Bakda sholat 'isya, semua keluarga besar Antonio, berkumpul di ruang makan untuk makan malam bersama. Nampak semua telah hadir, mulai dari Kevin beserta keluarga kecilnya, Malika beserta suami dan putra kembarnya, juga Malik dan istri tercinta yang tengah hamil besar.
Tak ketinggalan Fira yang memilih menetap di Jakarta mengikuti sang suami, juga selalu ikut hadir bersama putrinya yang cantik.
Bayu juga datang bersama Devi dan kedua putranya. Meski tak ada hubungan darah dengan keluarga Antonio, baik Fira bersama Dion dan Bayu beserta sang istri, selalu ikut jika ada pertemuan di keluarga Antonio.
Lili beserta sang suami dan anaknya yang datang sedikit terlambat, juga langsung menuju meja makan. Ruangan yang luas tersebut, terlihat penuh dengan kehadiran anak cucu Kakek Ilyas dan Nenek Lin, beserta keponakan, putra dan menantu dari Opa Alvian dan putra-putri serta cucu Om Devan.
Kakek dan Neneknya Mirza yang telah berusia senja itu terlihat sangat bahagia karena dikelilingi oleh keluarga besar yang saling menyayangi dan saling mendukung.
"Li, kok baru datang, sih?" protes Nezia, seraya mengambil si imut Kanaya dari gendongan maminya. "Aku kangen banget tau, sama si centil Naya," lanjut Nezia sambil menciumi Kanaya dengan gemas.
Setelah Nezia puas menciumi putri sang sahabat, Nezia kemudian memberikan Kanaya pada pengasuhnya yang mengekor di belakang Lili tadi. Putri bungsu Om Alex itu kemudian duduk kembali di tempat semula.
"Biasa Nez, berangkatnya kesorean jadi kejebak macet," balas Lili yang langsung mengambil tempat duduk tepat di sebelah saudari kembarnya, setelah menyalami para orang tua.
Suami Lili pun mengikuti sang istri dan duduk di samping Lili.
"Proyek cluster lancar, Mas Doni?" tanya Kevin.
"Alhamdulillah lancar, Bang Kevin," balas Doni yang memanggil Kevin dengan sebutan bang, meski usia Doni lebih tua dari Kevin, semata untuk menghargai putra sulung Daddy Rehan tersebut.
"E-Commers makin jaya 'kan, Bang?" balas Doni bertanya seraya terselip do'a di sana.
"Alhamdulillah, Mas Doni, kini penggunanya semakin banyak. Apalagi saat pandemi Covid kemarin, orang-orang berbondong-bondong membuka toko online dan masyarakat juga semakin banyak yang memilih belanja secara online," balas Kevin panjang lebar.
Setelah para istri menyiapkan makanan untuk suami dan anak-anak, mereka pun mulai menikmati makan malam dengan khidmat.
Anak-anak kecil yang didampingi pengasuhnya masing-masing, juga menikmati makanannya dengan tenang tanpa ada keributan yang berarti.
Para orang tua terdengar bercengkrama dengan hangat. "Nak Devan," panggil Kakek Ilyas pada Om Devan, di sela-sela makan.
"Iya, Ayah," balas Om Devan.
"Ayah harap, ketika nanti kami sudah tidak ada, Nak Devan dan Nak Lusi beserta anak cucu, tetap menjalin hubungan baik dengan keluarga Antonio," pinta Kakek Ilyas.
"Kok, Ayah bicara seperti itu? Ya pasti꒒ah Ayah, Lusi 'kan sudah anggap Billa seperti saudara perempuan Lusi," balas Tante Lusi mewakili sang suami.
"Benar itu, Yah. Lagipula, Devan sama mereka juga sudah seperti saudara, 'kan?" timpal Om Devan.
"Jangan khawatir, Mas. Sebentar lagi, Devan sama Rehan 'kan, mau besanan," ucap Opa Alvian yang membuat Om Devan tersedak, begitu pula dengan Daddy Rehan.
Sementara semua mata kini tertuju pada Lila dan Mirza, yang kebetulan duduk berdekatan.
Lila menunjuk dirinya sendiri. "Kita, Za?" tanya Lila tak mengerti, sedangkan Mirza hanya tersenyum simpul.
"Tidak benar itu, Ayah," sahut Daddy Rehan setelah tenggorokannya lega.
"Iya, itu hanya candaannya Bang Vian saja, Ayah," timpal Om Devan.
Kakek Ilyas terkekeh pelan. "Kalau benar juga tidak apa-apa, Bang Rehan, Nak Devan," tutur Kakek Ilyas.
"Malah bagus, jadi 'kan ikatan diantara keluarga kita ini semakin kuat," imbuh Kakek Ilyas.
Nenek Lin mengangguk, setuju dengan perkataan sang suami. "Benar apa kata Ayah kalian," timpal Nenek Lin.
Daddy Rehan dan Om Devan sejenak saling pandang, kemudian sama-sama membuang muka.
Opa Alvian dan Om Alex terkekeh, melihat sikap kedua sahabatnya itu.
Sementara Mirza dan Lili mulai mendapatkan banyak pertanyaan dari saudara-saudaranya, begitu makan malam usai.
"Benar begitu, Dik? Kalian udah jadian? Sejak kapan?" cecar Kevin dengan banyak pertanyaan, pada adiknya yang super jahil tersebut.
"Kakak setuju, Om. Kalau Om Mirza sama Aunty Lila," ucap Malika.
"Iya benar, Bang Malik juga setuju. Biar sembuh tuh penyakit," timpal Malik.
"Penyakit?" Mirza mengerutkan kening.
"Iya, penyakit gonta-ganti pacar kayak ganti baju, yang sehari bisa dua sampai tiga kali," balas Malik .
"Enggak separah itu juga kali, Bang!" protes Mirza. "Namanya juga baru pengenalan, sah-sah saja, 'kan?" lanjutnya meminta dukungan.
"Baru pengenalan, masak ngomongnya udah sayang-sayangan?" ledek Iqbal seraya tersenyum tengil, yang ikut nimbrung pembicaraan orang dewasa.
"Hey, bocah! Belajar kelompok sana, sama Mayra dan Maida! Nimbrung aja, kamu!" gerutu Mirza.
Iqbal terkekeh senang, melihat abang sepupu di cecar pertanyaan oleh saudara-saudaranya.
"Eh, tunggu-tunggu. Nih dari tadi pada bilang setuju, tetapi kembaran Lili yang cantik ini setuju tidak?" Lili menatap saudari kembarnya.
Lila hanya tersenyum samar.
"Udah pasti setuju dia," balas Attar seraya memainkan kedua alisnya turun naik, menggoda Lila. "Iya 'kan, La?" tanya Attar meminta persetujuan.
Lila masih sama seperti semula, yang hanya diam seraya mengulas senyuman tipis.
"Ayo, La! Kita ke gazebo aja, yuk! Enggak asyik di sini, di cecar melulu dari tadi!" Mirza mengajak Lila dan sahabatnya yang lain, menuju gazebo di halaman belakang.
Kevin dan sahabat-sahabatnya juga menuju tempat yang sama, begitupun dengan Malik, Malika dan para sahabat.
Sementara para orang tua, memilih untuk menuju ruang keluarga dan anak-anak digiring oleh bibi pengasuh menuju lantai atas untuk bermain di sana.
Mirza dan para sahabat kemudian melanjutkan obrolan sore tadi di kafe. "Jadi menurut kalian, Mirza mesti gimana, nih? Ulang tahun Mirza tinggal tiga bulan lagi, loh?" tanya Mirza seraya menatap sahabatnya satu persatu.
"Lah, katanya mau kenalan sama temannya Iqbal yang anak ustadz?" tanya Attar balik.
"Kalau Mirza pikir-pikir, terlalu muda dia, Bang? Adik kelasnya Iqbal, baru kelas dua berarti, 'kan?" balas Mirza yang tak bersemangat.
"Ya udah sih, Bang. Sama Lila saja, seperti yang dikatakan oleh opa Vian tadi," saran Nezia.
"Abang 'kan bukan tipenya Lila, Dik. Mana mau dia?" Mirza bertanya seraya melirik Lila.
Sikap Lila masih tetap sama, diam dan hanya tersenyum.
"Tuh, kamu lihat sendiri 'kan, Dik? Bagaimana tanggapan Lila? Hanya diam saja, 'kan?" Mirza menatap Nezia untuk meyakinkan, bahwa apa yang dikatakan itu benar adanya.
"Ck ...." Nezia berdecak. "Enggak peka banget sih, Abang! Diam itu artinya iya, Abang!" seru Nezia meyakinkan abang sepupunya.
"Masak, sih?" tanya Mirza tak percaya seraya memiringkan wajah menatap Lila dengan mengulas senyuman manis, hingga membuat Lila merasa malu.
"Za, jangan natap Lila seperti itu, ah!" Lila mengibaskan tangan di depan wajah tampan Mirza.
"Tuh, kan? Benar 'kan, apa kata Nezia?" Nezia tersenyum lebar karena merasa telah benar menebak perasaan Lila terhadap Mirza.
"Hem ... sepertinya begitu, sih," timpal Lili seraya mencibir pada saudari kembarnya.
"Apaan sih, Li!" gerutu Lila yang nyaris tak terdengar.
"Jangan malu-malu, Kucing!" ledek Lili yang kemudian segera turun dari gazebo untuk menghindari serangan Lila, saudari kembar Lila itu tertawa senang.
_____ bersambung _____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Rapa Rasha
ayo kak nikah kan saja mereka
2023-03-06
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓼𝓮𝓽𝓾𝓳𝓾 𝓴𝓵 𝓜𝓲𝓻𝔃𝓪 𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓛𝓲𝓵𝓪 𝓷𝓲𝓱 👍👏👏
2023-02-23
1
itanungcik
setuju sahabat jadi cinta
2022-11-08
1