"Pasti karena cewek-cewek itu lagi 'kan, Dad?" balas Mirza terlihat santai.
"Bang Mirza, daddy sudah lelah ya, mengingatkan Abang! Hampir setiap hari, ada saja yang datang dan meminta pertanggungjawaban sama daddy agar menikahkan putrinya sama Abang! Memangnya, apa yang sudah Abang perbuat sama mereka?" tanya sang daddy penuh penekanan.
"Mirza juga lelah, Dad. Tapi ya sudahlah ... abaikan saja." balas Mirza masih dengan gayanya yang santai. "Toh, Mirza tidak pernah berbuat kurang ajar sama mereka. Mirza mutusin mereka juga dengan baik-baik dan itupun dengan alasan yang jelas, Dad," imbuh Mirza.
"Kalau daddy tidak percaya, daddy bisa tanya langsung sama Nezia, sama bang Attar," lanjut Mirza seraya menatap papa dari kedua sahabat sekaligus saudaranya yang kebetulan berada di sana, secara bergantian.
Daddy Rehan nampak menghela napas panjang, laki-laki paruh baya itu menyandarkan punggung pada sandaran sofa dan memejamkan mata.
"Yang dikatakan Mirza itu benar, Rey. Putramu tidak melewati batas dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis," tutur salah seorang dari orang tua sahabat Mirza.
"Gadis-gadis itu saja yang terobsesi sama Mirza dan meskipun sudah diputusin, masih saja terus mengejar," imbuhnya sesuai yang ia dengar dari sang putra.
"Tuh, Dad. Opa Vian saja tahu kebenarannya," timpal Mirza bangga.
"Bang, kenapa malah dibelain, sih! Jadi besar kepala 'kan, dia!" protes Daddy Rehan, menatap opa Alvian.
"Bukan belain, Rey. Tetapi itu kenyataannya!" tegas Opa Alvian.
"Benar, Rey. Nezia juga bilang begitu, kok," timpal papanya Nezia.
"Tuh, kan? Memang seperti itu kenyataannya, Dad," timpal Mirza meyakinkan sang daddy.
"Daddy harus percaya sama Mirza, Dad. Mirza 'kan sudah pernah janji sama Daddy dan mommy, kalau Mirza akan menjaga kehormatan keluarga kita," ucap Mirza dengan sungguh-sungguh.
"Lantas, kalau mereka tidak diapa-apain sama Bang Mirza, kenapa mereka menuntut pertanggungjawaban? Bahkan, ada yang sampai nekat mau bunuh diri segala?" tanya Daddy Rehan tak mengerti, seraya menatap sang putra dengan tatapan menyelidik.
Mirza mengedikkan bahunya. "Karena pesona Mirza, mungkin," balas Mirza penuh percaya diri, yang membuat ketiga orang tua yang berada di sana, terkekeh pelan. Kecuali Daddy Rehan tentunya.
"Sama narsisnya dia, kayak Abang," ucap Om Ilham yang sedari tadi diam menyimak, seraya menatap daddy Rehan.
Daddy Rehan melirik tajam adik iparnya itu, yang hanya ditanggapi Om Ilham dengan cibiran.
"Memang kenyataannya seperti itu 'kan, Bang?
Yang namanya buah, pasti jatuh tak jauh dari pohonnya. Kecuali, jika buahnya kecil dan terbawa angin," ucap Om Ilham.
"Hem, untung sebagai pohon, gue pohon yang berkualitas. Jadi buahnya besar dan tak mudah terbawa angin," timpal Daddy Rehan seperti biasa yang memuji diri sendiri dengan membenarkan perkataan Om Ilham.
"Yah, berkualitas katanya?" Om Ilham kembali mencibir.
"Di iyakan saja, Ham. Daripada nanti ribet urusan kamu," saran Om Alex pada Om Ilham seraya tersenyum.
"Seriusan, Rey? Ada yang mau bunuh diri?" tanya Opa Alvian dengan kening mengkerut dalam.
Daddy Rehan mengangguk. "Benar, Bang. Kemarin sempat dirawat di rumah sakit beberapa hari katanya," balas Daddy Rehan miris.
"Sekarang, Abang punya pacar?" tanya Daddy Rehan tegas, seraya menatap sang putra.
Mirza menggeleng. "Baru putus dua hari yang lalu," balas Mirza. "Tetapi sekarang lagi Pedekate, Dad," imbuhnya dengan senyuman yang mengembang.
"Bang Mirza bohong Pakdhe," sahut Iqbal yang sedari tadi sibuk dengan ponsel karena ada tugas dari guru.
"Bohong gimana maksud kamu, Bro?" protes Mirza yang enggak rela dikatakan berbohong.
"Bang Mirza 'kan masih jalan sama Nitta?" balas Iqbal. "Sama Rully dan Fanny juga, kan?" lanjutnya.
Daddy Rehan menepuk jidatnya sendiri.
"Abang ... kok bisa sih, dalam satu waktu jalan sama tiga cewek?" tanya Daddy Rehan tak percaya.
"Iqbal salah persepsi itu, Dad," balas Mirza seraya menyikut pelan adik sepupu yang duduk disebelahnya.
"Bukan satu waktu tiga cewek tetapi dalam satu bulan, ganti empat kali malah. Yang satu Tiara, teman kampus," lanjut Mirza seraya tersenyum santai.
"Mereka udah gue putusin, cuma jalan masing-masing seminggu," bisik Mirza pada Iqbal seraya terkekeh.
Om Alex, Opa Alvian dan Om Ilham geleng-geleng kepala.
"Mirza kenapa kelakuannya malah mirip sama si Devan ya, Rey? Apa jangan-jangan mbak Billa--"
"Lex! Gue pecat jadi saudara atau dari asisten pribadi!" ancam Daddy Rehan.
Om Alex terkekeh. "Gue bercanda, Rey. Ya enggak mungkin lah mbak Billa berani berpaling, secara suaminya tukang ancam!" olok Om Alex.
Sejenak hening menyapa ruang khusus presiden direktur tersebut.
"Oh, pantesan mereka ngadu sama guru BK dan bicara yang tidak-tidak. Rupanya, udah Abang putusin?" tanya Iqbal memastikan seraya menatap Mirza, mengurai keheningan.
"Om sampai dipanggil segala sama guru BK-nya Mas Iqbal lho, Bang. Dikiranya Mas Iqbal ikut-ikutan melecehkan mereka," timpal Om Ilham seraya menatap sang keponakan.
"Ngadu gimana, Bro?" tanya Mirza menatap Iqbal.
"Melecehkan, melecehkan apa, Om?" lanjut Mirza bertanya pada omnya.
"Ya itu tadi, Bang. Mereka mengaku kalau dilecehkan Abang sama Iqbal," balas Iqbal yang mewakili sang ayah.
"Tadi orang tua mereka juga dipanggil, sih?" lanjut Iqbal masih dengan menatap Mirza.
"Coba-coba, jelaskan kronologinya!" titah Daddy Rehan menatap Om Ilham.
"Gadis-gadis itu tadinya menuntut, agar jangan diputusin karena merasa telah memberikan sesuatu yang berharga pada Mirza dan Iqbal, Bang," terang Om Ilham seraya menatap Daddy Rehan.
"Sebagai ayah yang sangat mengerti pergaulan putranya, Ilham protes dong dan tidak terima Iqbal dituduh seperti itu. Lantas Ilham minta bukti sama mereka, bukti tempat kejadian kalau ada dan jika perlu bukti visum. Tetapi mereka bertiga tidak ada yang memiliki bukti dan mereka juga menolak untuk periksa ke dokter," lanjut Om Ilham.
"Sampai segitunya tuh gadis-gadis, terobsesi sama kalian berdua?" tanya Opa Alvian menatap kedua cucunya, seraya menggeleng-gelengkan kepala.
"Bibitnya siapa dulu dong, Om ... 'kan bibit unggul," balas Om Ilham narsis.
"Ck ...." Daddy Rehan berdecak, seraya menatap om Ilham. "Berarti sudah 𝘤𝘭𝘦𝘢𝘳 masalah di sekolahan Iqbal?" tanya Daddy Rehan.
Om Ilham mengangguk. "Beres, Bang," balasnya singkat.
"Jadi, sudah jelas 'kan, Dad? Kalau Mirza tidak berbuat aneh-aneh?" Mirza memastikan. "Mirza pamit ya, Dad. Masih ada urusan sama seseorang," pamitnya hendak beranjak.
"Tunggu, Bang. Daddy belum selesai," cegah sang daddy.
Mirza pun kembali duduk, sama sekali tak membantah. "Ada apalagi, Dad?" tanya Mirza penasaran.
"Bang Mirza 'kan sudah dewasa, sebentar lagi ulang tahun yang ke dua puluh dua dan kuliah S1 juga tinggal nunggu wisuda saja 'kan?" Daddy Rehan bertanya seraya menatap sang putra.
Mirza mengangguk, keningnya mengernyit menanti perkataan sang daddy.
"Daddy benar-benar sudah lelah, Bang, menghadapi mereka yang datang pada daddy," lanjut Daddy Rehan seraya menatap sang putra.
"Daddy minta, di ulang tahun Abang nanti, Bang Mirza sudah memiliki seseorang yang benar-benar bisa diajak untuk serius," pinta Daddy Rehan penuh harap.
"Jika Abang sudah memiliki tunangan, mereka pasti akan berhenti mengejar-ngejar Abang," lanjut Daddy Rehan.
"Dad ... itu 'kan tinggal beberapa bulan lagi. Mana keburu, Dad!" tolak Mirza.
"Kalau Abang serius nyarinya, pasti waktu segitu cukup, Bang?" kekeuh sang daddy. "Tetapi karena selama ini Abang main-main, ya dapatnya yang hanya bisa diajak untuk main-main?" imbuhnya.
"Mirza niatnya serius, Dad. 'Kan butuh penjajakan dulu, sebelum melangkah lebih jauh?" balas Mirza membela diri.
"Benar, Bang. Tetapi penjajakan itu 'kan, tidak harus dengan pacaran?" Daddy Rehan menatap putranya.
"Mana bisa begitu, Dad? Terus kalau tidak pacaran, darimana kita tahu dia cewek yang baik apa tidak?" tanya Mirza tak mengerti.
"Melalui pertemanan biasa, juga bisa kok, Za," balas opa Alvian mewakili Daddy Rehan.
"Kamu bisa mulai mengamati teman kamu satu persatu, mana yang kiranya pas di hati kamu dan perilakunya baik," lanjut Opa Alvian menjelaskan kebingungan Mirza.
"Ya, tidak asyik-lah, Opa? Masak 𝘱𝘦𝘥𝘦𝘬𝘢𝘵𝘦-nya kayak orang jaman dulu?" protes Mirza.
"Atau, Bang Mirza bisa pilih lagi dari mantan-mantan Abang. Barangkali ada yang masih bisa dipilih?" saran Om Alex.
"Tidak, Om! balas Mirza tegas. "Mereka semua gadis yang tidak bisa menjaga dirinya dengan baik. Masak baru pacaran, sudah minta cium?" lanjutnya menggerutu.
"Serius, Bang?" tanya Iqbal. "Dan Abang menolak? Ih, kesempatan bagus gitu, malah di anggurin? Sayang tahu, Bang?" cerocos Iqbal yang mendapatkan jitakan di keningnya oleh sang ayah.
Mirza terkekeh. "Kalau di obral gitu, itu artinya barangnya tidak istimewa, Bro," ucap Mirza menatap Iqbal.
"Jadi, gimana, Bang Mirza? Bisa 'kan?" kejar sang daddy.
"Tidak, Dad. Mirza belum siap!" tegas Mirza.
"Itu artinya, Abang tidak pernah serius dalam menjalin hubungan dengan wanita." Daddy Rehan menatap kecewa pada sang putra.
"Mirza serius, Dad," balas Mirza. "Ya sudahlah, Mirza akan coba," lanjutnya pasrah.
"Cie ... playboy sejati harus mulai berjuang untuk mencari istri," ledek Iqbal tersenyum tengil.
Mirza hanya bisa menghela napas kasar.
_____ bersambung _____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Masih nyimak..
Jangan sampai nanti Mirza kenak Karma, Sekarang dia yg mempermainkan cewek,Ntar saat dia suka seseorang dgn tulus,Malah Mirza yg di tolak tuh cewek..
2024-08-25
1
Ita rahmawati
kn bner nih kykny..om devan dpt krm puny mantu playboy kyk dia 😅😅😅
2023-06-02
1
Rapa Rasha
ya kakak kok Mirza 🤭
2023-03-05
1