Selama berada di rumah Tanti, Rasti terlihat sangat berbeda karena dia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu memberikan satu hal yang tidak berguna.
Perasaannya yang tidak menentu, terlihat cukup terkendali karena ada seorang bocah yang kini bersamanya.
"Tan, begini ya rasanya memiliki seorang anak yang sudah besar?" tanya Rasti tiba-tiba setelah Aksa memilih untuk bermain sendiri di kamar karena selalu kalah saat main PS dengan Rasti.
"Iya, kau akan lebih senang ketika anakmu nanti masih ada di kandungan, kau akan menemukan sesuatu yang lebih mencengangkan dari segala keterkejutan yang pernah nampak di netra mu," jawab Tanti dengan gamblang.
Sebenarnya Tanti ingin menunjukkan bahwa memiliki anak itu adalah suatu hal yang menyenangkan.
Bukan satu hal yang membebani, Tanti berharap jika apa yang dia katakan mampu di serap oleh Rasti dengan baik tanpa ada kalimat yang menghakimi.
"Ras, kau sudah lapar?" ucap Tanti yang merasa bahwa wanita itu terlalu lama menahan rasa laparnya sejak dua jam lalu.
"Entah mengapa aku tidak lapar, aku masih kenyang," cetus Rasti dengan senyumnya.
"Aku akan memberikanmu biskuit saja, kau pasti suka," ujar Tanti.
Dia beranjak dari tempat duduknya lalu segera mengambil biskuit yang ada di dapur.
Dulu saat dia hamil, selalu memakan biskuit itu, cemilan sehat yang mengenyangkan.
Sang sahabat kini sudah berada di tempat semula dan memberikan satu toples biskuit itu.
"Makan ini, nanti kalau haus, bilang saja padaku, aku tidak masalah membuat minuman untukmu."
Tanti akan berusaha keras membuat Rasti betah di rumahnya, ini demi sang sahabat yang harus mendapatkan cobaan yang cukup berat.
Di sisi lain, Rasti hamil dan di sisi lainnya, ada seorang Mona yang membutuhkan dirinya agar bisa menemani dalam kegelisahan yang tidak berujung sebab kesedihan itu sangat mendalam.
Kehilangan janin yang sangat diharapkan, pukulan berat bagi ibu Rama dan Mona.
Tanti paham akan semua ini, sehingga dia sebisa mungkin membantu Rama untuk menyelesaikan permasalahan tanpa ada satu pihak yang merasa dirugikan atau tersakiti.
"Aku tidak suka," ucap Rasti seraya menggelengkan kepalanya.
Dia justru memikirkan suaminya yang belum juga menghubunginya, padahal sudah dia tunggu sejak tadi.
"Rama memang tidak ingat, atau lupa jika hari ini ingin membawaku pergi jalan-jalan," batin Rasti dengan wajah sangat gusar.
Dia memikirkan hal yang lebih sensitif, Rasti merasa bahwa Rama sedang berada istri pertamanya.
Rasti tiba-tiba merasa jantungnya seperti tertusuk seribu duri yang menghujam jantungnya dalam satu waktu.
Prasangka yang belum tentu ada kebenarannya.
Tanti mulai panik ketika mendapati sikap Rasti yang murung
Dia segera mengirim pesan kepada Rama.
"Ram, cepat telepon istrimu."
Pesan terkirim dan tak kunjung mendapatkan balasan. Tanti kesal dan mengirim pesan itu berulang kali hingga ponsel seorang Rasti berdering.
"Rama?" ucap Rasti dengan perasaan yang sangat bahagia sebab sebenci apapun dengan sang suami, Rasti adalah orang yang sangat cinta dan hormat kepada Rama.
Hanya saja yang membuatnya tak enak hati yaitu tak ada kejujuran yang keluar dari mulut Rama.
Dia marah karena itu.
Rasti langsung menjawab panggilan telepon itu.
"Sayang, maaf. Aku tidak bisa pulang, ada pekerjaan lain yang harus aku selesaikan, kau tetaplah di rumah," jelas Rama.
Pria itu sebenarnya tahu jika Rasti ada di rumah Tanti, dia berpura-pura tidak tahu saja.
Rama tidak mau istrinya kesal, sebab Rasti selalu berada dalam situasi menyenangkan dan tiba-tiba di tinggal dalam kondisi yang tidak tepat seperti ini.
Jika Rasti tahu, dia merasa dititipkan, padahal dia bisa hidup mandiri.
Salah paham akan semakin parah nantinya.
"Aku tahu jika kau selalu tidak ada waktu untukku, makanya kau pura-pura bekerja. Kau ada di dalam situasi yang membuat hidupmu penuh dengan aktifitas agar bisa menghindar dari segala pertanyaan yang menohok dariku, benarkan?"
Rasti sangat emosi, sedangkan Tanti memilih untuk pergi dan memantau Rasti dari jauh.
"Sayang, kau sedang hamil. Jangan marah-marah."
"Ini anakku, bukan anakmu."
Panggilan telepon itu langsung ditutup oleh seorang Rasti. Dia sangat kesal sepertinya.
Tanti yang ingin menghampiri sang teman, tertahan langkahnya karena ada Aksa.
"Bibi, kau ada dimana saja? aku mencarimu dari tadi," ucap Aksa yang langsung menarik lengan Rasti.
"Tadi kau marah denganku," jawab Rasti sambil mengusap air matanya yang jatuh.
"Bibi menangis?" tanya Aksa.
"Tidak, bibi hanya ... sudahlah!"
Rasti tidak mungkin jujur kepada anak sekecil itu tentang apa yang terjadi sebenarnya.
"Makanya ayo ikut aku!"
Dia membawa sang teman masuk ke dalam kamarnya.
Tanti aman.
"Syukurlah, anak itu memang bisa diandalkan.
Tanti sangat senang, Aksa datang pada waktu yang tepat.
Kini dia menelpon Rama.
"Ram, istrimu aman di sini, untuk sementara waktu. Kau segera urus segalanya, lalu temani Rasti. Awas kalau kau sampai membuat dua orang wanita itu menderita!"
Tanti memang sangat galak.
Dia tidak segan akan memarahi dan memaki seorang Rama yang sejak kecil selalu memberikan beban padanya, sampai tua juga masih sama. Dasar pria dewasa pembawa beban.
"Iya Tanti memang yang terbaik."
"Lain kali kau harus membelikan aku banyak makanan, kau tahu aku ahli kuliner. Ini karena kau selalu merepotkan aku."
"Iya, aku kan sedang dalam masa sulit. Jangan mempersulitku, dasar!"
"Wek! Bodo amat! Sana kau fokus dengan Mona. Kau sudah sampai mana?" tanya Tanti.
"Aku sedang ada di jalan, kurang satu jam lagi. Aku pulang besok siang Tan."
"Oke, semoga berhasil. Semoga Mona segera sembuh ya Ram."
"Terima kasih Tan."
"Ya."
Panggilan telepon akhirnya usai, kini akhirnya Tanti bisa bernafas lega meski harus menunggu suaminya pulang.
Pulang dengan banyak pekerjaan untuknya.
"Suamiku akan memberikan aku pekerjaan apa lagi? dia kadang sama merepotkan dengan Rama. Satu cetakan sepertinya. Tidak di rumah, tidak di luar, selalu membuatku sibuk dan tidak bisa membiarkan aku sejenak beristirahat."
Sang teman lebih memilih untuk menonton tivi, dia suka melihat film india yang sangat terkenal.
Bintangnya seorang pria tampan dan gadis cantik, dia lupa namanya.
"Astaga, aku suka film bollywood, itu namanya siapa ya? Katrina Kaif, atau Anushka Sharma ? dua orang itu memang memiliki wajah yang mirip, sampai aku kadang lupa mana yang Anushka atau Katrina."
Dia terlihat menikmati tontonan di televisi.
Tanti gemar memeluk toples berisik kripik yang setia menemaninya dalam mengarungi film bagus ini.
Sedangkan di dalam kamar Aska, Rasti juga sudah tenang dan damai.
Seorang anak kecil mampu membuat gejolak di hatinya mereda dan tenang kembali tanpa adanya bekas yang terlalu kentara.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments