Mirza dan ke empat sahabat termasuk Lila dan Lili, sudah mulai disibukkan dengan persiapan wisuda di kampus. Seperti biasanya, setiap hendak pergi ke kampus atau kemanapun, Mirza atau Attar selalu menjemput Lila setelah menjemput Nezia terlebih dahulu.
Para gadis memang lebih senang pergi bersama-sama sahabatnya dan menggunakan satu mobil di banding pergi dengan menggunakan mobil sendiri, kecuali jika ada keperluan yang berbeda dan mendesak barulah Lila dan Nezia menggunakan mobil sendiri.
Sementara Lili berangkat sendiri dengan diantarkan sopir pribadinya, terkadang jika sang suami tidak sibuk maka Lili diantarkan oleh suaminya karena arah rumah suami Lili berbeda dengan yang lain.
Pagi ini, kebetulan Mirza yang kembali menjemput Lila, sementara Attar menjemput Nezia.
Baru saja mobil Mirza memasuki gerbang kediaman Om Devan, menyusul di belakangnya mobil Ronald yang juga memasuki pintu gerbang rumah mewah tersebut.
Mirza yang baru turun dan belum sempat menuju pintu, menghentikan langkah tatkala melihat langkah tergesa Ronald yang langsung menerobos masuk ke dalam rumah Om Devan tanpa mengucapkan salam.
" Pagi," sapa Ronald pada penghuni rumah yang belum menampakkan batang hidungnya.
Nampak tante Lusi keluar menuju ruang tamu. "Pagi, Bang Ronald," sapa mamanya Lila tersebut dengan ramah.
"Pagi-pagi sekali kemari, ada perlu apa, nih?" tanya tante Lusi dengan senyumnya yang ramah. "Oh iya, silahkan duduk dulu," titah tante Lusi kemudian.
Ronald pun duduk di sofa empuk ruang tamu. "Iya, Tante. Ada perlu sama Dik Lila," balas Ronald.
Sementara itu, Mirza memilih berdiri di samping pintu masuk sambil mendengarkan percakapan di dalam.
"Maaf, kalau boleh tante tau, ada perlu apa ya? Soalnya Lila harus pergi ke kampus, sebentar lagi pasti teman-temannya jemput," tanya tante Lusi seraya menjelaskan, yang sejak awal memang kurang menyukai Ronald.
"Em ... i-ini Tan-te. Nenek Ronald 'kan lagi sakit dan beliau ingin bertemu dengan calon istri Ronald," jawab Ronald dengan tergagap seperti ada yang ia sembunyikan.
Tante Lusi mengernyitkan kening. "Sakit? Di rawat di rumah sakit mana? Nanti biar Lila sama kami yang besuk ke sana," tanya tante Lusi, yang menolak dengan halus jika Lila pergi bersama Ronald.
"Maaf, Tante. Kalau bisa, Dik Lila harus sekarang ke sananya. Nenek dirawat di rumah, kok," kekeuh Ronald yang menginginkan Lila bisa pergi bersamanya.
"Ma ... mama," panggil Lila dari arah dalam.
"Mama di ruang tamu, Kak!" Tante Lusi sedikit meninggikan suara agar sang putri mendengar.
"Ma, Lila pa ...." Lila menghentikan ucapan dan langkah kala melihat pemuda yang tidak ia sukai, sudah berada di rumahnya sepagi ini.
"Hai, cantik," sapa Ronald dengan netra berbinar. Rupanya, pesona Lila telah mampu menghipnotis pemuda yang suka gonta-ganti pasangan tersebut dan membuat Ronald benar-benar jatuh hati pada pandangan pertama.
Lila hanya mengangguk dan sedikit memberikan senyuman yang di paksakan.
Mirza yang menunggu di luar sambil bersandar pada dinding tepat di samping pintu, nampak cemburu mendengar Ronald memanggil Lila dengan panggilan mesra.
"Kak, Bang Ronald mau ngajakin Kakak untuk menjenguk neneknya yang lagi sakit," tutur Tante Lusi yang menjelaskan kedatangan Ronald pada sang putri. "Kakak pagi ini ada acara di kampus, kan?" Tante Lusi bertanya seraya memberikan kode pada putrinya.
"Iya, benar, Ma. Jadwal Lila padat banget pagi ini. Kayaknya sih, sampai sore," balas Lila meyakinkan.
"Kalau begitu, nanti sore juga enggak apa-apa kok, Dik. Abang jemput di kampus, ya?" tawar Ronald yang sedikit memaksa.
Lila menatap sang mama, Tante Lusi menggeleng pelan sebagai tanda bahwa beliau tak setuju.
"Memangnya, nenek Bang Ronald sakit apa? Di rumah sakit mana? Nanti sepulang dari kampus biar Lila sama yang lain ke sana, jadi Bang Ronald enggak perlu jemput Lila," tanya Lila.
"Biar abang jemput saja, Dik. Jangan ngajak teman-teman kamu karena nenek enggak suka ada keramaian," kekeuh Ronald memberikan alasan.
"Maaf, Bang. Lila enggak bisa pergi tanpa mereka," tolak Lila dengan halus.
Di luar sana, Mirza bernapas dengan lega mendengar penolakan Lila.
"Baiklah, teman-teman kamu boleh ikut tapi jangan bikin keributan." Ronald akhirnya menyetujui keinginan Lila yang ingin mengajak serta para sahabat.
Mendengar perkataan Ronald, Mirza mengepalkan tinju. "Lu pikir, kami suka berbuat anarkis!" gerutu Mirza.
"Ayo, kalau Dik Lila buru-buru, abang antar ke kampus!" ajak Ronald kemudian, yang langsung beranjak.
"Assalamu'alaikum ...." ucap salam Mirza dengan sopan, yang langsung masuk begitu mendengar Ronald ingin mengantarkan Lila ke kampus.
Mirza langsung menyalami Tante Lusi dan mencium punggung tangan sahabat mommy-nya itu dengan takdzim.
"La, udah siap?" tanya Mirza, seolah ia baru saja datang.
Lila tersenyum lebar karena ia melihat dari teras atas tadi, bahwa mobil Mirza yang lebih dulu memasuki halaman rumahnya.
"Kamu dari mana?" bisik Lila setelah Mirza berdiri tepat di sampingnya.
"Berjaga-jaga di luar," balas Mirza yang ikut berbisik.
"Bro, Lila berangkat sama gue. Lu berangkat duluan aja," ucap Ronald penuh percaya diri.
"Lila tidak boleh pergi berdua saja dengan laki-laki yang bukan saudara atau suaminya," larang Om Devan yang baru saja muncul dari arah dalam.
Tante Lusi nampak sangat lega, begitupun dengan Lila dam Mirza. Berbeda dengan Ronald yang wajahnya seketika menjadi masam.
"Tapi, Om. Bukankah Lila calon tunangan Ronald, Om?" tanya Ronald yang tak mengerti alasan penolakan Om Devan.
"Peraturan untuk anak-anak kami seperti itu, Bang Ronald. Meskipun calon tunangan, calon suami atau apapun ... maka kami tidak akan mengijinkan," balas Tante Lusi yang mewakili sang suami.
"Tapi, dia!" Ronald menunjuk Mirza dengan jari telunjuk tepat ke arah wajah Mirza.
"Dia bagian dari keluarga Devano," balas Om Devan dengan tegas.
Ronald hanya bisa menghela napas kasar, gagal sudah rencana yang telah ia susun untuk dapat lebih dekat dengan Lila dan kemudian merayu gadis yang telah membuat Ronald susah tidur.
"Baik, Om, Tante. Kami berangkat dulu ya, takut telat karena ada gladi resik," pamit Mirza dengan sopan. Pemuda itu kemudian menyalami kedua orang tua Lila dengan mencium punggung tangannya dengan takdzim.
Tante Lusi mengangguk dan tersenyum hangat. "Hati-hati di jalan, Bang Mirza," pesan mama cantik dari Lila tersebut.
Mirza mengangguk patuh.
"Bang Ronald, kami pamit duluan," pamit Lila dengan sopan, bagaimana pun Ronald adalah putra dari sahabat sang papa, apalagi saat ini ia adalah tamu yang harus di hormati.
Ronald hanya mengangguk.
Pemuda berkewarganegaraan Australia itu terus memutar otak, bagaimana caranya agar bisa membawa Lila pergi dan hanya berdua saja. Apakah harus dengan cara menculik, seperti yang pernah terbersit dalam otaknya jika memang cara baik-baik dengan meminta ijin seperti ini dirinya tidak berhasil?
Sementara Ronald tahu pasti setelah semalaman berpikir, bahwasanya pengawalan untuk putri seorang pengusaha kaya seperti Lila, pastilah sangat ketat. Meski Ronald benar-benar terobsesi ingin memiliki Lila, tetapi dirinya juga tidak mau gegabah dengan bunuh diri jika sampai menggunakan cara kekerasan.
Sebenarnya Ronald telah merencanakan cara yang halus untuk menjebak Lila, jika saja Lila bisa di ajak untuk pergi hanya berdua saja dengannya.
_____ bersambung _____
🌷🌷🌷🌷🌷
Selamat petang bestie, moga kalian sehat" selalu yah 🤗
Yuk, mampir lagi di karya kece milik temenku.
JERAT CINTA Si Kembar
Karya. MOM AL
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Rapa Rasha
lanjutkan kak seru
2023-03-06
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓡𝓸𝓷𝓪𝓵𝓭 𝓳𝓷𝓰𝓷 𝓱𝓪𝓻𝓪𝓹 𝓴𝓪𝓶𝓾 𝓫𝓲𝓼𝓪 𝓫𝓮𝓻𝓱𝓪𝓼𝓲𝓵 𝓭𝓷𝓰𝓷 𝓷𝓲𝓪𝓽 𝓶𝓾 𝓲𝓽𝓾 😤😤😤😤😤😤
2023-02-23
1
Teetie Suhaeti
niatny g baik g bakalan mulus yg ada,Mirza jagain Lila dari playboy Ronald
2022-11-16
2