Mirza yang baru keluar dari kantor sang daddy, terlihat sedang menghubungi seseorang sambil berjalan cepat melewati lobi.
Sepanjang melintasi lobi, pemuda bertubuh tinggi itu hanya menganggukkan kepala dan tersenyum, membalas sapaan dari para karyawan sang daddy.
Setelah panggilannya diterima oleh seseorang di seberang sana, Mirza menepi ke sisa dinding agar tidak mengganggu para karyawan yang berlalu lalang.
"Halo, Jul. Maaf ya, kita enggak jadi ketemu hari ini. Gue masih ada urusan sama keluarga," ucap Mirza pada seseorang di seberang telepon.
"Kenapa enggak jadi, Kak? Julia udah rapi nih, udah siap berangkat?" protes gadis yang Mirza hubungi.
"Kita bisa atur waktu lagi nanti, ya?" bujuk Mirza.
"Kalau nanti malam, bisa 'kan, kak?" rajuk Julia.
"Sorry, Juli. Kalau malam, gue enggak bisa. Gue jarang keluar rumah malam-malam, kecuali sama keluarga. Lusa aja, ya? Gue janji, gue akan jemput lu setelah dari kampus," janji Mirza.
"Ya udah, deh. Beneran ya, Kak?"
"Iya, Juli Sayang," balas Mirza dengan mesra.
"𝘚𝘦𝘦 𝘠𝘰𝘶, Juli," pungkas Mirza yang kemudian menutup panggilannya.
"Juli? Siapa lagi, Bang? Anak kampus mana?" cecar Iqbal yang tiba-tiba saja sudah berada di belakang Mirza dan mengejutkan abang sepupunya itu.
"Gebetan baru, dong? Anak kampus sebelah, anak baru," balas Mirza dengan bangga, seperti biasanya.
"Ingat pesan pakde tadi, Bang. Cari istri!" ledek Iqbal, menegaskan kembali ucapan daddy-nya Mirza.
"Ck ...." Mirza berdecak kesal, sambil meneruskan langkahnya keluar dari lobi dan menuju mobil.
"Kalau Iqbal sih, masih bebas, merdeka!" seru Iqbal yang mengekor langkah sang abang, sembari tersenyum meledek abang sepupunya itu.
"Sialan kamu, Bro!" gerutu Mirza sambil membuka pintu mobil.
"Eh, Abang mau kemana? Iqbal nebeng, dong?" pinta Iqbal.
"Abang mau cari istri, anak kecil enggak boleh ikut-ikutan!" tolak Mirza yang langsung masuk kedalam mobil.
Bukan Iqbal namanya, jika remaja itu nurut. Iqbal secepat kilat melesat dan masuk kedalam mobil Mirza melalui pintu di sisi kiri.
"Iqbal bantuin yah, cari istrinya," ucap Iqbal masih dengan senyum tengilnya, setelah duduk di samping kemudi.
Mirza hanya bisa menghela napas kasar.
"Memangnya, stok teman-teman kamu masih ada yang cantik dan polos?" tanya Mirza.
"Kalau cantik, masih banyak yang belum Iqbal kenalkan sama Abang. Tetapi kalau polos ...." Iqbal sejenak diam dan mengetuk-ketuk keningnya dengan jari, seolah sedang mengingat sesuatu.
"Ada enggak?" kejar Mirza karena Iqbal terlalu lama berpikir.
"Ada, Bang. Masih ada satu nama, tapi adik kelas," balas Iqbal. "Tapi dia ...." Iqbal kembali terdiam, hingga membuat Mirza penasaran.
"Dia, kenapa?" desak Mirza.
"Dia putrinya ustadz gitu, Bang. Apa iya, dia mau diajak pacaran?" Iqbal nampak ragu.
"Nice!" seru Mirza. "Kita akan coba dulu, Bro!" lanjutnya antusias.
"Tapi, Bang--?"
"Jangan menyerah gitu, dong! Masak pejuang cinta belum apa-apa sudah menyerah!" sahut Mirza, yang nampak sangat bersemangat.
"Ya, udah. Lusa, biar Iqbal bujuk agar mau kenalan sama Abang," ucap Iqbal akhirnya, yang menyetujui keinginan Mirza.
"Eh, jangan lusa Bro! Gue terlanjur janji sama si Juli tadi," tolak Mirza.
"Berarti setelah lusa?" tanya Iqbal seraya terkekeh, yang disetujui Mirza dengan anggukan kepala seraya ikut tertawa.
"Terserah kamulah, Bro," balas Mirza. "Setelah lusa atau setelah lusanya lagi," lanjut Mirza masih dengan tawanya.
"Ya udah, Bang. Ayo, jalan!" pinta Iqbal setelah tawa mereka berdua reda.
"Bentar, abang mau ketemuan dulu sama yang lain." Mirza kembali menelepon dan kali ini panggilan video.
"Kalian ada dimana?" tanya Mirza dengan tidak sabar, begitu wajah sahabat-sahabatnya telah muncul di layar ponsel mahal Mirza
"Kami lagi di kafe, nih. Nyusul kesini aja, Bang?" pinta Nezia.
"Eit, ada 𝘴𝘶𝘨𝘢𝘳 𝘣𝘢𝘣𝘺-nya om Doni? Tumben bisa ngumpul, Tante?" ledek Mirza begitu melihat wajah cantik Lili.
"Sialan kamu, Za! Manggil Lili tante!" protes Lili.
"Ya udah, Mirza nyusul sama si tengil nih." Mirza mengarahkan ponsel pada wajah Iqbal yang tersenyum pada mereka semua.
"Kafe baru, Za. Abang 𝘴𝘩𝘢𝘳𝘦𝘭𝘰𝘬!" seru Attar sebelum Mirza mengakhiri panggilan videonya.
Setelah pesan dari Attar masuk ke ponselnya, Mirza segera tancap gas dan melesat menuju tempat dimana para sahabat telah menunggu.
Mirza melajukan mobil sport mahal miliknya tersebut, dengan kecepatan tinggi karena pemuda itu sudah tidak sabar ingin menceritakan apa yang dibicarakan sama daddy-nya barusan.
Sepanjang perjalanan yang cukup lama itu, Iqbal terus saja nerocos membahas para gadis yang sudah pernah ia pacari. Mirza hanya menjadi pendengar setia, sambil sesekali tertawa ngakak jika Iqbal berbicara konyol.
"Puas-puasin aja, Bro. Mumpung masih muda. Tetapi ingat, jaga batasan! Jangan merusak anak gadis orang!" pungkas Mirza yang mengingatkan Iqbal.
"Siap, Bang," balas Iqbal.
Mirza menghentikan mobilnya tepat di samping mobil Attar karena kebetulan hanya itu tempat yang tersisa, mereka berdua kemudian segera turun.
Mirza kembali menelepon.
"Nez, kalian di sebelah mana?" tanya Mirza pada Nezia, setelah panggilannya diterima oleh putri Om Alex tersebut.
"Terus masuk aja, Bang. Kami di bangunan belakang, di taman terbuka," balas Nezia.
"Ayo!" ajak Mirza pada Iqbal kemudian, setelah menutup teleponnya
Kedua pemuda berbeda generasi, dengan ketampanan yang berbeda pula, melangkah pasti memasuki kafe yang dipadati pengunjung.
Yang satu tampan rupawan, dengan wajah blasteran seperti sang daddy dan berkulit putih bersih. Yang satu lagi, remaja ganteng berwajah eksotis khas pribumi dengan warna kulit kecoklatan.
Rupanya, hari ini kafe tersebut baru saja 𝘴𝘰𝘧𝘵 𝘰𝘱𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨 dan menawarkan berbagai macam diskon serta 𝘭𝘪𝘧𝘦 𝘮𝘶𝘴𝘪𝘤 dengan bintang tamu artis terkenal, sehingga kafe ramai dipadati oleh pengunjung.
Mirza dan Iqbal menjadi pusat perhatian para pengunjung, yang sebagian besar terdiri dari remaja wanita karena konsep kafe tersebut memang diperuntukkan bagi kalangan remaja.
Mirza terlihat cuek, sedangkan Iqbal nampak tebar pesona.
"Jangan cuma berani kasih senyuman dari jauh, kalau berani langsung samperin!" tantang Mirza saat memergoki Iqbal tengah senyum-senyum pada seorang gadis cantik, yang duduk bertiga dengan teman wanitanya.
"Oke, siapa takut? Mumpung Iqbal lagi 𝘧𝘳𝘦𝘦 nih, pas banget ada cewek nganggur?" balas Iqbal santai dan langsung melangkah pasti menuju meja yang di maksud.
"Bro, abang langsung ke belakang! Ntar nyusul aja!" seru Mirza yang meneruskan langkah panjangnya menuju tempat yang diinformasikan Nezia.
Iqbal hanya melambaikan tangan, tanda setuju.
Mirza yang sudah sampai di bangunan belakang kafe, mengedarkan pandangan. Meneliti satu persatu kursi yang mengelilingi meja bulat di bawah payung besar.
Pemuda tampan itu masih mengedarkan pandangan, kala lengannya ditepuk pelan oleh seseorang dari belakang. "Ayo, ke sana! ajak suara lembut di belakang Mirza.
Mirza menoleh dan tersenyum pada gadis di hadapannya. "Kamu dari mana, La?" tanya Mirza.
"Dari toilet," balas Lila.
Mereka berdua kemudian berjalan menuju bangku dimana Nezia, Attar dan Lili berada.
"Hai, 𝘴𝘶𝘨𝘢𝘳 𝘣𝘢𝘣𝘺 ...," sapa Mirza pada Lili. Begitulah Mirza yang senang memanggil Lili dengan sebutan tersebut setelah sahabatnya itu menikah dengan pria dewasa, yang usia Lili kala itu setengah dari usia sang suami.
"Bisa enggak sih, panggilannya di ganti! Mama muda, gitu! Aku 'kan sudah mama-mama sekarang!" protes Lili.
"Siapa yang percaya kalau kamu sudah punya anak? Kalau kemana-mana, 𝘣𝘢𝘣𝘺-nya enggak pernah diajak!" protes Nezia.
"Itulah Nez, enaknya kalau nikah sama laki-laki yang udah dewasa. Om Doni orangnya ngalah dan rela momong anak kami jika aku lagi pengin 𝘩𝘢𝘯𝘨 𝘰𝘶𝘵 sama kalian seperti ini," balas Lili seraya tersenyum.
"Habisnya kalau Om Doni enggak mau, kamu pasti ngancam, enggak bakalan bukain pintu kamar buat Om Doni. Iya, kan?" tuduh Mirza.
"Enggak juga sih, kadang-kadang aja begitu," balas Lili dan kemudian terkekeh pelan.
"Hu ... dasar!" Mirza menjitak pelan kening Lili, sementara sahabat yang lain geleng-geleng kepala.
"Dik Iqbal mana, Bang?" tanya Nezia kemudian, yang baru menyadari bahwa Mirza datang tak bersama Iqbal.
"Biasa, nyari mangsa di dalam," balas Mirza santai.
"Katanya, kamu mau kencan sama si Juli?" tanya Attar, menatap Mirza.
"Lusa aja, ada yang lebih penting dari Juli," balas Mirza.
"Oh, ya. Tadi katanya mau ketemu sama daddy, kok cuma sebentar, Za?" tanya Lila.
"Nah, ini yang mau Mirza bahas," balas Mirza.
"Apaan? Pasti masalah serius?" tebak Lili.
Tanpa dikomando, mereka kemudian merapatkan tempat duduk mendekat pada Mirza.
"Benar, kak Lili. Memang masalah serius, serius banget malah," sahut Iqbal yang baru bergabung.
Semua mata kini tertuju pada Iqbal. "Apa, Dik?" desak Nezia.
"Bang Mirza akan segera kawin," balas Iqbal tanpa dosa.
"Yang benar?" tanya mereka berempat kompak, sementara Mirza berdecak kesal.
_____ bersambung _____
Noted ; Ketentuan gift kali ini _
Diberikan kepada pendukung yang mendapatkan predikat fans yang menduduki ranking 1, 2 dan 3 saja &
Dua orang pembaca, yang aktif memberikan komentar positif mulai bab.1 sampai End, tanpa bolong &
Masing-masing wajib memberikan ulasan bintang⭐⭐⭐⭐⭐ (5)
Keputusan othor tidak dapat diganggu gugat 😄
Happy Reading, bestie 🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Debbie Teguh
ni baca dr mana dulu ya, bingung jg banyak nama gini
2023-10-06
1
Ita rahmawati
masih berharap mdah²an berjodoh sm lila kmu mirza 🤗🤗🤗
2023-06-02
1
Rapa Rasha
tetep lanjut
2023-03-05
1