'Lila, kenapa kamu duduknya harus dekat-dekat bule kampung itu, sih!' geram Mirza dalam hati.
Lila yang bisa menangkap dengan jelas sorot mata kemarahan Mirza, tersenyum samar. 'Apa benar kamu cemburu, Za? Jika iya, aku suka itu,' batin Lila, dengan perasaan yang membuncah bahagia.
Keheningan sejenak tercipta di meja mereka.
"Makanannya mana sih, lama banget!" gerutu Nezia yang sudah merasa kelaparan.
"Memangnya tadi pagi, kamu enggak sarapan dulu ya, Nez?" tanya Attar.
"Makan roti sama selai doang, Bang. Bibi dua-duanya pulang kampung dan bunda lagi enggak enak badan, ya udah enggak ada yang masakin," balas Nezia.
"Mbak Nisa sakit apa?" tanya Attar khawatir.
"Kata ayah sih, masuk angin doang," balas Nezia.
Makanan yang mereka pesan pun datang.
Setelah masing-masing mendapatkan makanan sesuai pesanan, mereka kemudian menikmati santap siang dalam diam, tak seperti bisanya yang selalu diselingi dengan canda dan tawa.
Mirza yang biasanya berbagi dan bertukar makanan dengan Lila, kini hanya bisa melirik Lila yang terlihat tidak bersemangat menghabiskan makanan di piringnya.
Ada rasa canggung yang tercipta karena kehadiran orang lain diantara mereka, yaitu hadirnya Ronald yang memiliki kebiasaan dan perilaku yang berbeda.
"La, apa makanan yang kamu pesan tidak enak?Kalau tidak enak, jangan kamu paksa untuk memakannya, nanti kamu sakit perut. Aku pesankan lagi, ya?" tulis Mirza pada aplikasi perpesanan dan segera mengirimkan ke nomor Lila.
Mirza kembali menikmati makanannya dan seolah tidak terjadi apa-apa, ponsel ia letakkan di atas pangkuan agar jika Lila membalas pesannya ia bisa langsung membaca pesan tersebut.
Benar saja, dalam hitungan detik, chat yang Mirza kirimkan langsung dibalas oleh Lila. "Sebenarnya enak, sih. Hanya suasana makannya aja yang enggak enak."
Mirza melirik Lila dan di saat yang sama, gadis cantik itu pun tengah melirik Mirza. Keduanya kemudian sama-sama tersenyum.
Mereka pun kemudian menghabiskan makanan dengan cepat, hingga kurang dari setengah jam, semua makanan yang mereka pesan telah tandas tanpa sisa.
Setelah membayar tagihan, Ronald segera mengajak Lila dan yang lain untuk menuju lantai teratas pusat perbelanjaan tersebut.
Mereka berlima berjalan dengan formasi seperti tadi, dimana Lila memilih berjalan bergandengan tangan dengan sahabatnya. Membiarkan Ronald berjalan seorang diri di belakang Lila dan 𝘕𝘦𝘻𝘪𝘢, layaknya seorang 𝘣𝘰𝘥𝘺𝘨𝘶𝘢𝘳𝘥 yang menjaga kedua tuan putrinya.
Setibanya di gedung bioskop, Ronald yang sudah memesan tiket via online segera registrasi. Lila dan yang lain menunggu di bangku yang tersedia. Hanya sebentar, Ronald telah kembali bergabung bersama mereka.
"Cantik, kita dapat bangku paling belakang," ucap. Ronald sambil menunjukkan tiketnya.
"Yang tiga di bagian tengah," imbuh Ronald sambil tersenyum samar karena semua berjalan sesuai rencananya.
Ronald yang memiliki kenalan orang dalam, sengaja memesan bangku paling belakang untuk dirinya dan Lila. Sementara untuk sahabat-sahabat Lila, ia pesankan bangku di tengah agar mereka berjauhan karena Ronald tak ingin ada yang mengganggu kencannya bersama gadis yang ia incar itu.
"Maaf, Bang. Aku enggak suka duduk di bangku belakang, enggak seru nontonnya," tolak Lila dengan halus. Lila harus berhati-hati, ia tak mau kejadian di masa silam terulang kembali.
"Inez aja yang di belakang, sama Bang Attar. Ya, Bang?" Nezia meminta persetujuan Attar dan putra Opa Alvian itu mengangguk setuju.
Mirza tertawa dalam hati, pemuda itu sangat yakin bahwa Ronald pasti merasa kecewa karena ternyata semua tak sesuai harapannya.
Benar saja, wajah pemuda blasteran itu terlihat masam. Tetapi lagi-lagi Ronald mencoba untuk menekan egonya seperti nasehat sang nenek, ia harus bersabar menghadapi gadis pribumi yang jinak-jinak merpati.
Setelah pintu dibuka, mereka segera memasuki gedung yang kedap suara tersebut. Attar bersama Nezia langsung menuju bangku belakang dan duduk sesuai dengan nomor kursinya.
Sementara Mirza mengekor langkah Ronald dan Lila, yang kemudian duduk di bagian tengah. Mirza membiarkan Lila memilih tempat duduknya tanpa ingin mengintervensi, ia hanya akan bersiaga untuk menjaga Ibu Surinya.
"Za, Lila duduk di tengah enggak apa-apa, ya?" ijin Lila berbisik. Bagaimanapun Lila harus tetap menghormati Ronald.
Mirza mengangguk setuju.
Mereka bertiga kemudian duduk di bagian tengah, dengan Lila yang duduk diantara Ronald dan Mirza.
Sembari menunggu film di putar, Ronald terdengar mengajak Lila untuk ngobrol. Karena Ronald menjaga kesopanan, Lila pun tak keberatan meladeni pemuda tersebut.
Sementara Mirza nampak cuek dan seolah asyik memainkan ponsel, padahal telinga dan sudut netranya, selalu siaga melihat dan mendengarkan obrolan orang yang duduk di sampingnya.
Film pun mulai di putar, film barat romantis yang menyuguhkan adegan-adegan dewasa, yang sengaja dipilih oleh Ronald untuk memuluskan rencananya. Tetapi sayang, kali ini ia harus menelan kekecewaan karena Lila tak mau duduk hanya berdua dengannya di bangku belakang.
Sehingga, sepanjang film itu di putar, Ronald tak dapat menikmati suguhan film tersebut. Otaknya berputar, untuk merencanakan kencan kembali bersama Lila, hingga apa yang ia harapkan bisa tercapai.
Mirza juga nampak tidak menikmati jalannya cerita dalam film, pemuda tampan rupawan itu pun sibuk menerka, apa kiranya yang akan direncanakan oleh Ronald kepada Lila. Mengingat tatapan Ronald kepada Lila, yang seperti ingin menerkam mangsanya.
'Aku harus kasih peringatan sama Lila, agar dia lebih berhati-hati pada Ronald,' bisik Mirza dalam hati.
Rupanya, bukan hanya Ronald dan Mirza yang tidak bisa menikmati film tersebut, nyatanya Lila pun sama. Hati gadis cantik itu merasa cemas, duduk berdekatan dengan Ronald yang memiliki tatapan seperti singa kelaparan.
Lila terus waspada, setiap gerak Ronald tak luput dari pandangan sudut mata Lila yang terus memata-matai pemuda blasteran tersebut. Lila tak ingin kecolongan, ia harus bisa menjaga dirinya sendiri meski sudah ada Mirza di sampingnya, yang akan selalu menjaga Lila dengan baik.
Hal itu terus berlangsung hingga film selesai di putar dan Lila bisa bernapas dengan lega, kala lampu di dalam ruangan dengan kursi berjajar rapi itu mulai dinyalakan.
Mereka bertiga bergegas keluar dari gedung bioskop tersebut tanpa kata dan kemudian menghampiri Nezia dan Attar, yang sudah keluar terlebih dahulu karena tempat duduk mereka berdua lebih dekat dengan pintu keluar.
"Cantik, kita belanja dulu, yuk?" ajak Ronald karena merasa belum puas jalan bareng Lila yang tak bisa ia sentuh sama sekali.
"Mereka biar pulang duluan aja," lanjut Ronald seraya melirik sahabat-sahabat Lila.
"Maaf, Bang. Usah sore, Lila harus segera pulang," tolak Lila.
Lagi-lagi, Ronald harus menelan kekecewaan, tetapi pemuda itu mencoba menekan egonya. "Oke, moga kain kali kita bisa jalan berdua," harap Ronald.
Lila hanya mengedikkan bahunya.
"Kalau begitu, kami pamit pulang duluan ya, Bang. Makasih untuk traktirannya," pamit Attar mewakili saudara-saudaranya.
"Cantik, abang antar, ya?" tawar Ronald.
"Enggak perlu, Bang. Lila pulang bareng Mirza aja, kami searah kok." Kembali Lila menolak permintaan Ronald.
Ronald hanya bisa menghela napas kasar. "Baiklah, 𝘣𝘦 𝘤𝘢𝘳𝘦𝘧𝘶𝘭𝘭," ucap. Ronald mencoba bersikap dewasa.
"Makasih, Bang. Assalamu'alaikum," pamit Lila, sekaligus mewakili yang lain. Keempat sahabat itu segera berlalu meninggalkan Ronald yang menyimpan kekesalan dan kekecewaan seorang diri.
"Sialan! Gagal total rencana gue!" geram Ronald dengan mengepalkan kedua tangan dan meninju udara di sekitarnya, dengan sekuat tenaga.
Ronald kemudian mengambil ponsel dari saku celana dan menghubungi nomor seseorang.
"Jack, siapkan kamar dan gadis spesial untukku. Sekarang juga aku meluncur ke sana," titah Ronald pada seseorang di seberang telepon begitu panggilannya diterima.
"Gue bisa mati berdiri, jika ini tidak dituntaskan!" gerutu Ronald sambil berjalan cepat menuju tempat parkir mobil.
Nyatanya, hanya berdekatan dengan Lila saja dan tanpa menyentuh gadis cantik itu, telah mampu membangun sesuatu milik Ronald yang biasanya dimanjakan oleh teman-teman kencannya.
Namun, kali ini teman kencan Ronald sangat berbeda hingga ia harus menahan hasrat hingga berjam-jam lamanya dan itu membuat wajah Ronald merah padam.
Setelah masuk ke dalam mobil, kembali Ronald menghubungi seseorang. Ronald merasa bahwa ia harus segera menjalankan rencananya jika ingin bisa mendapatkan Lila.
"Paman, siapkan Villa untukku minggu depan. Jangan sampai papa dan nenek tahu karena aku akan membawa wanitaku ke sana dan mengurung dia di sana!" titah dan peringat Ronald pada orang yang ia telepon, setelah telepon darinya diterima oleh seseorang yang dipanggilnya paman.
_____ bersambung _____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Rapa Rasha
duh ini lila harus hati2 gk boleh kecolongan
2023-03-06
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓷𝓰𝓮𝓻𝓲 𝓵𝓲𝓪𝓽 𝓡𝓸𝓷𝓪𝓵𝓭 𝓛𝓲𝓵𝓪 𝓱𝓪𝓽𝓲" ya😱😱😱😱
2023-02-23
1
Itha Fitra
mana nih,bodygad ny devan.kok gk mata"i si ronald
2023-01-04
2