru dan Akhir Kisah
Episodes

Updated 73 Episodes

1
[1] Dirga dan Isi Hatinya!
2
[2] Menyimpang?
3
[3] Kriteria Calon Pasangan
4
[4] Mengkondisikan Mama dan Curhat Bersama Bestie!
5
[5] Nina dan Masalah Hidupnya!
6
[6] Tapi ... Kenapa Harus Nina?
7
[7] Novia dan si Babysitter
8
[8] Insting Seorang Ibu
9
[9] Karena Diusir Dari Kost ...
10
[10] Teteh Mau Menikah?
11
[11] Hari Lamaran dan Perasaan Gamang
12
[12] Antara Orang Tua dan Perasaan
13
[13] Masalah Dirga dan Kekhawatiran Nina
14
[14] Masalah Baru Dengan Novia dan Harapan Nina
15
[15] Terjebak Stockholme Sindrom Tak Terduga (1)
16
[16] Terjebak Stockholme Sindrom Tak Terduga (2)
17
[17] Bertemu Nina dan Ingatan Soal Hari Itu
18
[18] Tanggal Dua Puluh Enam Bulan Depan?
19
[19] Pembicaraan Hati ke Hati
20
[20] Keyakinanku Padamu
21
[21] Bertemu Muhadi-Lagi dan Kemarahan Dirga
22
[22] Kisah Stockholme Sindrom Nina Masih Berlanjut
23
[23] Khawatir Walau Nama Nina Belum Terukir Dihatinya
24
[24] Perkara Honeymoon
25
[25] Kelahiran Wahda dan Bayangan Menjadi Ayah
26
[27] Jangan Menjadi Seperti Papa
27
[26] Berkah Orang Yang Ingin Menikah
28
[28] Problematika Manusia Dewasa
29
[29] Suka dan Duka Selalu Ada
30
[30] Harus Lebih Bersyukur
31
[32] Mencari Keberadaan Papa (1)
32
[33] Mencari Keberadaan Papa (2)
33
[31] Teringat Papa
34
[34] Hari Pernikahan
35
[35] Bercengkrama Dengan Para Tamu
36
[36] Melihat Papa dan Kedatangan Tiba-Tiba Novia?
37
[37] Segala Hal Campur Aduk Hari Ini
38
[38] Malam Pertama Sebagai Suami dan Istri
39
[39] Setelah Malam Pertama ada Hari Pertama Sebagai Pasangan
40
[40] Honeymoon Ke Lombok?
41
[41] Keinginan yang Terhalang Trauma Masa Lalu
42
[42] Sedikit Late Night Talk Akibat Insomnia
43
[43] Dirga Normal dan Bahasan Soal Anak
44
[44] Tersipu Malu Karena Suamiku
45
[45] Dirga Yang Mendadak Khawatiran
46
[46] Siapa Sebenarnya yang Dirga Telepon?
47
[47] Titik Terang Keberadaan Papa dan Prioritas Baru Dirga
48
[48] Mimpi Buruk, Pertanda Apa?
49
[49] Suaminya Kenapa, Sih?
50
[50] Semua Gara-Gara Ucup dan Parno itu!
51
[51] Melupakan Memori Lalu
52
[52] Karena Surat Abah Untuk Dirga
53
[53] Jalan-Jalan Pertama
54
[54] Love Language Dirga dan Ide Mama
55
[55] Takut Jatuh Cinta?
56
[56] Isi Hati Nina
57
[57] Antara Perasaan dan Kebutuhan?
58
[58] Bukan Hanya Masalah Nina, Tapi Juga Masalah Keluarga
59
[59] Mengurus Lila dan Mama Serta Kenyataan Sebenarnya
60
[60] Kepulangan Dirga
61
[61] Nina Hanya Mencintai Suaminya!
62
[62] Dirga Marah dan Pertemuan dengan Papa
63
[63] Perasaan Rindu Sekaligus Terluka
64
[64] Saran Baru Dari Kak Layla
65
[65] Pergi Satu, Datang Satu.
66
[66] Dia Rifai Muhadi?
67
[67] Kenyataan Yang Sulit Diterima
68
[69] Menunggu Kepastian Akan Firasat Nina
69
[70] Pertemuan Mengharukan
70
[71] Menuju Akhir Kisah Ini
71
[72] Kehamilan Nina
72
[73] Soon To Be 3 Of Us
73
[74] Perjalanan Baru dan Akhir Kisah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!