Rumah Rasti-Rama …
Di saat Rasti sedang membaca buku di ruang tamu, tiba-tiba saja bel rumahnya berbunyi. Dia segera beranjak dari tempat duduknya dan membuka pintu itu.
Klek!
Rasti melihat ada Tanti dihadapannya.
“Tan? apa yang kau lakukan di rumahku?” tanya Rasti heran.
“Iya, aku sedang dalam perjalanan ke rumah temanku, tetapi lewat rumahmu. Sekalian aku mampir,” jawab Tanti yang menggunakan alasan yang cukup masuk akal.
Dia tidak mau Rasti mengetahui bahwa yang memintanya datang adalah Rama.
“Oh, ayo masuk, kebetulan aku baru saja membuat kue. Kau cicipi ya? sepertinya agak gosong, tapi overall masih enak kok,” ucap Rasti dengan wajah yang pucat.
“Ya, aku tidak masalah mau makan apapun, kue gosong juga aku makan nanti.”
“Astaga, aku seperti seorang tuan rumah yang jahat, ayo masuk dulu. Kita mengobrol.”
Tanti masuk ke dalam rumah Rasti, dan dipersilakan duduk di sofa ruang tamu.
“Wah rumahmu sudah bagus ya? dua minggu lalu masih seperti pindahan,” ucap Tanti basa-basi.
“Iya, Rama sudah menata ulang barang-barang di rumah ini. Dia biasanya jarang pulang ke rumah, tetapi beberapa hari ini sangat betah berada bersamaku.”
“Bagus dong, kan makin mesra.”
“Ya, semoga saja. Oh, aku ambilkan kue dan minuman dulu ya?”
“Ya, aku terima apapun yang kau berikan.”
“Hehe, kau masih sama, selalu membuatku senang.”
Rasti perlahan beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju dapur.
Di saat yang tepat ini, Tanti melapor kepada Rama
“Rama, istrimu terlihat pucat, dia sedang membuat minuman dan kue untukku.”
Tanti menulis pesan itu untuk Rama dan langsung mendapatkan jawaban.
“Ya, jaga dia ya. Aku akan segera pulang tiga jam lagi.”
“Oke.”
“Kau laporkan apapun yang terjadi pada istriku.”
“Ya, siap.”
Di saat Tanti sedang fokus dengan ponselnya, tiba-tiba saja Rasti datang.
Tanti terkejut.
“Astaga.”
“Kenapa?”
“Aku kaget.”
“Memangnya aku hantu, sampai kau harus kaget?”
“Hehe, tidak.”
Rasti terlihat membawa sebuah piring dengan kue di atasnya, lalu minuman berupa jus mangga kesukaan Tanti.
“Ini mu,” ucap Rasti.
Dia terlihat sangat muram, Tanti mencoba bertanya dan ingin tahu mengenai apa yang terjadi, meskipun dia paham penyebab Rasti bersikap seperti itu.
“Ras? kau baik-baik saja kan?” tanya Tanti sambil menikmati kue buatan Rasti yang katanya gosong itu.
“Aku tidak apa-apa. Hm, Tan, kalau suamimu punya istri di belakangmu, kau akan marah tidak?” tanya Tanti tiba-tiba.
“Uhuk-uhuk? apa? punya istri diam-diam menurutmu? aku sudah menghajarnya, ups. Maaf, bukan menghajar tetapi apa ya bahasanya anu,” ucap Tanti kebingungan.
Dia juga akan marah jika suaminya memiliki istri lain di belakangnya, namun demi menghibur seorang teman, dia berusaha bijak.
“Kau ada masalah dengan Rama?” tanya Tanti mendahului, dia tidak mau Rasti mencecarnya dengan pertanyaan yang sama dan endingnya pasti Rama yang akan disudutkan.
“Tan, jangan katakan ini kepada siapapun, aku tahu kau teman kami, tapi aku harap kau jangan bilang ini ke Rama.”
“Mengenai apa?” tanya Tanti.
Dia berusaha senatural mungkin menanggapi apa yang akan diceritakan oleh istri Rama itu, karena sebenarnya dia sudah tahu Rama memiliki Mona sebelum menikah dengan Rasti.
“Aku merasa dikhianati dan dibohongi Tan, Rama telah memiliki istri lain,” ucap Rasti dengan berderai air mata, dia terlihat sangat sedih.
Bagaimana tidak. selama menikah dengan Rama, tak sekalipun ada kecurigaan dengan seorang pria yang menikahinya itu.
Rama sangat baik dan sopan, selalu menjaganya dan tidak pernah berbuat hal yang buruk.
Selama ini dia memang sendiri di rumah, Rasti menjalani hari-hari seperti biasa, seperti ibu rumah tangga dan istri pada umumnya, dia juga tidak pernah kurang memberikan perhatian serta kasih sayang.
Akan tetapi mengapa?
Rasta begitu tega membohonginya.
“Ya Tuhan Rama,” ungkap Rasti berpura-pura tidak tahu apapun.
“Iya, aku juga merasa kesal dan terkejut,” imbuh Tanti.
Tanti melihat raut kesedihan di mata Rasti, lalu dia mendekati sang teman.
“Kau harus lebih kuat dari sebelumnya, alangkah baiknya kalian berdua bicarakan baik-baik, kau sayang kan dengan suamimu?” tanya Tanti sambil mengusap rambut Rasti.
“Iya, cintaku kepadanya sangatlah besar, aku tidak bisa hidup tanpa dia, aku hanya mencintai dia. Maka dari itu, kenapa aku merasa sakit hati,” jawab sang teman dengan isak tangis menyayat hati.
Tanti benar-benar tidak tega, dia ingin sekali meminta Rama untuk menceraikan istri pertamanya, tetapi apakah mungkin?
Tanti memikirkan banyak hal ketika ingin memberikan saran ini.
Secara Rama memiliki istri dengan tingkat depresi tinggi akibat dari kehilangan bayi, ini sangat meresahkan.
Tanti juga merasa pusing dengan masalah ini.
“Aku tidak tega saat melihatmu menderita, oleh karena itu, aku berharap kau bisa mengikuti saranku, yaitu berbicara dengan suamimu.”
“Aku tidak bisa Tan, saat aku menatap mata Rama, dia sangat jahat, aku tidak bisa.”
Rasti sudah terluka, hatinya sudah seperti tersayat sembilu, oleh karena itu, Tanti mencoba untuk pelan-pelan memberikan solusi lain.
“Kau jalan-jalan saja dengannya, apa kau mau?”
“DIa mengajakku tadi, tapi rasanya malas.”
“Nanti saat dia pulang, kau harus menyambutnya, berikan dia senyum, dan anggap kau sudah baik. Lalu bicarakan baik-baik, kau harus berpositif thinking demi bayimu, apakah kau ingin bayimu terluka juga?”
“Aku ingin membawa bayi ini pergi dan tidak sudi menjadikan Rama suamiku lagi.”
Sang teman menghembuskan nafasnya dengan perlahan, dia juga sudah mentok.
Ide sudah tidak ada.
“Eh, kau main ke rumahku saja ya? ada anakku di rumah, dia sedang libur kebetulan. Kau bermain dengannya saja ya? kapan hari dia menanyakanmu, karena aku sibuk jadi lupa memberitahukan kepadamu.”
“Oh, aku ganti baju dulu ya?”
“Tidak perlu, kau pakai baju ini saja.”
“Oke.”
Tanti lega, dia merasa cukup pandai mengulur waktu sebelum Rama pulang, selain itu Tanti bisa membawa situasi baru bagi Rasti, tidak melulu di rumah saja karena faktor ini juga bisa membuat seorang wanita menjadi overthinking setiap waktu.
“Tan, aku ambil ponsel di kamar dulu ya?”
“Oke Ras.”
Di saat Rasti mengambil ponsel, Tanti segera mengirim pesan kepada Rama.
“Aman Ram, aku sudah membujuk istrimu ikut ke rumahku, jadi dia akan lebih segar lagi. Mungkin saja dia kesepian, dia butuh teman.”
“Oke Tanti, jaga istriku ya? titip dia.”
“Siap Rama.”
Pas sekali waktunya, Tanti sudah selesai membalas pesan dari Rama dan Rasti keluar dari kamar.
Mereka berdua berjalan menuju ke luar rumah.
Tak lupa Rasti mengunci rapat pintu rumahnya sebelum pergi.
“Lumayanlah ya, aku bisa membujuk Rasti,” batin Tanti lega.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments