Tanpa berujar, Dirga bangkit dari posisi duduknya, bermaksud menghindari introgasi berlanjut dari Mama. Walau tangan Mama sempat menahannya, tapi Dirga beralasan bahwa ia hendak ke kamar mandi untuk panggilan alam, sehingga mama tak bisa menolak.
Alasan hanya alasan, di depan terkadang berbeda dengan yang di belakang. Tak benar-benar menuju kamar mandi, Dirga pun melipir ke arah taman belakang, lantas merogoh sakunya mencari benda persegi warna hitam kesayangannya.
Dicarinya nomor Firdaus dari sana. Tak berapa lama, suara dari sebrang muncul di pendengarannnya.
"Assalamualaikum! Apa?! Ganggu banget, lo Mul! Ngantuk nih, gue!" Keluh Firdaus dengan suara seraknya disambungan telepon.
"Waalaikumsalam ... Eh manusia kebo, bangun! Sholat maghrib sebentar lagi lo. Jangan cuma bisa wet dream saja!" Ledek Dirga.
Decakan pelan terdengar dari Firdaus.
"Sialan, bacot ah! Sok tahu banget, lo!"
Dirga tertawa.
“Kenapa telepon-telepon?” Tanya Firdaus dengan nada malas.
"Us, minta tolong izin kan gue ke kantor ya. Mau ambil cuti seminggu nih. Mama sedang manja banget, kasihan kalau lusa sudah harus ditinggal."
Firdaus tak bersuara. Lalu helaan napas panjang terdengar.
"Lo mau ambil cuti dua tahun lo, itu?” tanya Firdaus mengulang.
"Iya ... Gue mau ambil cuti itu. Mau menemani Mama seminggu ini. Doi lagi uring-uringan banget."
Firdaus terdengar menguap.
"Ya sudah, nanti gue izin kan. Untung ini nggak tanggal-tanggal sibuk, Mul. Kalo nggak, habis saja lo ambil cuti."
"Yah ... sekali doang. Gue belum pernah cuti dua tahun." Firdaus menguap lagi.
"Oke-oke. Sudah, ‘kan? Ada hajat lain? Nggak ya? Dah ... jangan ganggu lagi, ngantuk gue. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam-" Belum sempat menjawab salam dengan lengkap, nada sambung terputus langsung terdengar begitu saja.
Dasar si Firdaus kebo.
Setidaknya satu kekhawatirannya meninggalkan Mama sudah teratasi.
Satu minggu agaknya cukup untuk mengubah mood Mama jadi lebih baik.
"### Wah ... betul-betul si Novi."
“Bisa-bisanya dia membuat Dirgantara Mulia gue yang baik hati dan rajin menabung ini meratapi kesendiriannya? Sabar ya Babang Mul.”
Gidikkan bahu disertai kunyahan pada kripik dimulutnya menjadi balasan dari perkataan dua orang sahabatnya tadi. Dirga nggak bisa banyak berharap soal masa lalu, berhubung ketiga sahabatnya membahas soal ingatannya tentang Novia hari itu, respon mereka nggak menjadi hal yang aneh untuk Dirga.
Disinilah Dirga, duduk melingkar diatas karpet bulu bersama jajaran empat orang berpikiran aneh, yang masing-masing sibuk menikmati kripik singkong dengan remah-remah berserakan dimana-mana. Pun gelas berisi minuman soda tampak tergeletak tak berdaya dengan isi yang keluar. Terlalu asyik dengan pembicaraan, sehingga tak sadar jika karpet bulu ini sudah hampir tak berbentuk karena berantakan dan ugh! Sangat tidak manusiawi.
Padahal keempatnya adalah orang dewasa yang nggak bisa dikatakan aneh.
Sebelum meminta izin untuk menemui para bestiesnya, Mama sempat tak mengizinkan Dirga untuk pergi. Tapi berbekal cuti seminggu yang ia ajukan ke kantor sudah di acc pagi tadi, Mama pun pasrah dan memperbolehkannya.
Dan berlanjut pada cerita tentang perbincangannya bersama Novia di stasiun saat itu, sontak mengundang simpati para sahabatnya.
"Ya sudah lah ya, Mul, lo nggak usah baper kayak setahun lalu. Buru-buru cari istri deh, sana!"
Itu Wahda yang kembali menambahkan dengan senyum menyebalkan seperti biasanya. Wanita berambut pendek dengan perut besar itu benar-benar bertingkah layaknya bocah menengah atas yang tengah bercengkrama bersama para gengnya. "Nggak perlu diajarkan, bumil!” elak Dirga yang dibalas timpukan keras dari keripik singkong berbumbu pedas tersebut.
"Anjir! Pedas, bego!” Dirga langsung misuh-misuh sambil melempar bungkus singkong tersebut ke arah lain.
"Nih ya Dir, lo itu hidup cuma sekali di dunia ini. Seenggaknya kalo memang belum punya istri, cari saja dulu kecengan yang enak diajak jalan. Bawa deh ke si Mama. Beliau kan cuma minta lo bawa cewek, bukan bawa istri." Usul Rehan yang dibalas decakan dari Dirga.
"Nggak bisa semudah itu, bambang! Mama gue pasti tahu, apa orang yang gue bawa itu kredibel atau nggak. Jangan aneh kalau kasih ide, Han ... Han.”
Kepala Rehan di pukul oleh Wahda.
"Nggak perlu mengajarkan mantan calon imam gue deh, Han. Dia ini tahu yang terbaik, secara bocah paling waras sedunia ini nggak bisa disetarakan sama playboy receh kayak lo." Dirga bertepuk tangan mendengar respon Wahda secara cepat. Mereka tertawa bersama sedang Rehan mendecih sebal di sisi kiri Saiful yang sibuk menghabiskan soda berwarna merah.
Mereka masih terus bercanda dengan omongan yang sudah tidak ada jelasnya. Terkadang kata-kata kotor yang keluar dari mulut masing-masing memaksa Wahda memegang perutnya seakan menutup telinga seseorang. Anaknya tak perlu mendengar perbincangan biadab para teman-temannya yang sudah mirip gangster ini.
"Eh tapi Mul, lo mau nggak kalo gue comblangkan sama salah satu pramugari di maskapai gue? Cantik jelas, masih fresh lah, awal dua puluhan,"
Saiful membentuk dua jempol dari tangannya.
"Baru resmi jadi pramugari sekitar dua bulan. Fisik nggak diragukan." Tambah Saiful lagi.
Dirga dengan seksama memperhatikan Saiful.
Semuanya nggak akan berhenti menjodohkan gue, pikir Dirga.
Tak ada yang menyangka orang-orang seperti mereka ini, hanya secuil dari banyaknya masyarakat dunia dengan pekerjaan bergengsi diluar sana. Mungkin cocok disebuat sebagai anak biasa dengan kegilaan dan keberanian diatas rata-rata, yang kebetulan sukses di masa depan. Bandel memang ciri khas anak-anak yang mencari jati diri, tapi jahat sama sekali bukan tipikal anak-anak.
Dengan nilai baik dan kedudukan tinggi sebagai geng paling mengerikan di sekolah, siapa sangka mereka menjadi orang hebat sekarang?
Dirga yang berprofesi sebagai masinis, Saiful yang pilot, Wahda si mantan ASN salah satu kementrian dan Rehan yang adalah pengusaha kelapa sawit di kampung.
Sifat kekanakan memang seolah tak hilang dari mereka. Hal itu mutlak, sebagai bagian kecil dari menikmati hidup yang bergerak cepat dengan banyaknya rintangan. Seperti tak menyangka bahwa mereka bukan lagi remaja usia belasan, melainkan orang dewasa menjelang tiga puluhan.
"Gue nggak minat lah sama pramugari. Entah kenapa ya, tapi perempuan yang bekerja dibagian ketemu banyak orang itu nggak menarik saja buat gue." Tolak Dirga.
"Lah? Si Novi saja kan Masinis? Sama-sama pekerja lapangan yang ketemu banyak orang."
"Y-ya ... kalo Novia sih beda. Tugasnya dibalik tuas kereta, kalo pramugari lebih ke ... banyak berbaurnya lah ke penumpang." Elak Dirga terdengar asal.
"Alah, alasan saja lo." Wahda menyikut Dirga disampingnya.
“Takut dibilang nggak seganteng kapten Saiful ya, mas-nya jika bersanding dengan para pramugari cantik itu?" Kelakar Wahda dengan wajah dibuat meledek. Dirga langsung memasang mode sebal.
Lagi-lagi kisah pahitnya ditertawakan.
"Kamu jangan ke mana-mana lagi habis ini, A'. Mama mau kerumah pelanggan sebentar, antar kue kering,"
Dirga baru pulang kerumah sekitar pukul dua siang, memasuki kamar lantas berganti pakaian yang lebih nyaman. Melangkah keluar, dilihatnya sang Mama sudah rapi dengan hijab dan setelan gamis putih yang membuat Mama tampak bersinar.
"Iya Mama-ku sayang," Balas Dirga membuat suara semanis mungkin.
Mama tertawa kecil memperhatikan tingkah Dirga bak remaja yang masih baru puber dengan celana sebatas lutut, serta kaos polos berwarna hitam yang sedikit bolong dibagian ketiak. Bukan tak mampu membeli kaos, Dirga beralasan karena kaos bolong sangat nyaman dan sejuk dipakai.
"Yakin nggak mau diantar, Ma?" Tawar Dirga.
"Iya nggak usah. Nggak jauh kok, masih sekitar sini. Ya sudah, Mama jalan dulu, ya.” Mama mengangkat bawaanya dari atas meja makan.
"Mama pergi ya, Assalamualaikum." Dirga mencium punggung tangan sang Mama lalu mengantar Mama sampai pintu utama.
Dia sangat menyayangi Mama. Nggak ada hal lain yang ia inginkan, selain kesehatan dan kebahagiaan Mama. Selepas kepergian Kakak perempuannya, Mama adalah perempuan satu-satunya yang ia cintai. Kekosongan hati Sebagai seorang laki-laki memang ia rasakan, tapi bukan berarti cinta Mama padanya nggak pernah mengisi itu.
Dia ingin ada perempuan lain yang bisa mengisi hatinya dan menyayanginya seperti Mama. Tapi Dirga khawatir jika ekspektasinya nggak bisa setinggi harapannya tentang seseorang yang menjadi duplikat sifat Mama.
Memangnya ada?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Astri Astuti
gooD
2023-02-02
0