"Oke, tak masalah jika kakak untuk sementara ini jalan sama Ronald, tetapi dengan syarat ...." sejenak istri cantik Om Devan itu menjeda ucapannya.
"Apa syaratnya, Ma? Katakanlah," desak Om Devan yang nampak tidak sabar.
"Setiap jalan bareng sama Ronald, biar kakak ditemani sama si abang," jawab Tante Lusi.
Om Devan tertawa terbahak.
"Kok, Papa malah tertawa!" selidik Tante Lusi, menatap heran sang suami.
"Tidak perlu, Mama Sayang. Abang tidak perlu menemani kakak karena putri kita itu sudah memiliki Malaikat tak bersayap," balas Om Devan seraya menirukan gerak burung terbang.
Tante Lusi mengernyitkan kening. "Maksud Papa?"
Om Devan kemudian mendudukkan sang istri dengan benar, tepat di sebelahnya. "Mama masih ingat 'kan, ketika adik jalan bareng sama Doni diam-diam di belakang Papa?" tanya Om Devan.
Tante Lusi mengangguk.
"Ada dia yang menjaga adik dan melihat kelakuan adik, hingga papa akhirnya menyetujui pernikahan Lili dan Doni," ucap Om Devan seraya menatap sang istri.
"Begitu juga ketika kejadian buruk menimpa kakak, dia juga orang pertama yang menghajar Juan, mantan pacar kakak yang kurang ajar itu!" lanjut Om Devan yang terbawa emosi kembali, mengingat kejadian yang menimpa Lila.
"Maksud Papa, Mirza?" tebak Tante Lusi.
Om Devan mengangguk.
"Lantas, kenapa Papa tidak setuju jika kakak sama Mirza?" cecar Tante Lusi.
"Siapa yang tidak setuju, Mama cantik?" tanya Om Devan yang membuat sang istri mengernyitkan kening semakin dalam.
"Papa 'kan, yang kemarin bilang seperti itu?" bingung, Tante Lusi bertanya.
Om Devan menggeleng. "Itu karena Mirza enggak menunjukkan keseriusannya, Ma," balas Om Devan seraya menatap sang istri.
"Bukan karena dia playboy seperti papa?" selidik Tante Lusi.
"Tentu saja tidak, Ma. Seorang playboy tidak selamanya buruk, Ma. Papa sadar, dulu papa juga brengsek. Tetapi setelah bertemu Mama, papa langsung insaf, bukan?" Om Devan menatap sang istri dengan dalam.
"Papa juga tahu, seperti apa kelakuan Mirza di luar sana. Dia memang sering gonta-ganti pacar, tetapi dia bisa menjaga kehormatan diri dan keluarganya," imbuh Om Devan.
Tante Lusi nampak mengangguk-angguk. "Berarti kalau Mirza serius, Papa bakalan setuju jika kakak sama Mirza?" tanya Tante Lusi memastikan.
"Tentu saja, Ma. Siapa sih, yang nolak anak dari sahabat sendiri? Dari orok kita sudah tahu seperti apa si Mirza, bukan?" balas dan tanya Om Devan.
Tante Lusi kembali mengangguk, membenarkan. "Kalau begitu, mama akan hubungi Billa." Tante Lusi nampak bersemangat dan hendak beranjak untuk mengambil ponsel.
"Eits ... Mama mau kemana?" cegah Om Devan, yang kembali menarik tangan sang istri.
"Mama mau telepon Billa, Pa."
"Enggak perlu, Ma. Jika memang Mirza serius sama kakak, biar dia tunjukkan sendiri caranya untuk melindungi putri kita," ucap Om Devan.
"Lantas, tentang perjodohan kakak dan Ronald, bagaimana?" tanya Tante Lusi.
"Semua akan menemukan jalannya, Ma. Jika memang Ronald adalah pemuda yang baik, tak masalah jika kakak berjodoh dengannya. Namun, jika Ronald bukan yang terbaik untuk kakak, papa yakin Malaikat tak bersayap itu akan segera datang untuk menyelamatkan putri kita dan membawanya terbang ke angkasa raya," terang Om Devan yang mulai ngelantur.
"Ck ...." Tante Lusi berdecak. "Papa ini, malah ngelantur kemana-mana!" gerutu Tante Lusi tetapi sambil tersenyum, setelah mengetahui bahwa sang suami ternyata juga menyukai Mirza.
Hening sejenak menyapa ruang keluarga yang luas tersebut.
"Ma, Mama jadi menempati kamar tamu tidak?" tanya Om Devan seraya tersenyum menggoda.
"Oh, jadi Papa ngusir mama nih?"
"Bukan begitu, Ma. Maksud papa, sayang 'kan kamar tamu sudah dirapikan tetapi gak ada yang menempati." Om Devan kembali menatap sang istri dengan tatapan dalam.
"Bagaimana kalau malam ini, kita tidur di sana saja, Ma? Kita honeymoon Ma, cari suasana baru," pinta Om Devan yang langsung membopong tubuh istri cantiknya dan membawa sang istri menuju kamar tamu.
Tante Lusi tertawa renyah, tawa yang terdengar indah di telinga Om Devan dan Lila yang diam-diam mendengarkan obrolan kedua orang tuanya.
Lila yang tadinya hendak turun untuk mengambil air minum, menghentikan langkah di tengah tangga kala mendengar sayup-sayup obrolan kedua orang tuanya.
Lila pun berjingkat untuk mendekat, agar bisa mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan oleh dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu.
Senyum Lila mengembang indah, kala mengetahui bahwa kedua orang tuanya menyukai Mirza, sahabat yang akhir-akhir ini sering mengusik hati dan pikiran Lila.
Begitu sang papa telah membawa mamanya masuk kedalam kamar dan menutup pintu dengan rapat, Lila buru-buru meneruskan niat untuk mengambil air minum di meja makan.
🌸🌸🌸
Keesokan harinya, Ronald yang memutuskan untuk menetap di kediaman sang nenek di Jakarta demi agar bisa lebih dekat dengan Lila, menghubungi gadis cantik itu untuk diajak kencan.
"Halo, assalamu'alaikum," sapa Lila pada orang yang meneleponnya.
"Pagi cantik," sapa suara maskulin di seberang telepon.
"Iya, pagi," balas Lila datar.
"Cantik, nanti siang abang jemput ya? Abang akan ajak kamu ke suatu tempat," ucap Ronald.
"Kemana?" tanya Lila.
"Ada diskotik punya temenku yang baru buka, dia kasih abang tiket ekslusif," terang Ronald.
"Maaf, Bang. Kalau ke tempat seperti itu, Lila enggak bisa," tolak Lila dengan halus.
Ronald terdiam, sepertinya pemuda itu sedang memikirkan sesuatu.
"Em, bagaimana kalau kita nonton?" ajak Ronald.
Lila terdiam, dia masih trauma dengan kejadian dua tahun yang lalu bersama Juan. Tetapi Lila teringat pembicaraan kedua orang tuanya kemarin, tentang Malaikat tak bersayap yang siap menjaga Lila
"Baiklah," balas Lila setuju, "tetapi Lila ajak sahabat-sahabat Lila, bagaimana?" tawar Lila.
Kembali keheningan tercipta, nampaknya Ronald sedang menimbang-nimbang.
"𝘐𝘵'𝘴 𝘖𝘬𝘦 𝘎𝘪𝘳𝘭, tak masalah jika kamu mau ajak sahabat-sahabat kamu, abang yang akan traktir," ucap Ronald dengan sombongnya, menyetujui keinginan Lila.
Lila tersenyum mendengar jawaban Ronald. 'Lu pikir, sahabat-sahabat gue itu miskin, apa?' gerutu Lila dalam hati.
"Oke cantik, 𝘴𝘦𝘦 𝘠𝘰𝘶 𝘴𝘰𝘰𝘯 ... muach."
Reflek, Lila menjauhkan ponsel dari telinga kala mendengar ucapan selamat tinggal dari Ronald yang disertai ciuman jarak jauh. Buru-buru Lila mematikan ponsel tanpa menjawab kata-kata terakhir Ronald.
'Gila tuh cowok, baru juga kenal semalam udah agresif banget!' rutuk Lila pada pemuda yang baru saja meneleponnya.
Lila hendak menyimpan kembali ponsel di atas nakas, karena ia harus segera bersiap pergi ke kampus untuk menyelesaikan revisi skripsinya, ketika kembali ponsel Lila bergetar sebagai tanda bahwa ada panggilan masuk.
"Mau apa lagi sih, dia!" sungut Lila sambil menggeser tombol berwarna hijau, tanpa melihat siapa orang yang menghubungi.
"Halo, ada apalagi?" tanya Lila sedikit ketus karena merasa paginya terganggu, lagipula ia juga buru-buru hendak ke kampus.
"Ibu Suri, kenapa pagi-pagi sudah marah-marah?" tanya suara di seberang telepon dengan lembut, membuat Lila buru-buru menjauhkan ponsel dari telinga dan melihat siapa gerangan yang telah meneleponnya.
'Ya Allah, aku pikir dia lagi. Ternyata Malaikat tak bersayap,' gumam Lila dalam hati seraya tersenyum indah.
"Lila," terdengar Mirza memanggil namanya dengan lembut.
"Kalau telepon tuh, ucapkan salam dulu," protes Lila untuk menutupi rasa malu dan gugup karena telah salah mengira tadi.
"Kalau angkat telepon tuh, ucapkan salam dulu. Jangan langsung tanya, ada apalagi?" balas Mirza menyindir seraya terkekeh pelan.
Lila yang disindir tertawa renyah, tawa yang membuat Mirza selalu rindu ingin mendengarnya.
"Memangnya, siapa yang barusan telepon kamu, La?" tanya Mirza penasaran.
"Em ...." Lila hendak bercerita tetapi ia urungkan. "Nanti saja, deh. Kalau kita ketemu di kampus," ucap Lila kemudian.
"Ya udah, Za. Aku mau siap-siap dulu, nih," pamit Lila.
"Ya buruan, Ibu Suri. Baginda raja udah nungguin dari tadi nih, di depan," balas Mirza.
"Hah, yang benar?" tanya Lila tak percaya dan buru-buru keluar dari kamar untuk menuju teras dan melihat ke bawah.
Benar saja, Lila melihat Mirza sudah berdiri di depan mobil sport mewah miliknya bersama sang mama, sambil melambaikan tangan ke arah Lila.
Lila tersenyum, sambil membalas lambaian tangan Mirza. "Tunggu sebentar," pinta Lila.
Lila segera menutup teleponnya tanpa salam, ia bergegas kembali kedalam kamar untuk melanjutkan bersiap.
_____ bersambung ____
🌷🌷🌷
Hayo,,, siapa yang kemarin mengecam Om Dev? 😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Ita rahmawati
bner juga y kt om dwvan klo mirza ny aj gk ad respon ap kyk mna dia mau setuju 🤭🤭😁😁
2023-06-02
1
Rapa Rasha
nanti om Deva. akan sangat terkejut setelah tau siapa itu ronald
2023-03-06
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓽𝓮𝓻𝓷𝔂𝓪𝓽𝓪 𝓼𝓪𝔂𝓪 𝓼𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓴𝓲𝓻𝓪 𝓴𝓲𝓻𝓪𝓲𝓷 𝓸𝓶 𝓓𝓮𝓿𝓪𝓷 𝓰𝓪𝓴 𝓼𝓾𝓴𝓪 𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓜𝓲𝓻𝔃𝓪 😅😅😅😅
2023-02-23
1