Suasana sarapan di tempat kediaman Asberto cukup menegangkan bagi Sora. Tidak ada yang berani bersuara selama sarapan itu berlangsung.
Apa ini bagian dari aturan rumah nya juga? Sebenarnya ini rumah atau sekolah, sih? Kenapa aturannya ketat sekali. Batin Sora.
Sora memilih untuk menundukan wajahnya saja, ia tidak berani bicara. Nanti bisa-bisa Dimas memarahinya lagi untuk lebih menjaga sikap di rumah tersebut.
Asberto lebih dulu selesai, pria itu beranjak pergi usai menarik sehelai tisu untuk mengelap mulutnya. Dan tidak berapa lama, mertua wanitanya ikut beranjak dari sana. Jadi kini hanya ada ia dan Dimas saja.
"Apa ini bagian dari aturan rumahmu juga?" tanya Sora lirih.
Dimas menoleh sekilas. "Iya, memangnya kenapa? Kau tidak nyaman?"
"Aku terbiasa ngobrol saat makan dengan ibu dan ayahku. Meski sekedar pujian dari mereka karena aku pandai memasak," jawab Sora.
"Tapi ini bukan di rumahmu. Sudah, ikuti saja aturan yang ada. Sebab bicara saat sedang makan itu tidak baik. Nanti bisa tersedak. Jika nanti aku menginap di rumahmu, akupun akan menghormati peraturan apa saja yang ada di sana."
Jika seperti ini, Sora jadi kepikiran untuk tinggal di rumah orang tuanya saja. Sebab tinggal di kediaman Asberto, sudah seperti narapidana yang terkurung dalam sel saja.
"Ah ya, setelah ini kau kemana? Apa kau sudah bekerja?"
"Belum."
"Jika kau belum bekerja, bagaimana kau bisa menafkahi ku?" seru wanita itu.
"Turunkan nada bicaramu. Ingat, peraturan di rumah ini tidak boleh mengobrol saat sedang makan!"
"Iya, iya, aku tahu. Maaf."
"Seharusnya kau tidak bertanya seperti itu padaku, sebab pernikahan yang terjadi di antara kita adalah sebuah paksaan. Jadi aku tidak memiliki persiapan apapun. Termasuk kerja untuk menafkahi mu," jawab Dimas kemudian.
Sora diam. Memang benar apa yang di katakan oleh pria itu. Tapi setidaknya dia harus punya kerjaan. Pantas saja Dimas ketakutan saat orang tuanya memberi ancaman akan mencabut fasilitasnya, rupanya Dimas masih menikmati harta orang tuanya.
"Lalu sekarang kau ada rencana untuk bekerja? Mau tidak mau sekarang posisimu kan seorang suami. Jadi sudah sepantasnya kau bekerja untuk menafkahi aku."
Dimas melirik Sora dengan tatapan yang sulit di artikan. Wanita itu menunduk takut.
"Maaf, aku tidak bermaksud untuk-"
"Kau benar," pangkas Dimas.
Mendengar jawaban Dimas, membuat Sora memiliki keberanian untuk mendengarkan wajah dan kembali manatap pria yang duduk di sampingnya.
"Aku memang sudah sepantasnya bekerja. Sebab tidak enak jika terus menerus meminta pada orang tua. Dengan begitu, aku tidak akan lagi di ancam untuk mengikuti permintaan mereka."
Dimas menarik sehelai tisu untuk mengelap mulutnya. Setelah itu dia beranjak dari sana.
Sora masih di sana. Memutuskan untuk menghabiskan makanannya terlebih dahulu.
Ternyata Dimas tidak seburuk yang aku bayangkan.
Sora mempercepat makannya. Ia meneguk air putih di gelas kaca hingga habis setengahnya. Menarik sehelai tisu untuk membersihkan mulutnya dari sisa-sisa makanan. Kemudian beranjak menyusul Dimas ke kamar.
Sora mendapati suaminya tengah duduk di sofa panjang dan tampak memainkan ponsel. Ia ikut duduk di samping pria itu.
"Dimas," panggil Sora lirih.
"Hm," jawab Dimas tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.
"Aku boleh bertanya sesuatu?"
"Hm."
"Sebelum kau menikahi aku dan sampai sekarang, apa kau sudah memiliki kekasih?"
Pertanyaan Sora menarik perhatian Dimas, pria itu menaruh hp nya dan memandang wajah Sora.
"Kau sendiri bagaimana? Apa kau juga sudah memiliki kekasih?"
Sora menggeleng. "Aku memang belum memiliki kekasih. Aku selalu berharap menikah dengan pria yang aku cintai. Tapi semua harapan itu harus aku kubur dalam-dalam semenjak aku harus menikah denganmu?"
"Oh ya?"
"Iya."
"Bagaimana jika suatu hari kau mencintaiku?"
Wajah Sora tiba-tiba menegang, namun ia menetralisir nya dengan tawa.
"Haha ... Itu tidak mungkin."
"Kau yakin?"
"Tentu. Aku tidak mungkin mencintaimu. Pernikahan yang terjadi di antara kita adalah sebuah paksaan."
"Yakin?"
"Ya."
Dimas mendekatkan wajahnya dengan wajah Sora dan menyisakan jarak beberapa mili meter saja.
Seketika wajah Sora kembali menegang dan pucat, napas wanita itu tertahan. Hembusan napas Dimas yang terhempas ke seluruh bagian wajahnya terasa hangat dan wangi permen mint. Bahkan untuk menelan ludahnya saja Sora begitu kesulitan.
"Kau yakin tidak akan mencintaiku?"
Ya Tuhan, kenapa jantungku berdebar tidak karuan seperti ini?
_Bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Pinny Tirawat Thitipong💭
lanjut Thor
2022-11-13
1