Malam ini, keluarga besar Om Devan disibukkan dengan menyambut kehadiran teman lama yang kini menetap di Australia.
Sang kepala keluarga nampak tengah memberikan ceramah pada sang putri, yang akan diperkenalkan dengan putra dari teman lamanya tersebut.
"Kak, kakak nanti harus bersikap baik ya, sama Ronald." peringat sang papa pada Lila, di dalam kamar gadis cantik jelita tersebut.
Lila mengangguk patuh. Gadis itu teringat perkataan Mirza bakda shubuh tadi, bahwa tak baik melawan orang tua. "Iya, Pa. Lila tahu bagaimana harus bersikap pada tamu," balas Lila.
Om Devan tersenyum pada putrinya. "Papa selalu menginginkan yang terbaik untuk putri papa, Sayang," tutur Om Devan sambil merengkuh putrinya dan membawa Lila dalam pelukan hangatnya.
Netra Lila nampak mengembun. Entahlah, ia seperti merasa tidak rela jika hatinya dimiliki oleh laki-laki yang sama sekali belum ia kenal. Meski Lila belum tahu, hatinya berlabuh pada siapa.
Om Devan melepaskan pelukan, kala sang istri memanggil bahwa tamu yang ia tunggu sudah datang. "Papa turun dulu ya, Nak," pamit Om Devan, yang kemudian bergegas keluar dari kamar salah satu putri kembarnya tersebut.
Kembali Lila hanya bisa mengangguk pasrah.
Putri Om Devan itu kemudian merapikan kembali hijab dan memoles sedikit bibirnya dengan pewarna bibir, agar tidak terlihat pucat.
Sambil menunggu dipanggil untuk keluar, Lila menyibukkan diri dengan membuka-buka ponsel. Ia buka folder galeri, yang hanya dipenuhi oleh foto-foto dirinya bersama para sahabat.
Netra Lila terpaku pada salah satu sosok di dalam foto yang ia buka, pemuda tengil dalam foto tersebut tengah tersenyum seraya menatapnya dengan dalam.
Lila meraba wajah dalam ponsel tersebut dan sebuah senyuman manis terulas di sudut bibir tipisnya.
"Za, apakah benar yang dikatakan mereka kalau kamu cenderung lebih menyayangiku dibanding yang lain?" gumam Lila bertanya pada foto tersebut.
Ya, Lila memang merasakan sejak lama bahwa sikap Mirza terhadap dirinya berbeda dibanding terhadap yang lain. Mirza selalu berbicara lembut kepada Lila, jarang menjahili Lila dan selalu penuh perhatian dan kejutan.
Selama ini, Lila menganggap bahwa sikap Mirza yang berlebihan terhadapnya itu hanya biasa saja dan tak lebih dari sekadar sahabat. Hal itu karena Mirza, selalu menceritakan tentang gadis-gadis yang pemuda itu pacari kepada Lila.
Lila selalu menjadi pendengar setia, meski tak jarang ia protes dan tidak setuju jika Mirza jalan dengan seseorang yang Lila anggap tidak baik untuk Mirza. Mirza pun akan menurut saja dengan apa yang Lila katakan.
Lila tiba-tiba teringat, kala dirinya menentang keras ketika Mirza akan mendekati cewek paling seksi di kampus. "Jangan, Za! Nanti kamu enggak bisa kontrol diri dan itu bahaya!" larang Lila.
Mirza tersenyum. "Kamu cemburu, ya? Kamu takut, nanti keperjakaanku akan aku berikan pada Yolanda? Jangan khawatir, Lila Sayang. Aku akan menjaga diri dan hatiku dengan baik, hanya untuk istriku nanti,' balas Mirza sambil menatap dalam netra Lila.
'Apa benar, aku cemburu?' bisik Lila dalam hati.
Terdengar suara pintu yang dibuka dari luar, yang membuyarkan Lila dari lamunannya.
"Udah siap belum?" tanya Lili yang langsung masuk tanpa mengucapkan salam.
"Hai cantik, keponakan aunty," sapa Lila pada Kanaya, putri dari Lili dan Doni. Lila mengabaikan pertanyaan saudari kembarnya.
"Sini, sama aunty," pinta Lila yang ingin menggendong sang keponakan.
"Eh jangan, La! Nanti baju kamu kusut," tolak Lili.
"Ayo, turun! Udah ditungguin sama mama di bawah," ajak Lili.
Lila kemudian mengekori langkah Lili keluar dari kamar. "La," panggil Lili yang tiba-tiba menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar Lila.
"Hem?" balas Lila yang bertanya hanya dengan gumaman.
"Aku hanya bisa berpesan, ikuti aja apa kata hatimu," ucap Lili. "Kami tunggu di bawah," lanjut Lili yang memberikan ruang pada saudari kembarnya untuk berpikir.
Lila menghela napas panjang. Ia teringat dengan lagu yang tadi siang dinyanyikan oleh Mirza. 'Apakah benar kamu menyukaiku, Za? Kenapa kamu tidak berterus terang? Apakah perhatianmu selama ini yang lebih besar kepadaku, bukan hanya sebatas perhatian terhadap sahabat?' Lila bermonolog.
Kembali Lila menghela napas panjang. 'Aku tidak tahu siapa jodohku, biarlah waktu yang akan menjawab. Yang bisa aku lakukan saat ini hanyalah menuruti kehendak papa,' batin Lila.
'Tak masalah aku berkenalan dengan Ronald, pun meski nantinya laki-laki itu mengajak aku untuk jalan. Yang penting aku bisa menjaga diri dan hatiku, hanya untuk suamiku nanti.' Lila tersenyum, teringat kata-kata yang pernah diucapkan oleh sahabatnya itu dan kini ia katakan pada dirinya sendiri.
"Dik, kok malah bengong di situ?" sapa Damian yang baru saja keluar dari kamar beserta sang istri yang tengah mengandung. "Ayo, turun!" ajak Damian.
Lila patuh, ia kemudian berjalan bergandengan tangan dengan kakak iparnya.
"Jalani aja dulu, Dik," bisik sang kakak ipar. "Jika di tengah perjalanan kamu merasa tidak cocok, kamu tinggal bilang aja sama papa. Kakak yakin, papa bisa ngerti kok," lanjutnya dengan bijak.
Lila mengangguk. "Iya, Kak. Lila juga berpikiran seperti itu," balas Lila.
"Putri mama cantik sekali," puji sang mama, begitu melihat Lila yang malam ini mengenakan 𝘥𝘳𝘦𝘴𝘴 panjang berwarna soft yang semakin menegaskan sisi lembutnya.
"Mama, kenapa baru sadar kalau putrinya memang cantik? Kemana saja selama ini, Ma?" canda Lila, yang membuat semua tertawa.
Sang mama meraih tangan Lila dan kemudian menepuk lembut punggung tangan putrinya itu. "Mama pikir, kakak akan menolak acara perkenalan ini dan merajuk, tapi ternyata putri mama yang satu ini benar-benar bisa bersikap dewasa," puji sang mama.
Lila tersenyum, sementara Lili yang duduk di samping sang suami nampak cemberut. "Jadi menurut mama, Lili enggak dewasa, nih!" protes Lili, yang kembali mengundang gelak tawa mereka semua.
"Memang enggak dewasa kamu, Dik. Tapi langsung tua," ejek Damian pada adik bungsunya.
"Langsung tua gimana, maksud Abang!" protes Lili.
"Ya langsung tua, 'kan udah dipanggil mami sama Naya," balas Damian.
Lili masih cemberut, sedangkan Doni semakin tertawa. Doni membenarkan perkataan abang iparnya karena sang istri sampai saat ini memang belum bisa bersikap dewasa.
"Sudah, sudah. Ayo, kita keluar!" ajak sang mama sambil menuntun Lila, yang diikuti oleh putra-putri dan kedua menantunya.
Tiba di ruang keluarga, putra-putri dan menantu Om Devan kemudian menyalami tamu yang merupakan teman lama sang papa tersebut.
"Mereka ini, anak dan menantuku Rus," ucap Om Deva yang memperkenalkan putra-putri dan menantunya.
Om Rusman nampak mengangguk-angguk dan melihat putra-putri Om Devan yang menyalaminya dan sang istri dengan takdzim, membuat laki-laki paruh baya tersebut berdecak kagum.
"Dev, anak-anakmu sopan sekali," puji Om Rusman dengan tulus.
"Alhamdulillah, Rus. Berkat didikan istriku," puji Om Devan pada sang istri.
Om Devan kemudian terdengar mengenalkan putra-putri dan menantunya satu-persatu, kepada Om Rusman dan keluarga kecilnya.
Ya, Om Rusman hanya memiliki satu putra yaitu Ronald, yang kini mulai belajar meneruskan bisnis sang ayah.
"Dan ini, Lila. Putriku yang belum menikah," lanjut Om Devan seraya menunjuk Lila yang saat ini tengah menunduk karena sedari tadi, tatapan Ronald tertuju ke arah Lila seakan hendak menerkam gadis cantik tersebut.
"Lila," panggil Om Devan lembut.
Lila mendongak, menengok ke arah sang papa yang memanggil. "Iya, Pa," jawab Lila.
"Ajak Nak Ronald ke taman samping, kalian bisa ngobrol di sana," titah Om Devan.
"Iya benar, Nak Lila. Kalian bisa lebih mengenal satu sama lain, mulai dari sekarang," timpal Om Rusman.
Mendengar dirinya dipersilahkan untuk mendekati gadis cantik yang sedari tadi mengganggu pikirannya, Ronald langsung berdiri dan nampak tidak sabar.
"Hahaha, lihatlah Mom putra kita. Rupanya dia sudah tidak sabar untuk mengenal calon istrinya," ucap Om Rusman pada sang istri yang berwajah bule tersebut.
Sang istri yang merupakan warga negara Australia itu hanya tersenyum dan kemudian mengangguk ramah pada Lila.
Lila menatap sang mama dan mama cantik itu mengangguk seraya tersenyum hangat pada putrinya, "tidak apa-apa," tutur tante Lusi tanpa bersuara.
"Mari," ajak Lila dengan sopan, menuntun Ronald menuju taman samping.
"Silahkan duduk," ucap Lila mempersilahkan tamunya untuk duduk di bangku panjang yang berada di taman samping tersebut.
Ronald tersenyum dan kemudian duduk di bangku yang ditunjuk Lila.
Lila juga hendak duduk tetapi di bangku yang yang lain, ketika tiba-tiba Ronald mencegahnya.
"Hai, kenapa duduk di sana?" tanya Ronald, "duduklah disini bersamaku, cantik," pintanya seraya mengerling menggoda Lila, hingga membuat Lila bergidik.
Ronald kemudian berdiri dan hendak merengkuh tubuh dan memapah Lila agar duduk bersamanya, dengan sigap Lila menepis tangan Ronald.
"𝘐'𝘮 𝘴𝘰𝘳𝘳𝘺, 𝘚𝘪𝘳. 𝘋𝘰𝘯'𝘵 𝘵𝘰𝘶𝘤𝘩 𝘮𝘦!"
tobe continue,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Rapa Rasha
belum halal gk boleh pegang2 ok
2023-03-06
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓫𝓪𝓻𝓾 𝓪𝓳𝓪 𝓴𝓮𝓷𝓪𝓵𝓪𝓷 𝓭𝓪𝓱 𝓶𝓪𝓾 𝓹𝓮𝓰𝓪𝓷𝓰" 𝓰𝓲𝓶𝓪𝓷𝓪 𝓼𝓲𝓱 𝓸𝓶 𝓓𝓮𝓿𝓪𝓷 𝓷𝔂𝓪𝓻𝓲 𝓳𝓸𝓭𝓸𝓱 𝓫𝓾𝓪𝓽 𝓛𝓲𝓵𝓪 𝓽𝓮𝓱 𝓰𝓪𝓴 𝓫𝓮𝓷𝓮𝓻 𝓶𝓮𝓷𝓭𝓲𝓷𝓰 𝓜𝓲𝓻𝔃𝓪 𝓼𝓮𝓴𝓪𝓵𝓲𝓪𝓷 😤😤😤😤😤😤
2023-02-23
1
Itha Fitra
kbiasaan bebas di LN,di bw ke Indonesia.hingga tdk sadar, sdng knalan ama orng pakai hijab
2023-01-04
1