"Bagaimana, Kak Lila? Kamu setuju, kan? Bukankah Ronald pemuda yang baik?" Om Devan menatap putrinya.
"Kalau Kak Lila setuju, bulan depan kalian akan bertunangan seperti yang sudah papa dan Om Rusman bahas tadi," lanjut Om Devan.
Lila mengangguk seraya tersenyum. "Terserah, bagaimana baiknya menurut papa," balas Lila tanpa beban.
"Lila! Pikirkan baik-baik!" sergah Lili yang tidak terima kembarannya itu terburu-buru dalam mengambil keputusan, apalagi ini keputusan penting mengenai kehidupan masa depan Lila.
Lila tersenyum pada Lili sambil mengedipkan mata, memberikan kode. Lili pun mengangguk, mengerti kode yang diberikan Lila.
"Pa, jika sesuatu yang buruk menimpa Lila, Abang tidak mau lagi anggap papa sebagai papa kami!" bisik Damian, mengancam sang papa.
Pemuda itu segera meletakkan sendok dan garpunya di atas piring dengan sedikit kasar, yang masih tersisa setengah dari makanan yang belum ia makan. "Sayang, yuk kita pulang!" ajak Damian pada sang istri.
Istri Damian pun patuh dan segera menyudahi makannya meski belum habis.
"Ma, kami pamit." Damian menyalami sang mama dan kemudian mencium pipi mama cantiknya itu, yang diikuti oleh sang istri.
Damian dan istrinya juga pamit pada kedua adiknya, termasuk Doni yang masih melanjutkan makan.
"Lil, kalau ada apa-apa, segera hubungi abang," bisik Damian pada kedua adik kembarnya.
"Abang santai aja, Lila pasti akan baik-baik aja kok," balas Lila mencoba menenangkan sang abang.
Damian segera berlalu meninggalkan meja makan untuk pulang ke apartemennya tanpa pamit pada teman lama sang papa juga papanya, sebagai wujud protes terhadap keputusan sang papa yang dinilai terlalu gegabah.
Om Devan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sikap sang putra. "Keras kepala sekali, dia!" gerutu Om Devan.
"Persis seperti papa, bukan?" bisik sang istri menegaskan.
Sementara Om Rusman nampak canggung dan merasa tak enak hati karena telah menjadi penyebab perdebatan antara ayah dan anak.
"Maafkan putraku, Rus. Damian memang seperti itu anaknya, jika tidak sependapat maka akan langsung pergi menjauh," ucap Om Devan yang merasa tak enak hati dengan teman lamanya itu.
"Tak mengapa, Dev. Justru aku yang merasa tak enak hati karena sepertinya kedatangan kami sekeluarga, kurang berkenan bagi putra-putrimu," balas Om Rusman.
Om Devan menggeleng. "Lupakanlah, Rus," pinta Om Devan. "Besok, Damian juga akan kembali baik padaku, dia hanya butuh waktu untuk sendiri dulu," terang Om Devan.
Om Rusman mengangguk-angguk.
"Silahkan, dilanjut kembali makannya," ucap Om Devan yang kembali mempersilahkan tamunya untuk melanjutkan makan malam yang sempat terjeda.
Ronald nampak bersemangat menghabiskan makan malamnya, hal ini dikarenakan Lila menyetujui perjodohan tersebut.
Sementara Lili nampak tidak bersemangat dan terus menerus melirik saudari kembarnya, sedangkan sang suami, nampak gelisah dan berkali-kali menghela napas panjang.
Berbeda dengan Lila, gadis yang dijodohkan itu justru terlihat santai dan tidak merasa terpaksa. Sesekali Lila tersenyum ke arah Ronald, juga kedua orang tua Ronald.
Wajah tante Lusi pun 𝘧𝘶𝘭𝘭 senyum, meski sebenarnya ia juga tak setuju dengan keputusan sang suami, tetapi mama cantik itu masih diam dan membiarkan sang suami menguasai panggungnya malam ini.
Mereka semua menghabiskan makan malam dalam diam, tak ada yang ingin membuka suara karena khawatir akan merusak suasana seperti tadi.
Setelah hampir lima belas menit berlalu, makan malam dalam diam itupun akhirnya usai. Keluarga Om Rusman kemudian pamit undur diri.
Begitu tamunya pulang, Lili dan sang suami segera naik ke atas, menuju ke kamarnya tanpa pamit pada sang papa karena malam ini mereka akan menginap.
Damian dan sang istri biasanya juga menginap, tetapi karena ada insiden kecil, putra sulung Om Devan itu memilih untuk pulang ke apartemen.
Lila juga bergegas kembali ke kamarnya di lantai atas, setelah pamit pada kedua orang tuanya.
Sementara tante Lusi, nampak tengah menyiapkan kamar tamu.
"Ma, kenapa dibersihkan? Siapa yang mau menempati?" tanya Om Devan kala melihat istrinya tengah sibuk memasang sprei di kamar tamu tersebut.
"Mulai malam ini, Mama akan pindah ke sini, Pa." balas Tante Lusi datar.
"Kenapa, Ma? Mama marah ya, sama papa?" desak Om Devan sambil mendekati sang istri.
Tante Lusi menghentikan aktifitasnya dan kemudian menatap suaminya dengan tajam. "Papa pikir saja sendiri!" ketus Tante Lusi.
Mama cantik itu kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya, menata kamar tamu untuk ia tempati.
"Ma, please ... jangan seperti ini," rajuk Om Devan yang memang tak pernah bisa jauh dari istri cantiknya itu.
"Kalau papa salah, papa minta maaf, Ma." lanjutnya memohon. "Tolong katakan, di mana salah papa?"
Tante Lusi kembali menatap sang suami. "Memutuskan seorang diri mengenai masa depan kehidupan anak kita, apa papa pikir itu bukan suatu kesalahan?" tanya tante Lusi penuh penekan.
"Mama ini seorang istri, yang harusnya papa ajak untuk berdiskusi dalam mengambil keputusan apapun mengenai anak-anak kita dan bukannya di diemin kayak pajangan seperti tadi!" seru Tante Lusi.
"Papa sama sekali tidak menganggap keberadaan mama, jadi untuk apa mama harus tidur di kamar utama jika nyatanya mama tidak memiliki hak selayaknya nyonya rumah ini di mata papa?" sindir Tante Lusi, yang langsung berlalu menuju kamar utama untuk mengambil beberapa pakaian.
Om Devan mengejar istrinya hingga ke kamar utama dan kemudian memeluk sang istri dari belakang. "Ma, please ... kita bicarakan ini baik-baik," mohon Om Devan.
"Baiklah, lepaskan mama. Kita bicara di ruang keluarga," pinta Tante Lusi.
"Kenapa enggak disini saja, Ma?" tanya Om Devan.
"Kalau di dalam kamar, yang ada, papa yang kesenangan!" ketus Tante Lusi yang langsung keluar begitu sang suami melepaskan pelukannya.
Kedua orang tua Lila itu kemudian duduk di sofa, di ruang keluarga. Untuk sesaat, keduanya saling diam dan hanya keheningan yang tercipta.
"Maafkan papa, Ma. Jika keputusan papa tadi, telah menyinggung perasaan mama," ucap Om Devan mengurai keheningan.
"Papa pikir, mama akan setuju dengan keputusan papa karena Rusman itu teman lama papa dan dia orang yang sangat baik," lanjut Om Devan.
"Memangnya, papa mau nikahin kakak sama si Rusman itu. Tidak, kan? Kenapa hanya menilai orang tuanya? Apa papa juga sudah tahu banyak tentang anaknya?" cecar Tante Lusi.
Om Devan mengangguk. "Sudah, Ma. Dari teman papa juga," balas Om Devan. "Dia bilang, Ronald itu anak yang baik, seperti ayahnya gitulah," lanjutnya dengan yakin.
"Seyakin itu, papa?" tanya Tante Lusi penuh penekan.
Kembali laki-laki paruh baya itu mengangguk. "Iya, Ma. Sangat yakin!" tegas Om Devan.
Tante Lusi menghela napas panjang. "Apa papa, tidak berkeinginan untuk menyelidikinya dulu? Latar belakang Ronald dan pergaulan dia di sana, seperti apa?" Tante Lusi menatap sang suami.
"Sepertinya tidak perlu, Ma," balas Om Devan.
Tante Lusi menggeleng. "Mama tidak sependapat dengan papa," ucap Tante Lusi yang langsung beranjak, hendak meneruskan niatnya yang ingin pindah ke kamar tamu.
"Ma, duduklah dulu? Kita selesaikan semua, Ma?" pinta Om Devan sambil menarik tangan sang istri hingga terduduk di pangkuannya.
"Kita selesaikan semua sekarang juga, Ma. Papa enggak mau diantara kita ada silang pendapat yang menyebabkan hubungan kita jadi renggang," ucap Om Devan sambil memeluk istrinya erat, takut jika sang istri menjauh.
"Bagaimana maunya, Mama, hem?" tanya Om Devan dengan melembutkan suara. Laki-laki itu memang tak pernah bisa jika sedikit saja sang istri merajuk karena Om Devan sangat mencintai dan menyayangi wanita terakhir dalam hidupnya tersebut.
"Mama maunya, papa batalkan rencana pertunangan itu!"
"Ma ...." rajuk Om Devan.
Tante Lusi menghela napas panjang. "Mama tahu, pasti papa enggak enak 'kan, sama teman lama papa itu?"
Om Devan mengangguk.
"Kalau begitu, opsi terakhir," ucap Tante Lusi.
"Apa, ma?"
"Papa harus selidiki kehidupan Ronald di sana seperti apa?" pinta Tante Lusi.
"Oke, papa akan lakukan apapun yang mama minta," balas Om Devan yang mengangguk setuju. "Tapi selama proses penyelidikan itu, kakak dan Ronald boleh jalan, kan? Agar mereka bisa saling mengenal?" tanya Om Devan dengan memohon.
"Oke, tak masalah jika kakak untuk sementara ini jalan sama Ronald, tetapi dengan syarat ...." sejenak istri cantik Om Devan itu menjeda ucapannya.
"Apa syaratnya, Ma? Katakanlah?" desak Om Devan yang nampak tidak sabar.
_____ bersambung _____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Ita rahmawati
om devan anen bin ogeb bgt jd ortu 🤦♀️🤦♀️🤦♀️🙄🙄🙄😏😏
2023-06-02
1
Rapa Rasha
bener mama Lusi bikin tu om Devan puasa 1 taun jika melakukan itu
2023-03-06
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓫𝓪𝓰𝓾𝓼 𝓶𝓪𝓶𝓪 𝓛𝓾𝓼𝓲 𝓽𝓮𝓰𝓪𝓼 𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓸𝓶 𝓓𝓮𝓿𝓪𝓷 👏👏👏👏👏
2023-02-23
1