Istri Kedua

Istri Kedua

Aku istri kedua

"Mas Rama, apakah benar, dia istrimu?" tanya Rasti dengan suara yang bergetar.

Rama Angkara, sang suami terlihat begitu gugup. Dia tak bisa mengatakan apapun, lidahnya seperti kelu.

"Rasti, aku bisa menjelaskan segalanya," ucap Rama yang sebenarnya tidak tega untuk mengungkapkan segalanya.

Rasti merupakan tanggung jawabnya setelah sang nenek meninggal dunia, Rama tak menyangka rahasia ini akan terbongkar dengan mudahnya.

"Mas Rama!" Gertak Rasti yang tidak pernah berbicara kasar pada sang suami sekalipun pria itu jarang pulang ke rumah.

Dia hanya tidak menyangka jika orang yang menggengam tangannya di kala hari berkabung itu, justru telah menghempaskan dirinya dalam lautan duka yang mendalam.

"Rasti, maafkan aku. Tidak seharusnya aku berbohong tetapi apakah aku bisa mengatakan aku pria beristri di saat nenekmu tiada, Rasti aku mohon! Kita bicarakan semua ini baik-baik."

Rama masih terus meminta Rasti tetap bersamanya meskipun hati wanita itu begitu terluka, lebih sakit karena yang menyakitinya adalah teman masa kecilnya.

Teman yang seharusnya tak menyakiti hatinya justru menembus luka terdalam dengan belati pengkhianatan.

Cinta Rama tidak lagi suci seperti pernikahan mereka.

Rama telah menjadi orang yang sangat menyakiti hati Rasti.

"Mas, ini adalah rumahmu. Aku akan pergi dari sini."

Rasti terlihat melempar sebuah bingkai foto pernikahan antara Rama dan istri pertamanya.

Wanita yang sudah merasa terhina, sangat terluka hatinya mendapatkan fakta yang tidak pernah ia sangka.

"Rasti, aku tidak akan membiarkan kau pergi. Di luar hujan deras sayang!"

"Aku tidak peduli, kau sudah membuat aku sakit hati mas Rama. Aku tidak sudi hidup bersamamu lagi!"

Rasti mengemasi barang-barangnya, Rama tetap tidak ingin Rasti pergi.

Dia mencegah dengan sekuat tenaga, hingga Rasti tiba-tiba pingsan.

Rama panik dan segera menelpon dokter pribadinya.

Dia merebahkan tubuh Rasti di atas ranjang sambil menunggu kedatangan dokter.

Setengah jam berlalu, dokter pribadinya akhirnya datang dan memberikan pertolongan.

Dia segera memeriksa kondisi Rasti.

"Bagaimana dok?" tanya Rama merasa cemas, terlihat jelas dari raut wajahnya yang tidak baik-baik saja.

"Dia hami."

"Apa?"

"Iya, dia hamil tuan Rama."

Rama girang, dia merasa ada satu hal yang bisa membuat Rasti tetap bersamanya, yaitu bayi yang ada di dalam kandungan istrinya.

"Kau senang?" tanya dokter yang juga sedang menangani urusan kehamilan istri pertama Rama, Mona.

"Iya, tapi aku memikirkan Mona," jawab Rama yang juga merasa sedih, dia teringat akan kejadian dua hari lalu, Mona harus kehilangan bayinya. Dia masih depresi dan merasa kehilangan.

"Sudah seharusnya, aku tahu kau mencintai nona Rasti. Pernikahan dengan nyonya Mona mungkin hanya kehendak orang tuamu. Namun kau harus paham tuan, dia juga butuh perhatianmu," ungkap dokter Davin, dokter yang selalu menjadi tempat curhat Rama.

"Aku tidak ingin menyakiti mereka berdua dok. Rasti juga begitu syok ketika melihat bingkai foto pernikahanku dengan Mona. Rasanya hancur hatiku dokter. Sebelum dia tahu yang sebenarnya, Rasti sudah kecewa padaku," ungkap Rama dengan raut penuh kesedihan.

"Tuan, alangkah baiknya kau segera selesaikan masalah ini, kau jaga mereka berdua atau tinggalkan salah satu. Kau harus menjadi tega untuk kebahagiaan salah satu wanita yang ada si sampingmu," jawab dokter Davin mencoba memberikan solusi.

Rama mengacak rambutnya kasar, dia tidak bisa memilih antara Rasti dan Mona.

Kedua wanita itu sangat berarti di hidupnya.

Mona selalu bersamanya meski tahu Rama belum sepenuhnya mencintai dirinya, sedangkan Rasti, wanita itu menjadi cinta sejatinya.

"Dok, aku memilih untuk tetap bersama mereka, untuk saat ini, aku membiarkan Rasti marah. Aku akan menerima konsekuensinya," ujar Rama dengan penuh tanggung jawab.

"Bagus, apa yang kau katakan sangatlah mencerminkan satu hal yang membanggakan, kau adalah orang yang sangat profesional. Aku berharap kau tidak melakukan hal di luar kemampuanmu, jika kau sudah memutuskan untuk bersama keduanya."

Dokter hanya bisa memberikan saran dan dukungan karena semua keputusan ada di tangan Rama.

"Oh ya, aku ada vitamin untuk ibu hamil. Bawa ini bersamamu dan berikan pada istrimu setelah dia sadar nanti."

"Baik dok, terima kasih atas segalanya."

"Ya. Aku pulang dulu."

"Baik, hati-hati dok. Kau pulang sendiri saja ya? Kau sudah besar," ledek Rama.

Dia berusaha tetap tenang di saat semuanya begitu sulit.

...

Satu jam kemudian ...

Rama mendapati sang istri sudah siuman, dia segera bertanya padanya.

"Sayang, kau sudah siuman?" tanya Rama.

"Aku berharap tidak siuman, kenapa aku masih hidup?" jawab Rasti ketus.

Dia merasa bahwa suaminya tidak perlu mengharapkan dia hidup karena Rasti ingin tiada saja karena kebohongan itu.

"Kita akan memiliki anak," ungkap Rama.

"Apa? anak?"

"Iya, anak. Kau hamil anakku."

"Aku tidak mau menganggap kau ayah dari anakku, biarkan aku pergi dan merawatnya sendiri. Kau adalah orang yang sangat aku cintai, tetapi begitu mudahnya menyakitiku dengan bingkai foto itu. Seharusnya kau jujur dari awal."

"Aku tidak bisa jujur karena kau tidak akan pernah bisa bersamaku. Makanya aku harus menutupi semuanya, di kala nenekmu tiada, tidak mungkin untukku memberikan fakta bahwa aku sudah menikah," ucap pria itu lirih.

Rama sangat sedih, dia tidak bisa berkata-kata lagi.

Hatinya sangat rapuh kali ini.

"Aku tidak butuh penjelasan darimu, pergilah! aku tidak membutuhkanmu lagi."

Rama mencoba memahami kemarahan sang istri, dia akan tetap menjaga perasaan istrinya.

Rasti membalikkan tubuhnya, Rama perlahan keluar dari kamar utama.

Seketika air mata luruh, Rasti sangat terluka.

Rama memberikan waktu untuk Rasti.

"Mas Rama, kenapa kau melakukan ini padaku. Kau sudah mengkhianati aku, mencurangi kisah kita. Hiks ... Nak, apakah kau baik-baik saja di sana? ibu merasa rapuh, tolong ibu nak."

Rasti hancur, dia tidak menyangka teman kecil yang selama ini menjadi tumpuan hidupnya begitu tega membohonginya.

Rasti masih saja menangis, dia merasa menjadi jahat.

Namun satu hal yang membuatnya bertahan, ada anak yang harus dia rawat.

"Nak, ibu akan tetap merawat mu meski tanpa ayah nantinya, ibu akan tetap bersamamu."

Rasti meraih foto sang nenek yang duduk bersama ayah dan ibunya di sebuah kursi taman.

Bingkai foto itu adalah satu-satunya yang dia miliki, dia menangis tanpa henti dan perlahan memejamkan matanya.

Dia mendekap kesedihan itu, menahan lara di dada.

Menutup segala luka, sementara ini dia ingin beristirahat dari dunia yang selalu kejam terhadapnya.

Kehidupan yang tidak adil baginya.

Sungguh dia tidak akan menjadikan dirinya perebut suami orang, dia tak paham kondisi ini.

Rasti hanya bisa pasrah, dia masih mencintai Rama tapi juga merasa sakit hati.

*****

Terpopuler

Comments

Umi Abi

Umi Abi

cus ah mampir, seru ini

2022-11-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!